“Bu, tolong jangan disiksa gadis ini. Berhenti, Bu, tolong,” semakin lama aku tak sanggup melihat penyiksaan itu, aku harus bertindak. Aku harus mencegahnya.
“Dik, Dik Laras, bangun Dik. Kamu mimpi apa?” Mas Heru mengguncang tubuhku. Aku terbangun dan memandang wajah suamiku Rupanya aku bermimpi. Siapa wanita muda yang menangis tadi, dia begitu cantik. Dan wanita yang marah tadi aku tak bisa melihat wajahnya, karena dia membelakangiku. Kenapa dia begitu tega.
Mas Heru turun dari tempat tidur dan mengambil segelas air yang selalu aku siapkan di kamar sebelum tidur. “Minumlah Dik, kamu hanya mimpi, biasa itu bunga tidur. “
Aku mengangguk. Kuteguk perlahan air putih yang diambilkan suamiku.
“Ayo, tidur lagi, baru jam 1 malam. “ Mas Heru pun membelai rambutku dengan lembut dan memelukku penuh kasih sayang.
“Aku tak tega, Mas. Dia hamil dan disiksa,” tak terasa butiran bening membasahi pipiku.
****
Mimpi-mimpi itu bagaikan sebuah rangkaian cerita bersambung. Sudah beberapa hari ini aku mendapatkan mimpi yang begitu aneh. Mimpi pertama aku melihat wanita muda hamil yang disiksa karena tak mau mengugurkan kandungannya, lalu mimpi wanita hamil tersebut disekap dalam sebuah ruangan dan menangis minta tolong, sampai mimpi dia dipaksa untuk mengugurkan kandungannya dengan memberikan ramuan khusus.
“Gak usah terlalu dipikir, Dik Laras. Semua itu hanya mimpi,” itulah komentar Mas Heru saat aku menceritakan apa yang aku alami.
Dua minggu sudah kami berdomisili di rumah ini. Selama ini pula aku lebih sering sendirian di rumah, karena proyek yang Mas Heru kerjakan memang sedang membutuhkan tenaga dan pikirannya.
“Tapi aneh, Mas. Masak mimpi seperti cerita bersambung,” sahutku sambil menambah satu centong nasi ke atas piring Mas Heru. Kuambil sayuran dan kuah sambal pecel buatanku, lalu kutambah lagi dengan satu tempe bacem kesukaan Mas Heru.