Dilematis dalam pertimbangan saya, jika saya ambil, anak saya justru baru mulai masuk ke perguruan tinggi yang butuh biaya besar , apalagi pilihannya adalah perguruan di Australia. Â Â
Sisi lain, saya  tidak mungkin bertahan dengan posisi yang "sudah stagnan"  artinya jika diibaratkan, manusia bekerja  rutin setiap hari  tanpa harapan dan motivasi kuat.  Motivasi saya hampir hilang karena harapan itu sudah tidak ada lagi.
Dengan  mata yang menatap tajam dan mulut bergetar, saya pun akhirnya memberanikan diri untuk menerima pensiun dini jika perusahaan menghendaki.
Dalam hati terdalam, saya sendiri belum siap baik secara finansial maupun social karena saya masih memiliki social connection dengan  beberapa teman yang akrab di perusahaan.
Ketika momen penting itu tiba, saya langsung dipanggil dan diminta tanda tangan untuk pengajuan mundur diri, saya gementar menerima surat itu, saya bilang saya perlu baca dulu di rumah.
Berkali-kali saya baca di rumah, klausa-klausa yang tertera dalam perjanjian itu sangat menyedihkan, saya seperti kalah dalam peperangan, saya bersedia...., saya tidak akan  mengajukan klaim, saya tidak akan minta ganti rugi......
Keputusan bulat sudah terjadi saat penanda-tangan surat perjanjian pengunduran diri.
Saya memasuki pensiun dini di usia 53 tahun, dimana seharusnya saya masih bisa bekerja 2 tahun lagi.
Kondisi Purna Tugas
Jujur bahwa saya belum siap untuk tidak bekerja karena saya belum punya pekerjaan tetap sebagai pengganti.  Saya sudah mencoba beberapa alih profesi  di bidang lain, tapi saya tak pernah menyukainya.  Â
Tidak sesuai dengan karakter saya yang suka dengan pekerjaan  serba detail dan  di belakang layar.  Saya bukan tipe marketing.  Jadi ketika penawaran untuk merekrut orang-orang  dalam bidang asuransi, saya seperti tersiksa untuk melakukan.