Membayangkan betapa paniknya 4.791 siswa  dan orangtua yang dibatalkan keikusertaannya dalam PPDB (Penerimaan Peserta Didik Baru) 2023 level SMA/K dan SLB .
Alasan pembatalan keikutsertaannya itu karena  mereka melakukan kecurangan dan kebohongan dengan mengubah domisili di Kartu KEluarga,"  demikian menurut gubernur Ridwan Kamil.
Kebijakan zonasi dalam PPDB vs kenyataan di lapangan
Idealisme dari sistem zonasi  di dunia pendidikan Indonesia telah diimplementasikan sejak tahun 2017 .  Saat itu Menteri Pendidikan dan Kebudayaan (Mendikbud) Muhadjir Effendi  menganggap bahwa zonasi sebagai kebijakan strategi untuk mempercepat pemerataan di sektor pendidikan.Â
Hal ini disinyalir karena ada sekolah unggulan atau favorit yang jadi incaran dan ditempati oleh peserta didik yang prestasinya tinggi dan berlatar belakang dari keluarga mampu . Sementara di tempat lain sekolah lain justru kekurangan siswa dan siswanya adalah anak-anak yang tidak berprestasi.
Tujuan zonasi yang begitu bagus untuk pemerataan di sektor pendidikan ini ternyata dalam prakteknya tidak sejalan dengan ideliasme Pemerintah .
Ketatnya persaingan untuk diterima dalam PPDB Â ini terlihat dari berbagai persyaratan yang menurut saya sangat "ribet"Â
Kriteria seleksi PPDB
1. Zona
Zona jenjang SMP dan SMP dalam kelompok prioritas. Â Prioritas 1: berdomisili di RT yang sama dengan lokasi sekolah. Â Prioritas 2: berdomisili di RT yang bersinggungan langsung dengan lokasi sekolah . Prioritas 3: Â berdomisili di RT sama dan berdekatan dengan kelurahan sekolah.
2. Usia: Â batas usia yang telah ditentukan.
3. Waktu Mendaftar
Dalam prakteknya atau lapangan banyak hal yang menyimpang dari apa yang ditentukan.
Berikut ini adalah beberapa ketimpangan dan kekurangan yang masih terjadi:
1.Zona
Tidak jelasnya  dari penyelenggara PPDB dari segi zonasi sekolah. Beberapa dinas pendidikan sering menggunakan fitur aplikasi peta google maps ketika menetapkan zonasi.Â
Google maps tidak bisa membaca  secara tepat jarak antara sekolah dengan tempat tinggal dan RT lokasi rumah.  Contohnya  ada siswi bersuia 12 tahun , jarak rumah ke lokasi SMP Negeri pilihan pertama sekitar 1,3 kilomter dan 1,6 kilometer  ke SMP pilihan kedua.   Sementara passing grade jalur zonasi ke dua SMP harus berjarak sekitar 500 meter.
2.Distsribusi sekolah yang tidak merata vs jumlah peserta
Di DKI Jakarta, jumlah calon pesersta didik tahun 2023 untuk jenjang SMP adalah 149.530 siswa. Sementara total daya tampung sekolah hanya 71.489 siswa atau sekitar 47,81%
Di jenjang SMA, juga sama, jumlah calon peserta didik tahun 2023 adalah 139.841 siwasa sedangkan daya tamping  28.927 siswa atau hanya 20,69%
SMP daya tampungnya juga lebih sedikit 19.387 siswa atau 13,87%
Dengan sedikit daya tampungnya dari jumlah pesertanya berarti calon siswa tidak bisa diterima semuanya di sekolah negeri. Â
Jumlah sekolah negeri di Jakarta yang sangat terbatas dan tidak merata karena ada kelurahan yang tidak punya sekolah negeri. Â Kualitas dari sekolah negeri tidak sama, Â ada yang belum punya fasilitas yang cukup sehingga sekolah negeri unggulan tetap menjadi favorit bagi para orangtua.Â
Peningkatan jumlah murid dan jumlah sekolah tidak sebanding sehingga masalah zonasi akan menjadi masalah utama apabila hal ini masih diberlakukan.
3. Kecurangan dalam domisili
Ketika lokasi sekolah negeri berada di pusat kota sementara tempat tinggal warga sekarang ini sudah berada di pinggiran kota, Â hal ini membuat ketimpangan bagi warga yang berada di pinggiran untuk bisa akses ke sekolah negeri.
AKhirnya para orangtua melakukan praktek migrasi domisili melalui Kartu Keluarga (KK) Â calon siswa ke wilayah sekitar sekolah yang menjadi tujuan atau sekolah favorit oleh orangtua.
Salah satu teman saya sebagai orangtua juga melakukan hal ini.  Dia  memasukkan nama anaknya ke kartu keluarga  ibunya (yang sudah meninggal)  padahal dia sebagai orangtua tidak tinggal di tempat dekat sekolah itu.
Jika tidak ada keluarga yang berdomisili dekat dengan sekolah, biasanya mereka memalsukan kartu keluarga seperti yang terjadi di Bandung.
4. Minimnya prioritas  bagi anak guru
Di kalangan guru yang  mengajar, mengeluhkan baha PPDB kurang berpihak kepada mereka karena minimnya  kuota prioritas bagi guru yang ingin menyekolahkan anaknya di sekolah negeri dan tempat guru mengajar
Kuota guru hanya diberikan sebagai sisa dan harus mengisi berdasarkan sisa kuota dari  perpindahan tugas .
5. Sekolah melakukan transaksi untuk ketersediaan bangku
Sekoalh melakukan pungutan atau transaksi dengan calon orangtua  jika anaknya mau diterima sebagai PPDB.  Jalur khusus  PPDB ini harus berbayar.
Hal ini pasti terjadi karena kuota yang tersedia sedikit sementara peminta membludak, membuat peluang adanya transaksi  jual beli bangku.
Belum lagi ada "titipan" dari para pejabat yang berkuasa untuk memasukkan anak, saudara dan sebagainya.
6.Minim kuota melalui jalur prestasi
Sebagaimana kriteria PPDB adalah zonasi, usia dan waktu mendaftar,  tidak ada lagi  kriteria prestasi anak yang dipertimbangkan.
Prestasi hanya ditempatkan sebagai kuota sisa dalam PPDB setelah jalur zonasi .  Di SD  paling sedikit  70% , SMP paling sedikit 50% dan SM paling sedikit 50% dan jalur afirmasi  afirmasi 15%  (jalur afirmasi untuk para disabilitas)  dan  jalur  tugas orangtua sebesar 5%.
Kriteria jalur prestasi sudah tidak dianggap lagi.
7. Penerimaan disabilitas yang tidak jelas
Bagi para disabilitas pun sulit untuk bisa diterima dalam PPDB karena  kriteria belum diuraikan secara jelas, penyandang disabilitas seperti apa yang bisa dibaurkan bersama dengan peserta didik nondisabilitas.
8. Â Persepsi Sekolah Unggulan vs Sekolah non-unggulan
Selama orangtua masih menganggap bahwa masih adanya sekolah negeri unggulan dan tidak unggulan, maka jelas orangtua akan mengejar sekolah unggulan bagi anaknya.
Jika semua orangtua punya persepsi yang sama, maka hal yang terjadi adalah sulitnya melakukan zonasi yang adil.
Para orangtua berusaha setengah mati agar anaknya bisa diterima di sekolah negeri unggulan dengan cara apa pun seperti halnya yang di Jawa Barat . Â Â MEskipun cara tidak terpuji, mereka juga lakukan.
PPDB masih menyisakan carut marut yang harus dibenahi (seperti yang di atas) Â dan usaha pemerintah bukan hanya melakukan kebijakan, tapi lintas sektoral dengan sekolah swasta dan kualitas guru yang merata sehingga semua bisa berjalan sesuai dengan idealisme.
Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana
Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI