5. Pembangunan infrastruktur publik minim
Salah satu indeks kebahagiaan publik dapat dicapai ketika suasana sekitar sudah sangat mendukung akan aktifitasnya dan membuat aman untuk ditempati. Hal ini sangat kontras bila dibandingkan dengan kabupaten bandung, sedikitnya fasilitas publik yang memadai, disfungsi setiap alun-alun di kecamatan, serta sedikitnya ruang terbuka hijau (RTH) menjadikan warga kabupaten bandung sulit untuk mendapatkan kenyamanan dalam beraktifitas diruang publik. Oleh karena itu pemimpin selanjutnya harus lebih memperhatikan tentang ruang publik ini, tentang pembangunan taman-taman baru, revitalisasi alun-alun di setiap kecamatan serta pembangunan sarana publik lainnya.
6. Kurangnya pengetahuan masyarakat tentang kesadaran hukum dan hak asasi manusia
Penulis melihat banyak sekali oknum LSM atau wartawan  (ngakunya) yang tidak bertanggung jawab, untuk kemudian memanfaatkan kelemahan masyarakat yang kurang melek dan sadar akan hukum serta haknya sebagai warga negara, dan selanjutnya mengeruk keuntungan sebanyak-banyaknya untuk kepentingan pribadi/kelompoknya. Kurangnya pencerdasan dari pemerintah terkait masalah hukum dan HAM ini, menjadikan banyak masyarakat yang justru kehilangan haknya sebagai warga negara di mata hukum. Karena paradigma masyarakat yang takut dan enggan untuk berurusan dengan hukum dan lembaga hukum, maka masyarakat cenderung pragmatis untuk menyelesaikan masalahnya dengan cara apapun. Disinilah peran seorang bupati dibutuhkan, bagaimana caranya melakukan pencerdasan hukum untuk melindungi hak-hak warganya dimata hukum?
Â
Sikap dan Keberpihakan
Pada akhirnya suka atau tidak, penulis harus menentukan sikap dan keberpihakan kepada siapa pilihan dilabuhkan, karena golput bukanlah solusi atas permasalahan. Sedari awal penulis memang menantikan gagasan dan terobosan dari calon-calon kandidat baru cabup-cawabup, apa yang akan ditawarkan untuk meneruskan pembangunan kab.bandung menuju arah lebih baik? Akan tetapi nampaknya itu merupakan sebuah ekspektasi yang terlalu tinggi. Kedua paslon baru KH sofyan-agus dan kang deki-dony mengklaim selama ini sering bluskan ke warga-warga di 31 kecamatan, mendengarkan aspirasi dan kritikan masyarakat terhadap pemerintahan yang sedang berkuasa. Lalu kemudian gerakan atau aksi apa yang dilakukan sebagai solusi dari permasalahan yang ada? apakah selama ini sudah memberikan kontribusi nyata? atau baru akan berkontribusi jika sudah terpilih saja? karena masyarakat rindu pemimpin yang kontributif-solutif bukan hanya jago kritik semata.
Kemudian bagaimana dengan kandidat incumbent? jika pilih kang DN berarti sama saja kabupaten bandung jalan ditempat, tidak ada perubahan? Justru inilah yang menarik dicermati. Kehadiran kang gun-gun dan PKS bisa jadi pembeda antara tim kang DN yang sekarang dengan yang terdahulu. Karena membangun kabupaten bandung tidak bisa selesai hanya oleh satu orang, tapi memerlukan sebuah tim impian yang bekerjasama untuk kepentingan dan kesejahteraan seluruh warganya. Harapan tinggi tersemat pada sosok Kang gun-gun sebagai sosok paling muda, semoga keberadaannya tidak hanya pelengkap seperti wabup sebelumnya tapi menghadirkan gagasan dan karya nyata untuk sebanyak-banyaknya kebermanfaatan warganya. Selama kepemimpinan kang DN sebagai bupati pada periode 2010-2015, Kabupaten Bandung memang meraih banyak penghargaan tidak hanya dari dalam negeri tapi juga ada beberapa penghargaan dari luar negeri salah satunya dari Organisasi Buruh Internasional, ILO (International Labour Organization) [sumber]. Selain itu pembangunan infrastruktur jalan,gedung kesenian, pusat iptek dan olahraga  merupakan capaian yang patut diapresiasi. Namun hal yang tentunya menjadi prestasi paling penting adalah Indeks Pembangunan Manusia (IPM) Kabupaten Bandung menjadi yang tertinggi di Jawa Barat untuk level kabupaten [sumber]. IPM merupakan indikator penting untuk mengukur capaian pembangunan manusia berbasis sejumlah komponen dasar kualitas hidup yaitu pendidikan, kesehatan dan ekonomi.
Disamping banyak keberhasilan yang diraih oleh kang DN sebagai bupati, namun sangat sangat banyak juga PR yang belum terlaksana sesuai RPJMD yang telah disusun. Diantaranya bisa ditemukan pada draft visi-misi paslon pada bagian isu strategis dan beberapa tambahan versi penulis di bagian problematika kabupaten bandung. Kemudian kekurangan lain adalah kurang aspiratifnya pemerintah terhadap masukan atau kritikan masyarakat, sehingga terkesan ada jarak yang sangat jauh antara pemimpin dan warganya. Penulis pun merasakan sangat sulit untuk bisa berkomunikasi dengan orang nomor satu di kabupaten ini, ditambah fungsi badan legislatif daerah yang belum maksimal membuat suara rakyat terputus ditengah jalan.
Â
Penutup