Mohon tunggu...
Ashwin Pulungan
Ashwin Pulungan Mohon Tunggu... Wiraswasta - Wiraswasta

Semoga negara Indonesia tetap dalam format NKRI menjadi negara makmur, adil dan rakyatnya sejahtera selaras dengan misi dan visi UUD 1945. Pendidikan dasar sampai tinggi yang berkualitas bagi semua warga negara menjadi tanggungan negara. Tidak ada dikhotomi antara anak miskin dan anak orang kaya semua warga negara Indonesia berkesempatan yang sama untuk berbakti kepada Bangsa dan Negara. Janganlah dijadikan alasan atas ketidakmampuan memberantas korupsi sektor pendidikan dikorbankan menjadi tak terjangkau oleh mayoritas rakyat, kedepan perlu se-banyak2nya tenaga ahli setingkat sarjana dan para sarjana ini bisa dan mampu mendapat peluang sebesarnya untuk menciptakan lapangan pekerjaan yang produktif dan bisa eksport. Email : ashwinplgnbd@gmail.com

Selanjutnya

Tutup

Money

UU No.18 Tahun 2009 Mendukung Monopoli dan Kartel Unggas Nasional

21 November 2011   11:34 Diperbarui: 25 Juni 2015   23:23 2565
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bisnis. Sumber ilustrasi: PEXELS/Nappy

Ayam Panen/Kg hidup

13.500 - 14.000

BEP = 14.500

14.000 - 14.200

BEP = 13.900

Mahalnya harga protein unggas Dalam Negeri seperti yang dilakukan para perusahaan PMA terintegrasi karena mereka melakukan usaha secara Monopoli dan Kartel, perusahaan PMA (dominan menguasai pangsa pasar Nasional) sebagai Leader Price selalu menaikkan harga di DN dan sangat mudah juga menurunkan harga dalam politik dumping-nya. Kenaikan dan penurunan harga DOC serta Pakan ini selalu terjadi secara serempak disemua pabrikan melalui asosiasi yang dikuasai PMA yaitu GPPU (Gabungan Perusahaan Pembibitan Unggas) dan GPMT (Gabungan Prusahaan Makanan Ternak), FMPI, GAPPI, GOPAN. Selalu mahalnya harga protein unggas  akan mengundang masuknya daging impor jika harga produk ayam ras mahal dalam periode panjang. Selama berlakunya UU No.6 Tahun 1967, para perusahaan PMA selalu menjadikan Peternak Rakyat sebagai bamper untuk menghalau protein impor dengan selogan "Daging impor akan mematikan usaha peternak rakyat di dalam negeri" walupun dalam kondisi PMA mengusai pangsa pasar Nasional disaat itu. Berlakunya UU No.18 /2009 yang baru, sebutan Peternak Rakyat sudah dihilangkan dalam UU tersebut (dampaknya banyak rakyat yang tidak beternak lagi) yang ada adalah perusahaan peternakan dan perusahaan yang terintegrasi. Jika ada upaya impor protein asal unggas atau hewan besar lainnya, maka tidak ada lagi alasan untuk mengatakan bahwa daging impor akan mematikan usaha peternakan rakyat. Jika ada unjuk rasa yang masih memakai pengatas namakan Peternak rakyat, itu adalah pembohongan publik dan mereka itu adalah berasal dari karyawan Peternak/mitra  dari perusahaan PMA integrator yang merupakan asosiasi-asosiasi rekayasa dalam perunggasan Nasional.

Seperti berita Harian Kompas tanggal 17 Oktober 2011 yang masih menggunakan kata peternak (berkesan peternakan rakyat) berjudul "Ayam Malaysia Rugikan Peternak Indonesia".

Pasal dalam UU No.18 Tahun 2009 (Pasalnya diperjual belikan oleh anggota DPR-RI) yang memberi peluang besar kepada praktek Monopoli dan Kartel secara terintegrasi dan PMA bisa menjual hasil produksinya di pasar tradisional didalam negeri adalah :

1. Pasal dalam UU No.18/2009 yang membolehkan integrasi usaha.

Perhatikan Bab II "Asas dan Tujuan" Pasal 2 UU No.18/2009 : "Peternakan dan kesehatan hewan dapat diselenggarakan di seluruh wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia yang dilaksanakan secara tersendiri dan/atau melalui INTEGRASI dengan budidaya tanaman pangan, hortikultura, perkebunan, perikanan, kehutanan, atau bidang lainnya yang terkait".

2.  Pasal yang membolehkan PMA dan PMDN integrator berbudidaya komersial.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
  7. 7
Mohon tunggu...

Lihat Konten Money Selengkapnya
Lihat Money Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun