Dear Pak Bambang,
Perkenalkan saya sebagai seorang ibu yang tidak pernah mengenal dunia politik Indonesia tapi ingin mendapat kesempatan emas untuk menyampaikan sepucuk surat untuk menyuarakan hati seorang warga atau rakyat kepada ketua barunya.
Pertama-tama saya ingin menyampaikan selamat kepada Bapak Bambang  Soesatyo yang telah diangkat sebagai Ketua DPR RI  selama  periode  2018 sampai 2019.  Â
Dibalik pengangkatan Bapak Bambang ini , saya memastikan bahwa telah banyak diantara rekan Bapak Bambang di Golkar yang sudah kasak kusuk bagaimana jika dirinya dicalonkan sebagai Ketua DPR. Â Dari perbagai pertimbangan ternyata Bapaklah yang ditunjuk sebagai Ketua DPR dari Partai Golkar .
Setelah upacara pengangkatan selesai, Â tentunya Bapak sekarang sudah mulai dengan kepusingan dari berbagai acara ritual sebagai Ketua DPR bahkan program-program DPR yang sempat belum terealisir.
Sebelum Bapak menyusun program Bapak, perkenankan saya menyuarakan 4 keinginan saya supaya suara rakyat memang benar --benar dapat didengar oleh Ketuanya.
Pertama, saya berpikir keras sekali bagaimana jika  citra kerja dari DPR yang terpuruk itu selama bertahun-tahun,  dapat  dirubah ditangan seorang Bambang Soesatyo.  Saya masih percaya bahwa DPR itu wakil rakyat bukan wakil dari partai politik.  Ketika manusia-manusia yang disebut dengan anggota DPR itu duduk di kursi kehormatan,  selayaknya mereka memikirkan kepentingan rakyat . Â
Bukan kepentingan pribadi untuk kekuasaan, bisnis atau partainya. Â Saya sempat pesimis bertahun-tahun kapan semua anggota DPR itu yang mewakili Dapilnya itu bukan hanya cari proyek saja, tapi melihat kenyataan buruk yang ada di sekitar tempat Dapil yang miskin. Â
Bukan sekedar diundang di Dapil untuk meresmikan proyek lalu menginap di hotel, dijamu dengan makanan enak, diantar dan pulangnya diberikan oleh-oleh. Â Rindu saya bahwa DPR juga mengenal kemiskinan rakyatnya, memperjuangkan hak kemiskinan itu dalam rapat dan berikan haknya untuk perbaikannya.
Saya melihat sebuah foto seorang anak yang kurus kering bernama Barnabas dirawat di RSUD Agats Kabupaten Asmat , Provinsi Papua menderita campak dan gizi buruk. Â Â Barnabas adalah salah satu dari korban anak kurang gizi, tapi ada 61 anak Anak Meninggal di Asmat. Â Â
Tragedi kemanusiaan di negara kaya raya, Indonesia. Â Sebuah tempat terpencil yang jauh dari akses kesehatan. Tangisan dari ibu-ibu yang kehilangan anak-anaknya , meninggal karena masalah gizi buruk dan radang paru-paru. Â Â
Berdasarkan data dari bidang Kesehatan Masyarakat Dinas Kesehatan Kabupaten Asmat, penanggulangan terpadu campak dan gizi buruk  terdapat 59 korban meninggal dari tiga distrik Fayit, Aswi, dan Pulau Tiga. Â
Terpencilnya ketiga tempat itu untuk menjangkau tempat akses puskemas menjadi kendala. Tapi yang sangat disayangkan kenapa sampai gizi buruk pun terjadi di sana.  Seolah-olah  Anak-anak Asmat ini bukan anak Indonesia. Â
Mereka jauh terpencil dari pusat kota Jakarta. Â Tapi mereka juga anak Indonesia yang notabene mereka juga generasi penerus bangsa ini. Jika penerus bangsa ini tidak memiliki masa depan karena kesehatannya yang sangat rentan, bagaimana dengan wakil rakyat yang sekarang ini di Pusat? Â Sudahkan mereka mengunjunginya dan sudahkan mereka memberikan perhatian atau membuat gerakan atau suatu program kemiskinan untuk Asmat?
Pertanyaan saya masih ada dalam kalbu sangat banyak sekali.
Ketiga, Â saya terperanjat bahwa ditengah minusnya hasil legislasi dari DPR yang targetnya menyelesaikan 49 Undang Undang ternyata hasilnya hanya 4 Undang-Undang pada tahun 2017. Â
Suara perempuan belum didengarkan atau diprioritaskan  Awalnya saya berharap bahwa pada tahun 2018 ini  DPR akan mengubah pola kerja dalam pembuatan legislasi dengan memasukkan tiga RUU (rencana Undang Undang No 1 Tahun 1974 tentang Perkwainan , RUU Tentang Perlindungan Pekerja Rumah Tangga (RUU PPRT) dan RUU Tentang keadilan dan kesetaraan Gender (RUU KKG)  .
Sayang seribu sayang ternyata harapan saya kandas karena ketiga RUU itu tidak masuk dalam Program Legislasi Nasional (Prolegnas) Prioritas 2018.
Bagaimana memperjuangkan  pernikahan anak jika batas usianya masih sebatas 12 tahun diperbolehkan, bagaimana pelecehan baik itu verbal maupun fisik buat perempuan masih juga tidak ada efek jeranya karena UU tidak ada,  bagaimana seorang PRT  dapat dilindungi dari kekejaman majikan jika tidak ada UU nya.Â
Perjuangannya masih jauh dari kenyataan. Semoga Pak Bambang bisa membantu dalam hal ini.
Keempat, sebenarnnya ini sangat politis dimana saya sendiri kurang mengerti apa maksudnya DPR mengadakan Pembentukan Panitia Khusus Hak Angket terhadap Komisi Pemberantas Korupsi (KPK).Â
Tapi kegusaran hati saya ingin saya tuangkan.  Jika  dulu Bapak Bambang sebagai anggota Pansus Hak Angket dan sekarang sudah jadi ketua DPR, selayaknya  tugas dari Pansus Hak Angket itu sudah bisa dibubarkan.
Sekian dari saya,
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H