Acara prom berjalan baik, ada pertunjukan band sekolah, tarian break dancedari grup ekskul menari dan drama grup teater. Semua orang tampaknya baik-baik saja setelah dua minggu lalu muncul berita tentang tindakan Kara dan ayahnya. Ayahnya sudah terkena infeksi parah sehingga dia menjadi sangat pemarah dan mudah menyerang siapa saja. Mungkin itu alasannya kenapa mereka tinggal di rumah yang agak terpencil dan Kara tidak pernah mengundang orang lain ke rumahnya. Mereka sudah diamankan oleh polisi. Sempat terjadi kehebohan dan muncul gossip-gosip miring karena Kara adalah anak yang cukup populer dan dikenal banyak orang. Tapi aku tidak menggubrisnya dan menjawab sekenanya ketika ditanya. Untunglah, sekarang hal itu sudah mereda dan semua orang tenggelam dalam kehebohan musik I Gotta Feeling-nya Black Eyed Peas.
Tiba-tiba, musik berhenti dan cahaya menghilang. Semua orang langsung menghela napas dan mengutuki mati lampu yang tiba di momen yang sangat tidak pas itu. Aku pun keluar dari sporthall sekolah yang pengap karena matinya ac itu dan mengirup udara segar di belakangnya. Langit malam itu sangat cerah dan walau gelap, ada bulan sabit dan bintang-bintang yang menerangi. “Lebih enak kalo kita dance -nya di bawah rembulan seperti ini, pasti lebih romantis dan udaranya segar.” “Setujuu.” Aku menoleh ke arah suara itu dan kulihat Trisha ada di sampingku sambil membawa tape. “Trish? Kok kamu ada disini?” Aku memandangi Trisha yang mengenakan blus putih dan celana panjang berwarna gelap. “Hehe..aku kan jalan-jalan minggu lalu dan bertemu dengan teman-temanmu yang sedang belanja perlengkapan buat prom. Kita ngobrol-ngobrol dan temanmu menawariku untuk jadi semacam bartender di bar minuman pesta nanti. Aku terima aja, toh kayaknya asik juga…tapi tadi mati lampu dan buyar pestanya. Trus aku lihat kamu keluyuran keluar, yaa aku ikuti saja.” Trisha nyengir lebar dan menyibakkan rambut yang terlihat berkilauan terkena cahaya rembulan.
“Dasar penguntit.” Kataku sambil membalas nyengirnya dengan nyengir yang lebih lebar lagi. “Idih, enak aja. O ya, mumpung aku lihat ada tape yang nggak kepake, mau pasang lagu dan dancedisini nggak?” Aku melihat tape yang kelihatannya memakai batere itu. “Emang kamu bawa kaset atau CD?” tanyaku. “Udah ada CD kok di dalamnya. Ta-da!” Trisha membuka tape itu dan ada CD di dalamnya. Tape itu pun ditutup dan dinyalakan, suara lagu yang lembut dan melankolis pun mengalun perlahan.
Dearest constellation, heaven surroundin' you
Stay there, soft and blue. Virginia Moon, I'll wait for you tonight
Sweetest invitation, breaking the day in two
Feelin' like I do, Virginia Moon, I'll wait for you tonight
“May I ask a dance from you, miss?” Trisha berlutut dan merentangkan tangannya padaku. Aku tertawa. “Sok bahasa Inggris kau!” Dia menjulurkan lidahnya. “Biarin. Emang aku lumayan jago Inggris kok. Nanti aku pasti bisa membuat semua orang kagum di sekolah!” Aku mengernyitkan dahiku. “Kau akan sekolah?” Sambil bangkit berdiri dan menerima tanganku, dia menjawab,”Iya, ayahku sudah mengurusnya. Nanti aku akan masuk sekolah SMA disini!” Wajahnya menjadi cerah dan dia tersenyum lebar, matanya berbinar-binar. Sejak ayahnya mendapat pekerjaan baru dan membenahi rumahnya, kehidupannya jadi lebih baik. Mereka juga mulai bergaul dan diterima tetangga-tetangganya.
“Mau dancenggak kau?” Trisha masih memegangi tanganku. Aku memandangi tanganku lalu dia. “Okelah, toh daripada nggak ngapa-ngapain disini. Walaupun aneh juga sama sesama cewek.” Trisha mengangkat bahunya,” Yah biarin aja. Iseng-iseng juga kan nggak apa-apa.” Sambil tertawa, aku pun menarik tangannya dan kami mulai berdansa di bawah cahaya rembulan dan bintang-bintang yang menari-nari di langit.
And now our shades become shadows in your light
In the morning wind we're through and tomorrow rescues you,