Mohon tunggu...
Ina Tanaya
Ina Tanaya Mohon Tunggu... Penulis - Ex Banker

Blogger, Lifestyle Blogger https://www.inatanaya.com/

Selanjutnya

Tutup

Kebijakan Artikel Utama

Mengubah Wajah Overtourism Bali yang Buruk Menjadi Pariwisata yang Berkelanjutan

4 Januari 2024   17:40 Diperbarui: 18 Januari 2024   18:07 899
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Kedatangan turis di Bandara I GUsti Nugrah Rai, Bali . Sumber: Kompas/Wawan H. Prabowo

Bali jadi destinasi paling popular di dunia nomor dua untuk tahun 2022.  Bukan hanya di tahun 2022, tetapi di tahun 2023, Bali kembali menjadi masuk sebagai traveler's Choice Best of the Best 2023.  Pesona bali mengalahkan kota-kota lain di dunia sebagai tempat berwisata yang lengkap

Kenapa Bali jadi pilihan para traveller memilih Bali sebagai tujuan destinasi?   Hampir semua traveller mengatakan bahwa mereka terinspirasi dengan keindahan alam, budaya, atraksi wisata yang menarik, keramahan penduduk dan fasilitas yang baik.   Hal ini membuat Bali jadi populer dari tahun ke tahun.  Sejak pertengahan  abad ke-20 Bali dikenal sebagai tujuan pariwisata internasional  karena mereka terpesona dengan promosi dari berbagai para teman/traveller yang sebelumnya datang ke Bali.

Macet Total

Namun, apa yang terjadi selama Natal 23 Desember 2023  hingga 2 Januari 2024?  Membludaknya wisatawan yang datang baik melalui darat dan udara membuat  Bandara I Gusti Ngurah Rai macet total atau parah sekali.

Dari beberapa video yang bereadar di media sosial, kemacetan parah di Jalan Tol Bali Mandara menuju Bandara I Gusti Ngurah Rai , banyak wisatawan asing terpaksa turun dari mobil dan jalan kaki menyusuri  jalan tol sambil membawa kopernya.

Target Kemenparekraf tercapai?

Saat Natal, total penumpang yang datang dan pergi  adalah 75.240 orang  sementara jumlah kendaraan mencapai 57.937.

Menurut  Kepala Dinas Pariwisata Provinsi Bali, Tjok Bagus Permayun,  jumlah wisatawan mancanegara (wisman) yang datang ke Bali 5.328.238  dan wisatawan Nusantara (wisnusan) 9.877.911 orang sampai akhir tahun 2023.

Dalam suatu wawancara Menteri Kemenparekraf, Sandiaga Uno mengatakan bahwa target Kemenparekraf tahun 2024, jumlah wisatawan mancanegara 14,3 juta sehingga dapat menghasilkan devisa 15 USD miliar.   Target ini sesuai dengan capaian tahun 2019 yaitu 19 juta wisatawan dengan total devisa 16 USD miliar.

Namun, ada yang sangat berlawanan ketika Bapak Sandiaga Uno menolak dengan statement dari  Wolrd Travel & Tourism Council (WTTC) bahwa Bali sudah termasuk overtourism terburuk.  Dikatakan lebih lanjut bahwa kedatangan wisman dan wisnus sudah sesuai dengan proyeksi dan ekspetasi pemerintah.

Target vs  dampak dari overturism

Jika target dan projeksi dari jumlah wisatawan 19 juta di tahun 2024   sudah tercapai di tahun 2023  tetapi   dampaknya justru terjadi overturism.

Pertanyaan selanjutnya  apabila  dampak  overturism  di Bali yang terjadi terutama saat Natal -- Tahun Baru 2023-2024 itu akan berdampak buruk atau bagaimana mengubahnya.

Bukan hanya Bali saja,  setiap tempat destinasi yang berubah menjadi overturism akan berdampak buruk .  Berikut adalah daftarnya:

1. Dubrovnik, Kroasia

2. Venesia, Italia

3. Brugge, Belgia

4. Rhodes, Yunani

5. Reykjavik, Islandia

6. Firenze, Italia

7. Heraklion, Yunani

8.Amsterdam, Belanda

9. Dublin, Irlandia

10. Tallinn, Estonia

Pengertian overturism adalah ramainya pengunjung wisatawan dibandingkan dengan populasi lokal kota-kota tersebut. Contohnya jika penduduk Bali menurut BPS tahun 2022 sebesar 4,362,738, sementara  wisman dan wisnusan totalnya 14,3 juta,  tentu  overturism.

Kembali kepada overturism Bali,  dampaknya bagaikan pedang bermata dua.

Di satu sisi memang membawa berkah dalam bidang bisnis (hotel, UMKM,  tempat wisata, transportasi )serta pertumbuhan ekonomi warga lokal.  

Pembangunan hotel dan perkotaan yang tidak berkelanjutan sesuai permintaan industry pariwisata dan terbatasnya kapasitas terbatas infrastruktur.   

Efek yang buruk bagi overturism di Bali misalnya   tanah-tanah yang dulunya pertanian milik penduduk telah terjual menjadi vila dan kesenjangan antara orang kaya dan miskin semakin besar.  Penduduk hanya bekerja sebagai pekerja tetapi tidak memiliki aset lagi.

Dengan hilangnya lahan pertanian, degrasi ekosistem , penurunan kesuburan tanah di daerah yang subur dan bahkan lebih parahnya penggalian air yang berlebihan .

Pengelolaan limbah yang seharusnya diperhatikan akibatnya banyak pengunjung yang datang. Sehari setelah selesai malam tahun Baru,  sampah menumpuk di pantai, sungai tercemar dan tempat pembuangan akhir penuh tanpa mencari cara bagaimana pengelolaannya.

Dampak sosial budaya dari overturism di Bali adalah pengikisan gaya hidup budaya Bali.  Masuknya wisatawan atau investor asing dengan komodifikasi budaya lokal, menjadi perpindahan dan marginalisasi  warga lokal.

Harga tanah di tempat yang dibeli orang asing menjadi mahal, sementara penduduk lokal sendiri terdesak sampai di pinggiran terpencil bahkan mereka terpaksa mencari pekerjaan di tempat baru yagn sulit didapatkan.

Baca juga:  Pendidikan Tinggi Tertinggal, S1 Tidak Melanjutkan

Pariwisata berkelanjutan

Saat ini justru wisatawan dan investor global cenderung mencari kualitas wisata ketimbang  kuantitasnya.  

Solusi gampang atau mudah seperti menerapkan pajak RP.150.000 kepada turis yang akan datang bukanlah solusi efektif.  Jika ingin diperketat justru berdasarkan kuota untuk jumlah kunjungan wisatawan sebelum wisatawan datang ke Bali.

 Seperti yang saya alami ketika mengunjungi Hallstatt, Austria, agen perjalanan harus melaporkan kepada pengelola berapa wisatawan yang dibawa.  Ada ketentuan yang ketat untuk jumlah wisatawan yang datang baik per hari 

Menurut PricewaterhouseCoopers (PwC) , perubahan iklim meningkat dari 22 persen pada 2022 menjadi 32 persen pada 2023.  Investor akan berdampak pada perubahan iklim.

Untuk itu seharusnya Indonesia sudah lebih memperhatikan  hal penting dalam menumbuhkan wisata berkelanjutan (sustainable tourism), berkaitan dengan  wisata hijau.   Pada tahun 2024 wisata yang disukai atau digandrungi oleh para wisatawan.

Contohnya hotel-hotel  harus mengembangkan energi  terbarukan dengan segala fasilitasnya harus "go green".

Semua program-program wisata berkelanjutan dikaitkan dengan pembangunan kesadaran warga lokal atau komunitas untuk  pengelolaan lingkungan yang harmoni (tidak ada sampah, penggunaan transportasi yang gunakan sepeda atau mobil Listrik).

Jadi ada edukasi baik bagi warga maupun pelaku wisata untuk edukasi terkait lingkungan.  Konsumen atau pengunjung bisa merasakan adanya  kesadaran warga lokal yang peduli kelestarian lingkungan yang makin tinggi. 

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Kebijakan Selengkapnya
Lihat Kebijakan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun