Tragedi kemanusiaan di negara kaya raya, Indonesia. Â Sebuah tempat terpencil yang jauh dari akses kesehatan. Tangisan dari ibu-ibu yang kehilangan anak-anaknya , meninggal karena masalah gizi buruk dan radang paru-paru. Â Â
Berdasarkan data dari bidang Kesehatan Masyarakat Dinas Kesehatan Kabupaten Asmat, penanggulangan terpadu campak dan gizi buruk  terdapat 59 korban meninggal dari tiga distrik Fayit, Aswi, dan Pulau Tiga. Â
Terpencilnya ketiga tempat itu untuk menjangkau tempat akses puskemas menjadi kendala. Tapi yang sangat disayangkan kenapa sampai gizi buruk pun terjadi di sana.  Seolah-olah  Anak-anak Asmat ini bukan anak Indonesia. Â
Mereka jauh terpencil dari pusat kota Jakarta. Â Tapi mereka juga anak Indonesia yang notabene mereka juga generasi penerus bangsa ini. Jika penerus bangsa ini tidak memiliki masa depan karena kesehatannya yang sangat rentan, bagaimana dengan wakil rakyat yang sekarang ini di Pusat? Â Sudahkan mereka mengunjunginya dan sudahkan mereka memberikan perhatian atau membuat gerakan atau suatu program kemiskinan untuk Asmat?
Pertanyaan saya masih ada dalam kalbu sangat banyak sekali.
Ketiga, Â saya terperanjat bahwa ditengah minusnya hasil legislasi dari DPR yang targetnya menyelesaikan 49 Undang Undang ternyata hasilnya hanya 4 Undang-Undang pada tahun 2017. Â
Suara perempuan belum didengarkan atau diprioritaskan  Awalnya saya berharap bahwa pada tahun 2018 ini  DPR akan mengubah pola kerja dalam pembuatan legislasi dengan memasukkan tiga RUU (rencana Undang Undang No 1 Tahun 1974 tentang Perkwainan , RUU Tentang Perlindungan Pekerja Rumah Tangga (RUU PPRT) dan RUU Tentang keadilan dan kesetaraan Gender (RUU KKG)  .
Sayang seribu sayang ternyata harapan saya kandas karena ketiga RUU itu tidak masuk dalam Program Legislasi Nasional (Prolegnas) Prioritas 2018.
Bagaimana memperjuangkan  pernikahan anak jika batas usianya masih sebatas 12 tahun diperbolehkan, bagaimana pelecehan baik itu verbal maupun fisik buat perempuan masih juga tidak ada efek jeranya karena UU tidak ada,  bagaimana seorang PRT  dapat dilindungi dari kekejaman majikan jika tidak ada UU nya.Â
Perjuangannya masih jauh dari kenyataan. Semoga Pak Bambang bisa membantu dalam hal ini.
Keempat, sebenarnnya ini sangat politis dimana saya sendiri kurang mengerti apa maksudnya DPR mengadakan Pembentukan Panitia Khusus Hak Angket terhadap Komisi Pemberantas Korupsi (KPK).Â