Peternak. Pemerintah hanya terlihat seperti petugas pemadam kebakaran yang baru bisa hadir disaat api sudah membesar, serta jika ada solusinya dari Pemerintah hanyalah tindakan solusi yang biasa biasa saja dan sementara, akibatnya permasalahan yang sama dan berulang selalu muncul kembali.
Permasalahan di perunggasan Nasional sampai hari ini adalah selalu berulang ulang dalam hal yang sama. Artinya adalah upaya Pemerintah selama ini BELUM BISA MAKSIMAL dan PEMERINTAHÂ cq. Kementerian Pertanian RI Dirjen PKH bersama para stafnya SERING TIDAK CEPAT HADIRÂ didalam semua permasalahan Perunggasan Nasional dan selalu menunggu datangnya laporan dari paraBiasanya para Peternak Unggas mandiri jika harga Live Bird (LB) jatuh selalu berteriak sampai berkali kali demo didepan gedung Kementerian Pertanian RI. Hal ini sudah terjadi sebelum dan sesudah adanya Pandemi Covid-19. Bahkan terjadi juga demo besar para peternak di Blitar dan Solo. Selanjutnya akan ada lagi demo para Peternak Mandiri selanjutnya.
Biasanya yang keluar untuk menghadapi para demonstran Peternak Rakyat dan media massa adalah Dirjen PKH. Hal demo ini sesungguhnya mempermalukan jangka panjang pihak Menteri Pertanian seolah olah tidak ada kemampuan untuk mensolusi tuntas tentang permasalahan perunggasan nasional yang dihadapi para peternak rakyat selama ini.
ARTINYA MEMANG SELALU TIDAK PERNAH ADA SOLUSI YANG MENDASAR dan BERJANGKA PANJANG DARI DIRJEN PETERNAKAN (PKH) SELAMA INI. Yang ada adalah beberapa solusi yang sangat sementara sifatnya hanya dengan kebijakan Cutting untuk pengurangan jumlah DOC-FS di pasaran, yang berakibat selalu berdampak naiknya harga DOC sehingga mempersulit para Peternak Rakyat untuk Chick-in. Dengan kata lain Program Cutting jangan dijalankan (Penyebab kenaikan harga DOC di Peternak Rakyat), karena biasanya ketentuan Cutting dilapangan tidak berjalan sesuai dengan rencana dan kesepakatan.
Jika kita memperhatikan kalimat pada Pasal 33 ayat (3) UUD 1945 serta UU No. 25 TAHUN 2007 :
A). UUD 1945 Pasal 33 ayat (3) mengamanatkan bahwa "Bumi, air dan kekayaan yang terkandung di dalamnya dikuasai oleh negara dan dipergunakan sebesar-besarnya bagi kemakmuran rakyat".
Kekayaan alam sebesar besarnya digunakan untuk Kemakmuran seluruh Rakyat. UUD 1945 pasal 33 ayat (1) "Perekonomian disusun sebagai usaha bersama berdasar atas azas kekeluargaan" serta berkeadilan.
B). UU No.6/1967 sejak program Bimas dan Inmas lalu diubah menjadi UU No.18/2009 UU PKH Â s/d sekarang sudah berjalan selama 14 tahun pada hakikatnya, diselenggarakannya usaha Peternakan di Indonesia adalah : Â Â Â Â Â
1). Untuk penyediaan dan memperluas pertumbuhan Lapangan Kerja, dan memberikan Kesempatan berusaha bagi seluruh rakyat Indonesia.Â
2). Penyediaan Protein Hewani yang berkualitas, cukup dan terjangkau. Â Â Â Â Â Â Â Â Â Â Â Â Â Â Â
3). Menghasilkan devisa Negara yaitu dengan Export. Â Â Â Â Â Â Â Â Â Â Â Â Â Â Â Â Â
4). Pemerintah butuh pemasukan dari Pendapatan Pajak. Untuk dapat melanjutkan pembangunan infrastruktur serta fasilitas penting pendukukung produktifitas bagi publik Indonesia serta lain lainnya. Â Â Â
C). UU Penanaman Modal No. 25 TAHUN 2007, hadirnya investasi PMA maupun PMDN adalah bertujuan untuk memberikan manfaat memberdayakan dan meningkatkan kesejahteraan rakyat dengan meningkatkan pertumbuhan ekonomi nasional. Bukan malah usaha rakyat yang telah ada, malah digusur oleh Investor PMA ter-Integrasi. Dalam hal pemerintah harus dapat berwibawa benar benar melindungi ekonomi rakyat serta mengawasi para investor agar sesuai dengan perundangan undangan yang ada dan berlaku, diperlukan sebuah perangkat KEPPRES dan PERDA yang dapat memberikan sanksi atas pelanggaran perundangan undangan yang dilakukan para perusahaan ter-Integrasi.
Adanya praktek usaha didalam sektor Perunggasan selama ini secara Monopoli, Kartel dan Oligopoli adalah jelas sangat bertentangan dengan UUD 1945, UU KPPU No.5/1999, UU UKM No.20/2008. Â Â Â Â Â Â Â Â Â Â
Malah yang berlangsung selama ini adalah praktek monopol dan oligopoli pada Usaha Bisnis Perunggasan secara Nasional yang telah beromzet Rp.700 Triliun/Tahun. Para perusahaan besar ter-Integrasi sudah menguasai lebih 80% pangsa pasar oleh investor PMA Perunggasan terintegrasi dan selebihnya yang saat ini mengalami mati usaha bukan hanya peternak rakyat tetapi perusahaan Feed Mill (FM), Breeding Farm (BF) dan PT. Obat banyak yang mati usaha (Tidak dalam usaha terintegrasi). Yang mati usaha bukan karena terpaan Pandemi Covid-19 tetapi adalah karena masih berjalannya UU-PKH No.18 Tahun 2009 ini yang secara terselubung melegalisir dan memfasilitasi praktek usaha secara Monopolistik pada ekonomi perunggasan nasional.
D). Tentang pola Kemitraan, ini catatan saat JR UU No.18/2009 di MK tahun 2015 bahwa UU PKH tersebut bisa berjalan asal untuk budidaya harus berjalan secara pola kemitraan dengan dan oleh PT Integrator langsung. Dalam opini dan putusan Hakim MK, hal ini penting agar peternak UMKM bisa berlangsung usahanya dan berkelanjutan.
Pada kenyataannya sesudah putusan MK ini berjalan selama 8 tahun malah usaha para peternak unggas habis dan peternak semakin terpuruk akibat praktek Monopoli dan Kartel terselubung tersebut masih berjalan. Selanjutnya UU ini (No.18/2009) tidak mampu mensejahterakan para Peternak Rakyat, tetapi kenyataannya adalah untuk melindungi PT. Integrator yang semakin hari semakin melimpah keuntungan mereka.
Kemudian peternak yang jadi mitra juga bukan peternak UKM petani peternak tetapi para pendatang baru yang belum paham permasalahan mikro makro Perunggasan diantaranya adalah para pejabat yang aktif maupun masuk masa pensiun yang diajak Kemitraan oleh para perusahaan Integrator supaya tertarik dan mau investasi.
Ada juga sebagian peternak mandiri dan peternak pendatang baru tadi yang memiliki modal, ikut bergabung dalam Kemitraan Inti PT integrator. Ada sebanyak 13 peternak Kemitraan dengan kandang CH (Closed House) kapasitas 40.000 s/d 200.000 ekor/kandang. Yang masih bertahan dalam Kemitraan hingga sekarang hanya tinggal 4 peternak yang 9 peternak dan kandang serta tanahnya sudah diambil PT integrator. (info dari Dinas Kabupaten Bandung). Ini adalah sebuah analogi bukti bahwa POLA KEMITRAAN di PERUNGGASAN TIDAK BISA BERJALAN BAIK karena lemahnya PERUNDANG UNDANGAN serta lemahnya PENGAWASAN Intensif dari PEMERINTAH.
Selama ini yang terjadi adalah Produk LB budidaya Peternak Rakyat bertemu pada pasar yang sama dengan Budidaya Integrator besar yaitu pada Pasar Tradisional pasar dalam negeri. Inilah yang membuat terjadinya disparitas yang jomplang sangat tinggi antara harga LB budidaya Peternak Rakyat dengan harga LB Budidaya para perusahaan Integrator besar. Inilah sesungguhnya "BIANG KEROK PERMASALAHAN PERUNGGASAN NASIONAL" SELAMA INI. Yaitu UU No.18 Tahun 2009 jo. UU No.41 Tahun 2014 adalah sebuah UU yang tidak memiliki nilai KEADILAN didalam ayat ayatnya. Selama ini PEMERINTAH TIDAK PERNAH MAU MENGEVALUASI UU INI kearah yang lebih ADIL walaupun para Peternak Rakyat sudah JR (Judicial review) UU-PKH No.18 Tahun 2009 di Mahkamah Konstitusi (MK) pada tahun 2015.
Analisa berdasarkan fakta lapangan dari "Perhimpunan Peternak Unggas Indonesia (PPUI)" :
Beberapa faktor yang langsung mempengaruhi TERJADINYA pengaturan dan pengendalian produksi DOC (Day Old Chick) FS Ayam Ras Pedaging adalah :
Semua ini, terjadi karena pengaruh daya beli yang sangat lemah didalam masyarakat akibat dari :
1. Dampak dari kondisi Pandemi Covid19 sejak 2020 hingga 2023 yang diikuti dengan berbagai keputusan makro ekonomi dari Pemerintah 2020-2021-2022 yang berdampak sangat berat kepada sektor riil.
2. Adanya keputusan makro ekonomi dengan kenaikan harga BBM secara berkali kali yang dilakukan oleh Pemerintah. Semakin menambah beban kehidupan masyarakat dan menambah perlemahan daya beli.
3. Protein Hewani satu satunya yang paling terjangkau oleh daya beli masyarakat saat ini adalah Daging dan Telur Ayam. Karena anjloknya daya beli pada masyarakat berdampak kepada konsumsi protein hewani khususnya unggas.
4. Harga daging ayam yang semakin menurun di pasar LB (Live Bird) karena terjebak dalam daya beli masyarakat yang sangat lemah, membuat rencana supply kedalam pasar konsumen juga harus dikurangi. Disamping itu adanya permainan dikeluarkannya stock karkas pada setiap Cold Storage para perusahaan besar perunggasan untuk mendapatkan peluang harga yang baik di pasar.
5. Semua para peternak unggas melakukan penyesuaian Chick-in dan berdampak kepada Breeding Farm BF) juga harus mengurangi populasi DOC Final Stock-nya dengan cara Pengendalian produksi dilakukan melalui afkir dini PS umur 50-54 minggu dan cutting HE fertil umur 19 hari. Â
6. Seharusnya Pemerintah sudah saatnya mendrive para perusahaan PT. Integrator, budidaya FS-nya WAJIB EXPORT dan sudah saatnya mereka ditugaskan untuk mendatangkan devisa bagi Negara dari sektor usaha perunggasan. Pemerintah sebaiknya membuat PERPRES atau KEPPRES SEGMENTASI PASAR untuk itu dalam hal Segmentasi Pasar dimana usaha Budidaya Peternakan Rakyat khusus untuk memenuhi Pasar Dalam Negeri. Â Â Â Â Â Â Â Â Â
7. Jikalau para PT Integrator tidak bisa diatur oleh Pemerintah, sebaiknya sesuai dengan keputusan di MK dan sebab adanya PT. Berdikari sektor Perunggasan, kita jadikan saja PT.Berdikari menjadi lokomotif UMKM Peternakan Unggas dan kita para Peternak Rakyat bersama PT.Berdikari ter-Integrasi bersaing sehat dengan PT. Integrator dengan formula bagan usaha Closed Loop Ekosistem Perunggasan yang dikembangkan lagi. Selama ini kita perhatikan, malah PT.Berdikari Perunggasan terkooptasi dengan permainan konspirasi PT. Integrator Unggas, sehingga PT.Berdikari melenceng dari missi tujuan semula. Â Â Â Â Â Â Â
Tetapi kenyataan dilapangan Pengendalian produksi ini (Cutting) tidak berjalan sesui dengan perencanaan sebagai akibat dari pengawasan yang tidak baik dari pihak pelaksana Pemerintah pada masing masing BF.
Akibat adanya Cutting adalah yang terjadi tingkat harga DOC untuk para Peternak menjadi naik dan mahal yang terjadi pada setiap Pengendalian produksi DOC di BF, sementara pada kandang kandang Komersial Budidaya para perusahaan Integrator dalam kapasitas penuh untuk mengimbangi dan antisipasi kekurangan daya beli untuk Chick-in pada masing masing para Peternak Pembudidaya.
Adanya pengaturan didepan tentang Pengendalian produksi DOC, semua ini terjadi dan berjalan tanpa koordinasi yang baik dan tanpa adanya Pengawasan yang baik lanjutan dari Pemerintah sehingga yang terjadi adalah Kartel harga LB yang dilakukan oleh para Perusahaan terbesar terjadi. Sehingga sangat berdampak kepada para Peternak Rakyat yang populasinya kecil dan HPP-nya selalu tinggi karena variable harga pokok Peternak Rakyat adalah membeli dari para perusahaan Integrator, sedangkan harga panen LB ditentukan para perusahaan Integrator.
Permasalahan Perunggasan yang kita hadapi selama ini sudah sejak 3 dekade (30 tahun) adalah berfluktuasi nya harga LB sepanjang tahun yang sangat menekan kehidupan usaha budidaya Peternak Rakyat dan banyak yang mengalami kerugian.
Disamping mekanisasi makro ekonomi yang mempengaruhi kuat sektor riil, di sektor perungasan, jangan percaya begitu saja tentang anggapan "karena yang mengakibatkan turun naiknya harga daging ayam itu tergantung jumlah permintaan konsumen kalau misalkan permintaan naik maka harga juga akan melonjak". Tidak seperti hukum permintaan dan penawaran secara normal yang terjadi di pasar Nasional tentang harga komoditi Perunggasan.
Yang nyata terjadi adalah karkas beku dari ColdStorage (karkas dibeli simpan ketika harga mereka hancurkan dipasar-hal ini sering dilakukan pemain besar) dikeluarkan secara besar besaran agar berpeluang bisa menikmati harga karkas yang sedang tinggi (Penyimpanan pada Cold Storage merupakan spekulan daging unggas), dampaknya adalah harga karkas ayam hanya beberapa hari saja bisa menukik secara tajam dan ini adalah karakter perilaku pengusaha besar Integrator perunggasan adanya kesengajaan melimpahkan karkas beku untuk bisa menikmati harga karkas yang sedang tinggi.
Kenapa Peternak Rakyat selalu rugi ?
1. Karena harga DOC FS selalu tidak stabil,
2. Karena kwalitas DOC FS tidak stabil,
3. Karena harga Pakan Broiler tidak stabil,
4.Karena kwalitas Pakan Broiler tidak stabil,
5. Karena Peternak Rakyat diposisi usaha ditengah-tengah,
6. Karena Peternak Rakyat tidak punya usaha Hulu dan juga tidak punya usaha Hilir,
7. Karena Peternak Rakyat tidak punya pasar di lapak pasar tradisional,
8. Karena Broker binaan para Integrator selalu mempermainkan harga LB,
9. Karena LB & Karkas digiring sehingga merupakan unit usaha berbeda yang seharusnya menjadi satu kesatuan yang tidak terpisahkan dalam sistem rantai pasok kepada konsumen.
Semua ini seharusnya dapat dipetakan dan diformulasikan secara holistik oleh Pemerintah untuk dapat berbuat nyata dalam penyelamatan serta mempertahankan usaha budidaya para Peternak Rakyat sehingga bersama sama bisa bersinergi dengan para perusahaan besar perunggasan yang ter-Integrasi yang sudah seharusnya berorientasi ekspor.
Dengan mengacu pada sasaran pembangunan yang hendak dicapai, maka arah kebijakan pembangunan yang ditempuh dalam Rencana Kerja Pemerintah (RKP) utamanya akan fokus pada upaya pembangunan sumber daya manusia dan pemerataan wilayah, yang dapat menggerakkan pertumbuhan ekonomi melalui investasi dan ekspor. Untuk mendukung arah kebijakan tersebut, strategi pelaksanaan pembangunan dituangkan ke dalam lima Prioritas Nasional, yaitu :
1. Pembangunan Manusia dan Pengentasan Kemiskinan;
2. Infrastruktur dan Pemerataan Wilayah;
3. Nilai Tambah Sektor Riil, Industrialisasi dan Kesempatan Kerja;
4. Ketahanan Pangan, Air, Energi, dan Lingkungan Hidup; dan
5. Stabilitas Pertahanan dan Keamanan.
Kelima Prioritas Nasional tersebut selanjutnya diterjemahkan ke dalam Program Prioritas. Penjabaran lebih lanjut dari masing-masing Prioritas Nasional dalam RKP Tahun berikut ini. Malah saat ini prioritas tersebut melenceng.
Saran dan Solusi UNTUK PERUNGGASAN NASIONAL :
1. Pemerintah seharusnya membuat sebuah strategi solusi yang berjangka panjang dengan memaksa BUMN Perunggasan untuk membuat BF dan FeedMill dan RPHU & Cold Storage serta Pengolahan daging & telur ayam sendiri dan bermitra yang terpadu (terintegrasi vertikal-horizontal) dengan para pembudidaya Peternak Rakyat dengan kandang kandang populasi kecil 10.000 ekor/kandang yang sudah Full Closed House.
2. Posisikan Peternak Rakyat bisa berkembang  dan berpendapatan dan ini adalah tugas Pemerintah dalam amanat UU dengan cara melihat semua permasalahan dalam perunggasan secara holistic dan dengan solusi pemerintah yang juga holistik berjangka panjang.Â
3. Untuk menumbuh kembangkan Peternakan Rakyat Mandiri, diperlukan kebijakan Pemerintah untuk Mengeluarkan KEPPRES atau INPRES tentang Perunggasan yang isinya adalah :Â
A. Bagi semua output Produksi dalam hal Budidaya Final Stock dari para perusahaan besar Terintegrasi Perunggasan termasuk budidaya Kemitraannya, SEHARUSNYA DIARAHKAN KEPADA PASAR EXPORT.Â
B. Semua Budidaya dari Peternakan Rakyat Mandiri, pemasaran LB dan Karkasnya untuk memenuhi kebutuhan Pasar Dalam Negeri sehingga Peternak Rakyat bisa hidup kembali berusaha di usaha Budidaya Unggas.
4. Pemerintah secepatnya merevisi atau mengganti UU No.18 Tahun 2009 jo. UU No.41 Tahun 2014 adalah sebuah UU yang tidak memiliki nilai KEADILAN didalam ayat ayatnya. Atau sebagai solusi cepat Pemerintah bisa menerbitkan KEPPRES atau PERPRES yang berkeadilan proporsional dengan adanya segmentasi pasar khusus untuk pemasaran hasil Perunggasan.
5. Pemerintah melalui Kementerian Pertanian RI seharusnya sudah bisa memiliki himpunan data tentang potensi perunggasan nasional yang pada saat ini baru saja mencapai konsumsi per kapita 13,74 Kg/tahun daging ayam, perputaran uang dalam bisnis perunggasan ini telah mencapai Rp.720 Triliun/tahun. Masih ada proses waktu peluang untuk target konsumsi Nasional per kapita rakyat Indonesia 20 Kg/tahun. Tidakkah terfikirkan adanya "Program Perkebunan Jagung" yang juga bisa melibatkan para Petani Jagung dalam bentuk "badan usaha Koperasi Petani Jagung diseluruh Indonesia" ? Secara intensifikasi dan ekstensifikasi pertanian jagung Agar Perunggasan Nasional memiliki kemampuan daya saing yang tinggi kini dan kedepan ? Indonesia perlu devisa yang besar dari produktifitas pangan Protein hewani unggas yang bisa untuk ekspor !!!Â
6. Cara Pengendalian produksi dilakukan melalui afkir dini PS umur 50-54 minggu dan cutting HE fertil umur 19 hari adalah dilapangan tidak berjalan dengan konsekwen dan tidak efektif mencapai keseimbangan Supply dan Demand di pasar sehingga yang terjadi adalah kenaikan harga DOC yang sangat mahal di peternak rakyat. Sesungguhnya tidak diperlukan Pengendalian produksi DOC di BF, sebaiknya Pemerintah membiarkan saja populasi di BF sehingga harga DOC tidak naik atau malah bisa turun di Peternak Rakyat.
7. Sudah sering terjadi Pengendalian produksi DOC di BF oleh Pemerintah sejak sebelum Pandemi Covid19, akan tetapi belum ada solusi yang terbaik dari Pemerintah misalnya menampung seluruh kelebihan pasokan LB sehingga bisa disimpan kedalam Cold Storage besar yang nantinya bisa dijual disaat adanya solusi dari Pemerintah untuk stabilisasi harga daging ayam dimasyarakat. Â Â
Masukan untuk mengatasi daya beli yang lemah dalam masyarakat adalah tantangan kompleks dari Pemerintah yang melibatkan banyak faktor ekonomi, sosial, dan kebijakan. Berikut beberapa solusi yang dapat dipertimbangkan dan dijalankan :
1. Pengembangan Ekonomi Lokal : Diperlukan kemampuan kreatifitas dari para aparat Pemerintah Daerah untuk bisa mendorong pengembangan usaha mikro, kecil, dan menengah (UMKM) dapat menciptakan lapangan kerja lokal dan memperkuat ekonomi daerah.
2. Promosi Sektor Ekonomi Baru : Pemerintah Daerah seharusnya berinisiatif bisa membuka peluang baru dalam addvalue sumber daya daerah bagi mendukung pengembangan sektor ekonomi baru dan inovasi sehingga dapat membuka peluang pekerjaan baru dan dapat meningkatkan daya beli.
3. Mengawasi & Kontrol Inflasi Daerah : Semua variable ekonomi digunakan untuk bisa mencegah inflasi yang tinggi melalui kebijakan moneter yang bijaksana dapat menjaga daya beli masyarakat didaerah daerah.
4. Ciptakan Sinergi Keterlibatan Swasta dan Sosial : Kerja sama dengan sektor swasta dan organisasi sosial masyarakat dalam program-program pengembangan ekonomi lebih diaktifkan lagi sehingga dapat membantu menciptakan peluang ekonomi yang lebih baik.
5. Laksanakan Kebijakan Fiskal dan Moneter yang memihak Rakyat : Pemerintah Pusat dan Daerah dapat mengimplementasikan kebijakan fiskal (misalnya, pajak yang adil) dan moneter (misalnya, tingkat suku bunga yang sesuai) yang bisa mendukung pertumbuhan ekonomi dan daya beli masyarakat.
6. Pemerintah Pusat harus mampu menjaga stabilitas harga Energi seperti BBM yang selalu dinaikkan harganya sehingga sering terjadi instabilitas ekonomi didalam masyarakat secara Nasional serta melemahkan daya beli rakyat.
7. Jadikan semua Duta Besar dan Konsulat RI di Luar negeri menjadi ujung tombak marketing seluruh aneka Produksi UMKM dari Indonesia.
8. Ciptakan sinergi disemua Propinsi & Kabupaten Daerah sehingga menjadi jaringan data yang selalu On-line System bahkan sampai kepada tingkat Kantor Kepala Desa disemua daerah. Analoginya adalah segera bangun sistem informasi dengan data pada setiap 7 hari ter-up date yaitu antara BAPPENAS dengan semua BAPPEDA Propinsi serta BAPPEDA Kabupaten hingga ke setiap Kantor KADES diseluruh Indonesia. Dari data yang ter up-date dalam 7 hari kita secara Nasional bisa membuat PERENCANAAN NASIONAL tentang apa saja dan dalam jangka periode kapan saja. Sehingga SENSUS Ekonomi, Pertanian & Peternakan serta SENSUS lainnya yang selama ini membuang tenaga dan dana bisa dihilangkan. Peralatan Laptop dan CPU disemua lembaga Pemerintah sudah sangat tersedia hanya bisa ditingkatkan maksimalisasi daya gunanya. (Ashwin Pulungan). Â
Presidium DPP - Perhimpunan Peternak Unggas Indonesia (DPP-PPUI)
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H