Dalam kenyataannya bagi beberapa peternak menilai bahwa populasi dari BF-PS sesungguhnya adalah +/-78 Juta ekor per Week. Hal ini dibuktikan dengan semakin banyaknya kandang CH yang dibangun diberbagai daerah dalam kapasitas populasi perkandang yang sangat besar disamping kandang open yang dimiliki oleh para peternak rakyat. Pada sisi lain, daya serap saat ini di masyarakat (pasar tradisional+Horeka) dalam kondisi daya beli yang sangat lemah hanya pada posisi +/- 53 s/d 58 juta ekor/week.
Selama ini Tim Analisa hanya dijadikan bumper oleh Dirjen PKH untuk mengamankan tugasnya sementara pembenahan yang dilakukan dalam Tata Produksi secara nasional tidak terlihat. Menata perunggasan Nasional tidak hanya perbibitan saja, akan tetapi menyangkut keseluruhan termasuk pembenahan UU serta ketentuan yang ada sehingga bisa sinkron dengan pembenahan Tata Produksi Unggas Nasional yang diharapkan untuk bisa mencapai daya saing hasil unggas yang tinggi.
Tata Produksi menyangkut bagaimana hubungan keterkaitan ekonomi unggas antara peternak rakyat dengan para perusahaan besar terintegrasi sehingga tidak ada pihak didalamnya yang terzalimi, tetapi semua pihak saling menerima dan saling menguntungkan dalam berusaha dibidang peternakan unggas. Termasuk didalamnya keterkaitannya dengan sisitem koordinasi dengan Pertanian Jagung yang sudah harus terintegrasi dengan Peternakan Unggas.
Beberapa Masukan dan Solusi dari Penulis :
1.Pada saat ini didalam kondisi daya beli masyarakat yang lemah, Pemerintah harus berupaya untuk meningkatkan pendapatan masyarakat (penciptaan lapangan pekerjaan) sehinga ada korelasi positifnya terhadap serapan protein hewani unggas. Seperti membangun sistem pertanian jagung yang terintegrasi dengan lini perunggasan Nasional disamping bidang produktif lainnya yang bisa meningkatkan kesejahteraan rakyat.
2. Pemerintah harus menjadi motivator peningkatan daya saing hasil perunggasan Nasional yang tinggi dengan melakukan dan membangun Tata Produksi yang tersistem antara usaha perunggasan dengan koperasi pertanian jagung dan kebutuhan bahan lainnya sehingga mempermudah munculnya kemampuan daya saing yang tinggi. Budaya "high cost economy" segera dihilangkan dalam setiap bidang produktifitas Nasional.
3. Disaat harga ayam drop karena permintaan berkurang akibat musim paceklik atau penyebab lainnya, Pemerintah melalui BULOG membangun katub pengaman harga di konsumen yaitu RPHU & Cold Storage yang efisien sehingga bisa berfungsi sebagai Buffer Stock karkas daging unggas Nasional. Disaat harga daging unggas drop, BULOG bisa membelinya untuk pengamanan harga sehingga tidak terlalu jatuh dan merugikan peternak. Dengan pola yang sama untuk barang komoditi pertanian lainnya.
4. Pemerintah seharusnya segera membangun penataan pertanian jagung bersama pihak swasta perunggasan sehingga terwujud sinergitas dan integrasi antara usaha perunggasan dengan pertanian jagung yang didalamnya sudah terpola tentang perbibitan yang unggul dan pengolahan tanah secara organik produktif dengan strategi harga pupuk organik yang kompetitif. Â Â
5. Tim Analisa harus tetap dipertahankan dan ditingkatkan kinerjanya dengan memasukkan dan mempertahankan figur ahli yang kapabel dalam bidang Breeding Farm dan analisa sehingga akurasi data dan analisa semakin tajam serta tepat dan selanjutnya harus dihindari figur-figur yang memiliki kepentingan kelompok didalamnya (kaki busuk). Selanjutnya DJPKH jangan memanfaatkan lalu menjadikan Tim Analisa sebagai "Bumpernya" untuk selamatkan citra pribadinya.
6. Manfaatkan semua peluang tema FGD dan beragam Seminar perunggasan untuk masukan solusi bagi Pemerintah dan kita tidak menjadi manusia yang turut serta menyia-nyiakan waktu, janganlah seperti selama ini berbagai aneka ragam FGD dan Seminar diadakan tetapi hasilnya JALAN DITEMPAT sehingga umur ini bisa produktif dan manfaat bagi semua. (Ashwin Pulungan-PPUI)
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H