Mohon tunggu...
Kang Iful
Kang Iful Mohon Tunggu... -

penjahat yang telah tobat

Selanjutnya

Tutup

Puisi

Tragedi di Hari Pahlwan

7 Mei 2011   01:14 Diperbarui: 26 Juni 2015   06:00 78
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Hari itu sudah menjadi Selasa. Saya tidak lagi upacara bendera. Sengaja saya begitu. Bukan karena tidak ada sebab. Sebab kalau disebab-sebabkan maka akan banyak sebab. Dan saya kira itu memang tidak perlu. Kalau masih dianggap perlu, baca saja buku-buku di Palasari. Itu pasar buku yang ada di Bandung. Naik angkot Buahbatu-Sederhana kalau dari rumah saya. Turun di Jalan Gajah. Jalan sedikit ketemulah dengan banyak penjual buku. Nanti pilih salah satu dari mereka. Lalu tanya sama pedagangnya, ada buku yang bilang nasionalisme ibarat menggigit kemaluan sendiri tidak. Kalau ada beli. Kalau tidak ada, naik lagi angkot Buahbatu-Sederhana ke rumah saya, insyallah nanti saya bajakkan bukunya.

Tapi sumpah, saya sudah sejak SMA dulu paling malas untuk upacara bendera. Makanya setiap pergantian KM (baca; Ketua Murid), setiap itu pula saya melakukan lobby-lobby tingkat tinggi pada pejabat KM baru. Bukan untuk menjilat (ket: sebab saya tahu kalau menjilat mereka rasanya asam. ABG begitu loh!) tapi itu saya sengaja agar saya ditempatkan piket kelas di hari Senin. Hari dimana upacara bendera selalu diselenggarakan, hari dimana yang datang telat dipajang di lapangan upacara, hari dimana anak-anak berlomba berbaris untuk menjadi yang paling belakang, hari dimana pembacaan Pancasila oleh Kepala Sekolah selalu dijadikan gurauan, hari dimana saya selalu datang lebih pagi dari biasanya.

Begitu setiap tahunnya. Selama di kalender masih ada hari Senin, saya konspirasikan agar sayalah mendapatkan kursi empuk petugas piket kelas hari itu. Pokoknya selama Teori Konspirasi masih bisa dijalankan, saya usahakan tidak berupacara. Hingga kemarin akhirnya saya ditanya oleh seorang ibu-ibu di tempat kerja.

“Kok kamu tidak upacara sih?”

“Sudah hobi, Bu” jawab saya sambil cengengesan.

“Hobi kok aneh gitu?”

“Hobi orang kan beda-beda Bu. Namanya juga manusia. Tidak ada yang sama di seluruh dunia ini. Maka wajar saja kan kalau hobinya berbeda-beda”

Begundal, kamu tidak cinta Indonesia ya?”

“Ya cinta dong, Bu. Jelek-jelek bobrok juga Indonesia tempat saya lahir”

“Cinta apanya? Disuruh upacara saja tidak pernah. Padahal ini kan upacara buat mengenang pahlawan-pahlawan kita”. Kebetulan kemarin tanggal 10 November. Itu hari Pahlawan Indonesia.

‘Yeee… si Ibu mah

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Puisi Selengkapnya
Lihat Puisi Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun