Mereka duduk di kursi khusus. Lalu, MC mulai berbicara dalam bahasa Jawa yang sangat halus yaitu "kromo inggil", acara akan dimulai dengan sungkeman.
Calon ibu bersujud atau sungkem kepada suami, ayah dan ibu serta kedua mertuanya. Makna sungkeman itu meminta doa restu "kesadaran tugas besar" yaitu melahirkan, mendidik, membesarkan anak, dan terakhir doa harapan agar persalinan berjalan lancar.
Â
Setelah itu, acara siraman sebagai symbol dari pernyataan, pembersihan diri baik fisik maupun jiwa.
Dalam bahasa Jawa "nyirami" artinya membasahi seluruh tubuh, dan berdaya menumbuhkan. Jadi bukan sekadar mengguyurkan air saja tapi juga mengandung makna mencuci, membersihkan diri dan menyegarkan.
Airnya juga berasal dari tujuh sumber mata air, semuanya diramu menjadi satu dan diberi "kembang setaman".
Dengan siraman ini diharapkan calon ibu dapat melahirkan anak yang bersih, sehat dan jauh dari pengaruh-pengaruh jahat. Arti simbolis itu juga untuk pembersihan ibunya juga.
Satu persatu mulai dari suami, kedua orang tua calon ibu, dan kedua mertuanya menyiram sedikit air dengan gayung terbuat dari kelapa ke tubuh sang calon ibu.
Selesai siraman, calon ibu dan suaminya ke luar dari ruangan untuk berganti baju karena sudah basah. Ganti baju berbalutkan kain berwarna putih. Â Â
Acara selanjutnya "brojolan", terdiri dari beberapa tahap. Pertama sang suami meluncurkan telur ayam kampung ke dalam kain sarung sang calon ibu. Telur dilepas dari atas perut sehingga pecah. Simbolnya adalah harapan bayi lahir tanpa rintangan.
Tahap berikutnya adalah membuka atau memutus lawe, benang atau janur. Â Calon ibu memeprsiapkan seutas lawe dan dililitkan ke perut calon ibu. Lilitan diputus oleh calon ayah menggunakan sebatng keris, dibuang jauh-jauh agar kelahiran bayi berlangsung lancar. Maknanya agar calon ibu dihindarkan dari marabahaya dan rintangan yang dihadapi pada saat persalinan.