Mohon tunggu...
Ina Tanaya
Ina Tanaya Mohon Tunggu... Penulis - Ex Banker

Blogger, Lifestyle Blogger https://www.inatanaya.com/

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Pilihan

Pentingnya Integritas dan Kejujuran Ketimbang Kepandaian yang Hebat

18 Oktober 2020   21:02 Diperbarui: 18 Oktober 2020   22:26 1057
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Fenomena mengejar kepintaran dan kekuasaan tetapi melupakan kejujuran dan integritas jadi hal yang akhirnya menjerumuskan orang itu sendiri.

Ketika nilai-nilai kejujuran dan integritas itu dilupakan dan orang hanya mengejar pengetahuan atau ilmu yang dianggapnya alat untuk bekerja atau kekuasaan, tapi hasilnya nihil.

Nilai-nilai kejujuran dan integritas itu jadi hal yang utama di negara-negara yang punya sistem yang canggih yang dapat mendeteksi bahwa kita tidak jujur .  Jadi kuncinya kita harus tetap punya kejujuran dan integritas walalupun kita tidak dilihat dan dimonitor dan dibuntuti terus menerus.

Ada dua cerita ,true story ini boleh menjadi pelajaran bagi kita semua bahwa integritas itu benar-benar yang jadi utama.

Ketika anak saya masih belajar di Melbourne, kami sering mengunjungi dia disana, paling tidak sekali dalam setahun. 

Kami sudah menyimpan kartu transportasi yang disebut dengan MYKI .  MYKI merupakan Kartu transportasi di Mebourne yang terintegrasi antara tram (kereta di dalam kota), bus, kereta api luar kota.  Kartu MYKI seperti kartu e-money, kartu comunterline di Jakarta.     Pembelian  kartunya  ada di mesin, dan top up saldo juga di mesin. Semuanya tanpa intervensi manusia.   Jadi loket yang tersedia itu hanya jika ada masalah dengan kartu saja.

Memang ada jalur atau free  Tram zone dimana kita tak perlu bayar untuk naik tram . Tapi begitu di luar free zone yang ditentukan, kita harus bayar dengan Myki.  

Cara pembayaran Myki di dalam tram atau bus, itu dengan cara "tap in" saat masuk di mesin kecil,  dan "tap off" saat ke luar .

Tidak ada  seorang pun yang mengawasi apakah kita sudah bayar atau tidak karena supir hanya menyetir tram, bus, tanpa memperhatikan soal pembayaran.

Nach semua kesadaran pembayaran itu tergantung dari penumpang saja.  Suatu waktu anak saya bilang kepada saya : "Mah, saya seringkali berkeinginan mencoba tidak bayar karena lupa top up.  Tapi naluri saya mengatakan bahwa itu tak jujur nanti ditangkap polisi . Apalagi ini di negara orang !"

Benar suatu waktu ketika kami sedang bepergian dengan menggunakan tram di suatu hari minggu, tiba-tiba ada tiga orang yang tidak kami sangka bahwa mereka itu petugas auditor.

Ketiga petugas itu langsung minta kami mengeluarkan kartu Myki  untuk dicek  dengan satu alat yang bisa mendeteksi apakah pembayaran terakhir kapan. 

Begitu ada satu  penumpang yang merupakan mahasiswa tidak bayar, dia langsung dibawa oleh ketiga petugas itu.

Dalam peraturan jika mereka yang tidak bayar MYKI selain ada denda, ada pencatatan semacam "black list" dalam identitas dirinya, bahwa dia pernah tidak bayar. 

Jika orang itu masuk dalam "black list", ingin melamar pekerjaan di bidang apa pun, mereka pasti terbentur untuk bisa diterima karena selain integritasnya sudah dianggap tidak baik, perusahaan tidak mau menerima orang yang punya record kejahatan sekecil apa pun.

Cerita kedua adalah seorang perempuan dari negara Asia yang sangat cerdas mendapat beasiswa di suatu perguruan terkenal  di Perancis.  Gadis ini, sebutlah Amanda (bukan nama sebenarnya), sangat fasihb erbahasa Perancis maupun Bahasa Inggris.

Sejak awal di hari pertama kuliah, dia memperhatikan sistem transportasi di Paris yang menggunakan sistem otomatis.Pembelian tiket juga dilakukan secara otomatis di mesin.  

Setiap perhentian kendaraan umum, penumpang masuk ke  dalam kendaraan dengan cara yang dilakukan self-service tanpa ada petugas atau siapa pun yang memeriksa pembayaran.

Setelah pengamatan yang begitu lama, dia menemukan kelemahan sistem itu.   Dengan kelihaiannya,  dia bisa menipu naik ke kendaraan tanpa harus membeli tiket, bahkan dia mengetahui caranya menghindari ditangkap oleh petugas karena tidak membayar.

Sejak saat itu dia tidak pernah membayar tiket untuk kendaraan.  Dia menganggap dapat berhemat karena tidak melakukan pembayaran . Apalagi sebagai seorang mahasiswa harus irit untuk biaya "cost of living" karena dia hanya menerima beasiswa untuk kuliah saja.

Dalam waktu empat tahun kuliah, Amanda bisa menyelesaikan kuliahnya dengna lancar tanpa hambatan karena dia memang mahasiswi yang cerdas .  Amanda lulus dengan predikat  cum laude dari fakultas favorit dan universitas ternama dengan angka indeks prestasi kumulatif (IPK ) yang sangat bagus.

Dia merasa bangga dan percaya diri, dia melamar pekerjaan ke beberapa perusahaan.  Dilayangkanlah surat lamaran ke beberapa perusahaan.  

Setelah menunggu beberapa waktu, dia diminta datang ke perusahaan untuk interview.   Selesai interview, ada tawaran dari perusahaan lainnya yang juga memanggilnya. 

Begitu selesai beberapa interview, dia berharap besar dapat diterima oleh salah satu perusahaan karena dia percaya diri interview yang sudah dilakukan sesuai dengan harapan perusahaan yang akan merekrutnya.

Namun, setelah ditunggu ternyata perusahaan yang pernah menginterview menolak semua lamaran pekerjaan.  Dia kaget, marah dan tidak mengerti kenapa hal itu bisa terjadi. 

Justru dia sering menuding perusahaan ini tidak mau menerima dia karena alasan diskriminasi, dia bukan orang lokal , warga asing yang dari negara berkembang.

Tekadnya bulat untuk mencari jawaban mengapa semua perusahaan itu menolak lamarannya. Dia datang ke Departemen Tenaga Kerja Perancis di Paris.

Dia bertemu dengan salah manager .   Manager itu menjelaskan kepada Amanda bahwa tidak ada alasan rasis untuk penolakan aplikasi pekerjaan.   Saat pertama perusahaan memang sangat impresi atau berkesan atas kepandaian /intelegensia Amanda yang cukup tinggi.

Namun, sayang ketika perusahaan memeriksa lebih teliti tentang data diri Amanda di database, ditemukan bahwa Anda sudah tiga kali kena sanksi tidak membayar tiket saat naik kendaraan umum ketika tertangkap basah oleh petugas. Anda memberikan alasan yang tidak masuk akal, pertama Anda belum mengerti peraturan, kedua Anda tidak punya uang kecil, ketiga Anda lupa untuk bayar.

Amanda kaget dan masih beragumen bahwa hal itu dianggap sebagai perkara kecil.

Jawaban dari manager itu sangat mengagetkan Amanda: "Di negara kami tidak ada perkara kecil atau besar untuk tindakan yang tidak jujur, tindakan Anda dianggap sebagai orang yang tidak bertanggung jawab.  Oleh karena itu tidak ada sebuah perusahaan pun yang mau menerima Anda".

Pelajaran yang sangat berharga dan tidak bisa disesali karena nasi sudah menjadi bubur. 

Hikmah dari semua pelajaran dari kedua kasus di atas adalah, integritas dan kejujuran jauh lebih penting ketimbang kepandaian dan integensia Anda.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun