“Matilah kau bandot tua!”
“Tahun lalu mamaku telah tertidur menikmati pisauku ini, Sekarang giliranmu !”
“Kematianmu adalah takdir dari TUHAN, dan kau sangat pantas menerimanya”.
“Setelah sekian lama kau lebih memilih ibuku dari pada diriku”
“Meskipun aku anak tirimu, namun tidakkah kau mengerti ?”
“Aku mencintaimu !”
“Aku selalu kau sia-siakan, hah ?”
“Seolah kau anggap aku anak kecil dan tak ubahnya kau menganggap diriku boneka ?”
Niken berteriak-teriak bagaikan orang kalap, beberapa kali pisau bergerigi itu dihujamkan dengan sekuat tenaga, sayatan demi sayatan merobek tubuh pria yang sekarat tak berdaya, tangan pria itu bergetar, tubuhnya menggelepar hebat, satu hujaman terakhir tepat mengenai urat lehernya, ia mengerang panjang dan darah menyembur dahsyat, darah segar itu memenuhi sebagian lantai kamar, Niken tersenyum, senyum yang menakutkan dari seorang Psikopat !
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H