Mohon tunggu...
Ina Tanaya
Ina Tanaya Mohon Tunggu... Penulis - Ex Banker

Blogger, Lifestyle Blogger https://www.inatanaya.com/

Selanjutnya

Tutup

Diary Artikel Utama

Pensiun Bukan Akhir Hidup: Pensiun dari Pekerjaanku tapi Tidak Pernah Pensiun Berpikir

7 Agustus 2021   19:15 Diperbarui: 28 Agustus 2021   15:48 1370
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Perjalanan  garis hidup itu sepenuhnya ada di tangan kita walaupun takdir juga ikut berperan serta.  Kenapa sepenuhnya di tangan kita?

Kita semua yang  melakukan, menjalankan dan memutuskan jalan hidup, jadi mulai dari pertimbangan sampai kepada keputusan yang paling berat sekali pun adalah pilihan kita sendiri.

Keputusan  apa yang paling berat  dalam hidup saya?

Saya bekerja di sebuah perbankan asing  hampir selama 28 tahun.   Awalnya saya bahagia mendapatkan tantangan  dan  kesempatan untuk beralih profesi dari seorang sekretaris menjadi  Official assistant atau  asisten dari Account Officer. 

Belajar bagi saya yang masih muda jadi hal yang menyenangkan. Training  di dalam maupun di luar kantor jadi bagian dari profesi yang akan saya tempati. 

Setelah merasa nyaman di pekerjaan dan profesi,  perusahaan pun mengadakan reorganisasi.  Hal ini kerap kali terjadi di perusahaan .

Akhirnya,  saya ditempatkan di satu bagian  yang disebut Corporate  Customer Service.  

Mulailah datang atasan baru dengan segenap pasukan yang dibawanya dari luar.   Babak perjuangan  baru  membuat hati dan pikiran saya  mulai takut, gentar, bahkan merasa terjepit.

Beberapa orang yang dianggap "senior" mulai tersisihkan, pekerjaan dan proyek yang  harus dikerjakan secara cepat dengan potensi mendapatkan kenaikan pangkat jadi ajang kompetensi.

Saya merasa  tak berdaya karena tidak pernah diajak bicara soal "project baru" dan juga merasa  "masuk kotak"  untuk mengerjakan secara "stand alone".

Hasilnya performa kerja saya mulai mundur, atau dibilang stagnan, saya dianggap tidak "achieved  goal" yang ditentukan oleh atasan.

Mulailah kabar angin bahwa perusahaan mulai "layoff" dari mereka yang dianggap "senior" mendekati masa pensiun.

Dilematis dalam pertimbangan saya, jika saya ambil, anak saya justru baru mulai masuk ke perguruan tinggi yang butuh biaya besar , apalagi pilihannya adalah perguruan di Australia.   

Sisi lain, saya  tidak mungkin bertahan dengan posisi yang "sudah stagnan"  artinya jika diibaratkan, manusia bekerja  rutin setiap hari  tanpa harapan dan motivasi kuat.   Motivasi saya hampir hilang karena harapan itu sudah tidak ada lagi.

Dengan  mata yang menatap tajam dan mulut bergetar, saya pun akhirnya memberanikan diri untuk menerima pensiun dini jika perusahaan menghendaki.

Dalam hati terdalam, saya sendiri belum siap baik secara finansial maupun social karena saya masih memiliki social connection dengan  beberapa teman yang akrab di perusahaan.

Ketika momen penting itu tiba, saya langsung dipanggil dan diminta tanda tangan untuk pengajuan mundur diri, saya gementar menerima surat itu, saya bilang saya perlu baca dulu di rumah.

Berkali-kali saya baca di rumah, klausa-klausa yang tertera dalam perjanjian itu sangat menyedihkan, saya seperti kalah dalam peperangan, saya bersedia...., saya tidak akan  mengajukan klaim, saya tidak akan minta ganti rugi......

Keputusan bulat sudah terjadi saat penanda-tangan surat perjanjian pengunduran diri.

Saya memasuki pensiun dini di usia 53 tahun, dimana seharusnya saya masih bisa bekerja 2 tahun lagi.

ForcesPensionSociety
ForcesPensionSociety

Kondisi Purna Tugas

Jujur bahwa saya belum siap untuk tidak bekerja karena saya belum punya pekerjaan tetap sebagai pengganti.  Saya sudah mencoba beberapa alih profesi  di bidang lain, tapi saya tak pernah menyukainya.   

Tidak sesuai dengan karakter saya yang suka dengan pekerjaan  serba detail dan  di belakang layar.  Saya bukan tipe marketing.  Jadi ketika penawaran untuk merekrut orang-orang  dalam bidang asuransi, saya seperti tersiksa untuk melakukan.

Walaupun saya sudah mendapatkan  panduan "Menyongsong Purna Tugas dengan Pribadi Ceria dan Keluarga Bahagia " ditulis oleh Dra.Psi.Lies Purnamasari,  M.M., M.Si, Psikolog,  buku itu saya anggap sebagai teori-teori yang tidak berlaku bagi saya.

Bagaimana saya mengenali  diri saya , siapa saya yang dulu sebagai "pekerja" dan sekarang jadi  "ibu rumah tangga".  Berbeda sekali perubahan status sosial, inilah yang membuat saya tetap belum bisa menerima keadaan.

Sebagai seorang Purna Tugas, ada kebutuhan-kebutuhan yang masih saya  perlukan seperti yang ditulis dalam teori Maslow:

Aktualisasi diri (self-esteem):  saya suka belajar, ketika pensiun, saya seolah dunia belajar saya hilang , dan saya  bukan seorang  "apa-apa".

Harga diri , saya merasa sendiri dan sedih ketika saya sedang dalam masa pencarian diri untuk selanjutnya , apakah saya masih tetap berharga  karena saya tidak menghasilkan uang lagi dalam keluarga.  Kami berdua bekerja bersama-sama.

Cinta & memiliki :  saya masih beruntung didukung suami agar tidak terjebak dengan  kondisi "tidak bekerja secara formal", suami sering mengatakan, kamu bisa bekerja apa pun yang kamu sukai karena sebenarnya pekerjaan itu  bermanfaat jika orang lain merasakan manfaatnya.

Rasa aman, saya sudah perhitungkan secara detail segala kebutuhan  sekolah anak saya hingga selesai , tapi saya merasa tidak yakin apakah saya bisa mencover kehidupan tua yang boleh dikatakan Kesehatan orang tua itu sangat rentan.  

Rasa takut terhadap Kesehatan di masa tua.  Rencana untuk asuransi yang tidak terlaksana karena besarnya premium  jika masuk dalam usia yang sudah tinggi.     Walaupun saya sudah ikut BPJS tapi saya tetap tidak merasa nyaman untuk segi Kesehatan yang dulunya semua dikover oleh perusahaan melalui asuransi.

Apa yang ingin saya wujudkan masa pensiun?

Hal pertama yang saya harus lakukan setelah saya sempat stres karena purna Tugas, saya mulai menata diri saya. Saya mulai mengenal dulu potret diri saya saat saya pensiun.  

Konsep diri saya, siapa diri saya dan apakah saya sudah sesuai dengan kepribadian , pola pikir, perasaan, tingkah laku yang sesuai dengan apa yang menetap (karakter ) saat saya berinteraksi dengan lingkungan. 

Sikap diri saya mulai berubah, saya bukan seorang pekerja, tapi saya tetap seseorang yang ingin bermanfaat untuk orang lain, saya masih memiliki talenta yang belum saya kembangkan  karena hilangnya waktu .

Mental saya mulai terbangun dari  "negative thinking bahkan overthinking", saya  harus mencari peluang dari talenta yang saya miliki.  Saya suka mengajar, jadi saya pernah mengajar anak-anak di sekolah informal. Saya pernah menjadi volunteer untuk operasi katarak.

Kepribadian, saya mengenal kepribadian plegmatik introvert dengan pengamat pesimis.  Saya mulai belajar untuk bisa berubah menjadi orang dengan berpikir positif.  Paradigma saya rubah agar citra diri saya tetap positif.   

Kegembiraan saya ketika saya bisa menang sebagai Pemenang  Karya Tertulis Terbaik I dalam Festival Jurnalistik Tangsel pada tahun 2017  dan sebagai Pemenang Harapan pada Lomba Blog Pendidikan Keluarga tahun 2018 diselenggarakan oleh Mendikbud.  Sungguh mental saya mulai bangkit bahwa saya punya kesempatan untuk menyumbangkan pemikiran saya.

Di usia yang memasuki masa madya lanjut, saya sering dilingkupi rasa stress berlebihan yang belum pasti terjadi.

Berkali-kali saya harus ikut pelatihan "mindfulness" agar saya memiliki ketenangan ketika  fisik mulai berubah, situasi berubah, dan sebagai perempuan menopause saya merasa perlu menjaga hubungan dengan  pasangan  agar pasangan tetap terbuka dan tidak larut dalam emosi yang berlebihan. 

Pembagian pekerjaan setelah purna tugas jadi berbalik arah, saya  sudah terbuka saya hanya menjadi passive income supporter.  

Tips agar suami-istri tetap  harmonis ketika keduanya sudah pensiun.

Tidak dipungkiri, suami yang bekerja di perusahaan  swasta pun akhirnya mulai memasuki dunia pensiun. Saya yang sudah pernah merasakan bagaimana kehilangan pekerjaan, sekarang suami . Namun, suami jauh lebih siap karena dia sudah punya talenta menjadi professional  konsultan dimana saya juga sering membantu.

Berikut ini adalah tips agar suami-istri tetap harmonis ketika keduanya masuk dunia pensiun:

1.Aspek kepercayaan

2.Aspek komunikasi

3.Aspek mengelola konflik

4.Aspek kekuasaan dan kendali

5.Aspek mengelola uang

6.Aspek keintiman

7.Aspek gaya hidup

Semoga legacy yang saya tinggalkan kepada anak saya agar bekerja dengan semangat tinggi dan selalu berkreativitas dan timba ilmu setinggi mungkin, dapat diterapkan juga bagi teman-teman yang

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
Mohon tunggu...

Lihat Konten Diary Selengkapnya
Lihat Diary Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun