Mohon tunggu...
Dudy Subagdja
Dudy Subagdja Mohon Tunggu... -

"satu detik,satu menit sangat menentukan"

Selanjutnya

Tutup

Cerpen

Kematian untuk Mama dan Papa

14 November 2016   11:14 Diperbarui: 14 November 2016   11:30 121
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Niken berdiri memandangi arah   jarum jam ia nampak sangat gelisah,kasus pembunuhan itu telah menyita perhatian publik. Sudah empat tahun lamanya kasus tersebut belum juga terpecahkan, pembunuhan yang menyimpan teka-teki panjang.

Niken mengemudikan Jeep Wrangler dengan kecepatan tinggi, suasana malam yang pekat ditambah hujan yang lebat membuat malam itu begitu sunyi dan sepi, malam seperti mengisyaratkan sebuah pesan kematian.

Di sebuah rumah tua, jauh dari keramaian dan hiruk-pikuknya kota, perlahan terdengar suara lagu kematian dari sang pencipta “Sarah Mclachlan” liriknya yang menyayat seperti ingin menjerat menuju liang lahat, siapapun yang mendengarnya!.

"Gloomy Sunday"

Sunday is Gloomy,
 My hours are slumberless,
 Dearest, the shadows I live with are numberless
 Little white flowers will never awaken you

 Not where the black coach of sorrow has taken you
 Angels have no thought of ever returning you
 Would they be angry if I thought of joining you
 Gloomy Sunday

 Sunday is gloomy
 with shadows I spend it all
 My heart and I have decided to end it all
 Soon there'll be flowers and prayers that are sad,
 I know, let them not weep,
 Let them know that I'm glad to go

 Death is no dream,
 For in death I'm caressing you
 With the last breath of my soul I'll be blessing you
 Gloomy Sunday………..

Perlahan Niken mengambil sebuah pisau yang berlumuran darah, matanya berbinar-binar, kepuasan nampak di raut wajahnya yang cantik. Luka sayat pada bagian tubuh korban nampak dimana-mana, laki-laki berperawakan tambun itu tergolek tak berdaya, matanya melotot dengan sebagian lidahnya menjulur keluar, mungkin karena sebuah ikatan selendang violet yang mengikat kuat dilehernya. Sementara dari kedua hidungnya cairan darah mengalir perlahan. Bau amis darah seketika menyeruak ke seluruh ruangan kamar yang mirip dengan kamar ritual.di sisi kanan ruangan 7x6 meter, disana terlihat beberapa tali rantai berukuran panjang menjuntai sampai ke lantai.runtunan besi-besi yang sebagian telah karat itu seolah menjadi saksi akan dinginnya sebuah kekejian yang sangat luar biasa.

Disudut ruangan yang serba hitam, sebuah meja yang terbuat dari stainless  nampak kekar dan angker, disana beberapa jenis pisau berserakan, ceceran darah dimana-mana. Sebuah kamar jagal yang dingin dengan rangkaian cerita panjang dan penuh teka-teki, menyimpan misteri .

Niken kemudian mencium pisau yang berkilau karena pantulan cahaya lampu dari sudut timur ruang sebelah, jari-jari lentiknya digerakan perlahan, menyusuri tepi pisau yang tajam, jari manisnya memupus sebagian darah yang menempel di badan pisau. Nafasnya dibiarkan memburu.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun