Mohon tunggu...
Dyah Pratitasari
Dyah Pratitasari Mohon Tunggu... profesional -

Full time Mama | Breastfeeding Counsellor | Serves Preggos | Holistic Life Runner | pritazamzam@gmail.com | FB: Dyah Pratitasari | Twitter: @PritaZamZam\r\n

Selanjutnya

Tutup

Edukasi Artikel Utama

Cantik Bersinar Usai Melahirkan, Mungkinkah?

5 Mei 2015   10:06 Diperbarui: 17 Juni 2015   07:22 224
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
1430795015232686425

[caption id="attachment_381923" align="aligncenter" width="600" caption="foto: http://inagist.com/all/595238996789350401/"][/caption]

Kate Middleton, istri Pangeran William dari Kerajaan Inggris, melahirkan anak keduanya di Rumah Sakit St Mary, Paddington, London, dua hari yang lalu. Bayi berjenis kelamin perempuan itu lahir sehat, dengan berat 3,7 kilogram.

Selang 10 jam pasca persalinan, Kate sudah meninggalkan rumah sakit.

Media di berbagai penjuru dunia menerbitkan fotonya dalam balutan dress warna kuning. Rambutnya terurai, mengenakan make up tipis, dan sepatu hak tinggi. Menggendong bayi dengan senyum mengembang. Melambaikan tangan pada masyarakat dan juru foto, didampingi suami tercinta.

Di media sosial, para wanita menanggapi penampilan perdana Kate tersebut dengan berbagai komentar. Ada yang ikut meluapkan kegembiraannya karena tokoh dunia ini melahirkan secara sehat selamat, normal pula. Ada juga yang mencemooh dan berprasangka.

"Habis lairan mana mungkin bisa cantik. Yang ada juga teler dan nggak kuat ngapa-ngapain. Kasihan banget baru 10 jam lairan udah disuruh keluar dari rumah sakit", tulis sebuah akun dalam komentar.

Masa sih orang habis lairan bisa bugar secepat itu, bisa pakai hak tinggi, dengan wajah berseri-seri pula?

....

Ingatan saya melayang pada sebuah kenangan, (lebih dari) sembilan tahun yang lalu.

Pada persalinan pertama, saya diinduksi karena sebab yang sampai saat ini pun tidak saya ketahui secara pasti. Yang saya ingat, semua pemeriksaan dinyatakan baik. Hanya saja, saat itu bertepatan dengan HPL namun bayi belum lahir. Jadi, saya disarankan untuk induksi.

Tetes demi tetes infus mengalir. Saat itu juga, saya resmi putus hubungan dengan tubuh sendiri.

Rasa mulas yang tadinya hadir seperti gelombang datang dan pergi, tiba-tiba menghempas dan menghunjam tanpa bisa dikendalikan. Semua sensasi hilang. Yang ada hanyalah rasa sakit tak tertahankan. Detik demi detik itu saya lalui tanpa kesadaran. Yang ada hanyalah teriakan dan tangisan, agar semua segera berakhir.

Terserah bayinya mau diapain. Terserah badan saya mau diapain. Yang penting proses ini segera selesai.

Alhasil, ketika bayi lahir saya sudah kelelahan. Jangankan ingin memeluk dan mendekap, melihatnya pun sudah tak sanggup. Tulang demi tulang dalam tubuh saya seolah diluruhi. Yang saya inginkan hanyalah memejamkan mata, tak ingin diganggu oleh siapapun. Termasuk oleh si bayi.

Berdasarkan ingatan ini, saya bisa memaklumi komentar-komentar yang menganggap cantik habis lahiran itu merupakan "hil yang mustahal", alias nggak mungkin.

Saya paham bahwa tanggapan dan cara pandang sinis mereka hanyalah bentuk "recall memory" tentang persalinan yang pernah terekam dalam pikiran, dan mungkin justru memori seperti ini yang dimiliki oleh banyak orang.

Termasuk saya sendiri, beberapa tahun lalu.

....

Diri ini mengambil napas panjang, dan mengijinkan memori dalam kepala mengarungi perjalanan berikutnya. Menuju kenangan melahirkan anak kedua.

Pengalaman melahirkan anak pertama membuat saya banyak belajar. Bahwa ternyata, rajin kontrol ke dokter, makan sehat, rutin minum suplemen dan mencari rekomendasi dokter/rumah sakit terbaik itu sama sekali belum cukup.

Saya mulai mencari informasi sebanyak-banyaknya tentang kehamilan dan persalinan. Memberdayakan diri luar dalam secara fisik, mental dan spiritual. Mempelajari jurnal-jurnal penelitian. Mempraktikkannya dalam latihan-latihan yoga, taichi, hypnobirthing, jalan kaki, berjemur di bawah sinar matahari, menginjak rerumputan yang basah oleh sinar matahari pagi. Setiap hari.

Saya belajar, bahwa dalam persalinan, yang akan "menentukan" nasib tubuh dan bayi saya nanti adalah bagaimana cara saya memandang-memperlakukan-dan bertanggungjawab pada diri sendiri.

Alhamdulillah, Tuhan berkenan menitipkan pengalaman yang 180 derajat berbeda dari sebelumnya: Proses kehamilan sehat dengan stamina jauh lebih prima, persiapan melahirkan yang jauh lebih matang dan berkesadaran, berada dalam lingkungan yang aman, penuh dukungan dan suasana kasih sayang.

Hormon cinta itu pun hadir. MELIMPAH RUAH.

Oksitosin membuat saya mampu melalui proses persalinan yang sepenuhnya alamiah. Tanpa perlu induksi, tanpa perlu kesakitan, bahkan tanpa perlu mengejan saat mengeluarkan bayi.

Bibir saya kembali menyungging senyum, ketika memandangi satu demi satu dokumentasi persalinan anak kedua kami.

Here i am.

Saat itulah, untuk pertama kalinya saya membuktikan sendiri. Bahwa usai melahirkan bayi, seorang perempuan BISA dan MUNGKIN BANGET kok berada dalam kondisi bugar, segar, berbinar-binar. CANTIK. Bahkan kelihatan jauh lebih cantik dari biasanya.

Pasca bersalin, saya justru seperti baterai yang baru saja recharge. Penuh energi. Hepi. Semu merah di pipi.

Pengalaman itu juga dirasakan oleh banyak perempuan, dan beberapa di antaranya saya saksikan dengan mata kepala sendiri. Termasuk mereka, yang menjalani proses persalinan secara operasi dengan penuh kesadaran dan persiapan matang.

....

Oleh sebab itu, saya pun SEPAKAT dengan ucapan Hannah Dahlen, Associate Professor of Midwifery dari University of Western Sydney: Bahwa Kate BISA berjalan menuruni tangga, masuk mobil, dan meninggalkan rumah sakit dalam keadaan berseri-seri (yang konon tidak seperti orang habis melahirkan) karena ia memiliki pengalaman persalinan yang positif, minim trauma.

Dalam persalinan yang minim trauma, tubuh seorang perempuan dibanjiri oleh "hormon cinta". Persis seperti yang kita rasakan seusai ber "uh-uh-ah" dan mencapai orgasme saat bercinta ;)

Penyebabnya?

"They are pumping with oxytocin, the hormone of love connection, which will help breastfeeding happen, and help the mother fall in love with the baby and the newborn fall in love with the mother," kata Dahlen.

Kita memang nggak perlu tampil seheboh Kate yang putri kerajaan.

Namun percayalah, bahwa kita bisa menjadi seorang "putri" seperti dia. Memiliki kondisi bugar, segar, berbinar-binar, cantik, dan nggemesin pasca melahirkan merupakan hal yang SANGAT MUNGKIN.

Bahkan, sejatinya mungkin memang demikianlah seharusnya.

Karena, "Jika seorang perempuan tidak secantik bidadari selama proses dan setelah persalinan, artinya ia tidak diperlakukan secara layak". Demikian Ina May Gaskin, seorang tokoh persalinan alami, menyatakan.

...

Jadi, kalau masih ada yang iri dan galau dengan pengalaman Kate kemarin, itu merupakan awal yang baik: sebagai motivasi untuk memulai.

Berdayakan diri secara maksimal selama hamil, pahami bagaimana tubuh kita bekerja, kondisikan agar ia mampu diajak bekerjasama, cari dukungan dari lingkungan sekitar, didampingi oleh tenaga medis kompeten yang sabar, serta manfaatkan perkembangan ilmu pengetahuan - kecanggihan teknologi secara bijak dan rasional. Sesuai kebutuhan.

Mulai perubahan itu dari cara yang paling mudah, lingkup yang paling kecil: DIRI SENDIRI.

Semoga Tuhan berkenan menjadikan pengalaman positif Kate dalam melahirkan sebagai "milik" semua perempuan.

Salam :)

Dyah Pratitasari
Full time Mama, part time doula & konselor menyusui

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
Mohon tunggu...

Lihat Konten Edukasi Selengkapnya
Lihat Edukasi Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun