Mohon tunggu...
Dudy Subagdja
Dudy Subagdja Mohon Tunggu... -

"satu detik,satu menit sangat menentukan"

Selanjutnya

Tutup

Fiksiana

[KC] 2 Wanita

2 Oktober 2015   09:01 Diperbarui: 2 Oktober 2015   09:26 168
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

sumber Google

Dudy.Subagdja no : 34     2 Wanita

Mengapa Wanita tercipta dari tulang rusuk pria, Bukan dari tulang kepala? Karena wanita bukan untuk memimpin.

Meski selama ini aku merasa surga berada dirumah mertua, namun kini nestapa dan duka bagaikan neraka. Sekarang dan nanti, biarlah waktu yang berkata, karena Tuhan mempunyai mata*.
13 Tahun yang lalu, Aku mengenalnya, disaat puncak musim hujan, kedua bola matanya terlihat tulus dan sangat jujur. Pertemuan keempat kalinya di jalan yang sama, ditempat jongko es kelapa muda, semuanya mengubah dan mengantarkan kami pada masa keindahan.

Satu hal yang masih aku ingat, Wajah tyrus itu menunduk malu, tapi aku tidak lagi ragu untuk mengutarakan kata hati yang sebenarnya, “Cinta!”.

“Aku mencintaimu” kata-kata itu meluncur meski terdengar lembut tapi terasa tegas menampar tembok hati Wiwi. Perlahan wajahnya memerah, Ia sama sekali tak mengiyakan, tapi aku maklum, mungkin butuh proses untuk menjawab pertanyaanku yang sebelumnya terasa menggunung.

PondokIlalangBandung 26092014

********

12 Tahun Kemudian, setelah melewati hidup bersama

2.30_Apa yang diharapkan Dimaz?

4.10_Hehehehe menurutku apa mungkin suamimu tau?

23.20_Justru disitulah keuntungan kita,

00.02_Sebentar lagi aku menuju café biasa, aku tunggu ya?

23.05_Hehehehehe bilang aja kamu menemui klien, beres kan?

Pesan-pesan singkat itulah yang aku temukan, Whatsapp yang bikin jantungku berdegup tak beraturan. Apa benar Wiwi berselingkuh? Masa iya? Apa mungkin? Atau?.

Semenjak Wiwi memutuskan bekerja, dengan dalih ingin membantu ekonomi keluarga, aku lebih sering bersitegang, apalagi akhir-akhir ini istriku sangat sulit untuk diajak bicara, harapanku satu-satunya, semoga kami dapat berbicara dari hati kehati dan memecahkan masalah secara dewasa, itu saja, tentu saja tanpa pertengkaran.

********

 

 

Kini kami telah dikaruniai anak, 2 laki-laki dan satu wanita, jarak umur mereka hanya terpaut 1 tahun. Sekarang Perkawinan kami memasuki tahun ke 7. Cinta kasih yang selama ini kami bangun sepertinya hanya tinggal kenangan.

“Ayank?”
“Aku hanya mengingatkan”

“Apalagi yang kamu cari?”

“Bukankah kita pernah berjanji?”

“Saat dulu, saat sebelum kita menikah, ingatkan?”

Wajah Dimaz benar-benar murung, mungkin juga ini pengaruh dari Wiwi, mungkin saat ini pendengarannya tidak sepeka dahulu, apapun ocehan Dimaz hanya membuatnya muak, Wiwi hanya diam mematung, tanpa reaksi yang jelas, kalau sudah begitu Dimaz kelabakan, tak ada satupun perkataanya yang nyangkut dihati istrinya.

Wiwi cuek, jemarinya sibuk mengutak atik kypet remote tv, tidak jelas apa yang dilakukannya, mungkin jengkel, sesekali sudut matanya menangkap Dimaz yang terus nyerocos melebihi juru kampanye.

“ Heyy!”

“ Kamu tuli ya?” nadaku kian meninggi, tak ada reaksi sama sekali. Lagi aku dibuat dongkol dengan sikap Wiwi yang terlihat acuh tak acuh.

“ Wi!”

“ Kenapa sih kamu begitu?”

“ Jawab dong?”

“ Ah sudahlah!”

“ Rese!”

Wiwi membalikkan badan, ia berlalu sambil melempar rymote itu ke atas sofa disebelahku. Aku memburunya, tapi Wiwi lebih cepat, dan membanting pintu kamar. Aku terpaku menatap daun pintu yang bisu.

Malam semakin larut, untungnya mertuaku saat itu tak ada dirumah, mereka membawa anak-anakku mengunjungi pamannya diperkebunan teh Santosa.

aku mulai jengkel, ini kelewatan, benar-benar bikin aku gondok dan emosiku kian meningkat. Aku hanya butuh penjelasan, butuh kejujuran dari Wiwi, seorang yang yang aku kenal dengan baik. “Ya Tuhan” seandainya aku tak melihat sms itu, mungkin aku tidak segalau saat ini.

Sudah hampir sepekan kami ribut-ribut, selalu ada saja alasan kami bertengkar, terus terang aku terbakar cemburu. Istriku yang super cantik itu kini bikin ulah, bahkan kini mulai berani terang-terangan, berselingkuh, dan itu dianggapnya tindakan yang benar, celakanya kedua orang tuanya ikut memdukung perbuatan gilanya! “ fhuiiiih! Dunia seakan runtuh!.

 

********

 

“Aku bukan ingin mendahului takdir dari Tuhan, tapi segala ikhtiar yang aku tempuh seperti jauh panggang dari api”. Segala pengorbanan, suka duka pahit getir dari waktu kewaktu kami arungi bersama, tak terhitung jumlah kesedihan dan kebahagiaan selama ini.

Nikmat yang Tuhan berikan bagai pasir terbawa ombak, hilang dalam runtutan prahara. “Lalu apa aku harus menyerah dengan beban dosa dipundakku?”.

Pada awal pernikahan kami, meski keadaan ekonomi kami pas-pasan, mertua ku sangat menghargai segala tindak-tandukku, aku sangat bahagia mendapatkan kasih sayang dari mereka, maklumlah sejak semasa kecil aku hidup yatim piatu.

Aku seperti mendapatkan kasih sayang dari mertuaku saat itu, beliau menganggap aku bukan lagi sebagai seorang mantu, tapi lebih dari anaknya sendiri. Imam bagi keluarga, contoh dari ke 4 anaknya yang baru tumbuh dewasa.

Setiap perkataanku selalu menjadi contoh bagi anak-anak mertuaku. Sementara waktu, aku akan menuruti kemauan mertuaku untuk tinggal seatap dengan mereka. Terus terang bagiku tak pernah ada masalah untuk tinggal bersama mertua beserta keluarganya, aku sudah terbiasa mengalami hal seperti itu, karena sedari kecil aku terbiasa hidup prihatin.

Lagi pula aku berpikir untuk kebaikan bersama ya apa salahnya, apalagi istriku adalah anak satu-satunya yang baru menikah. Jadi sangat wajar mertuaku sangat menginginkan anaknya untuk tinggal bersama.

Namun lambat laun seiring dengan waktu, Seperti kebanyakan orang pada umumnya, cobaan datang menguji kehidupan keluarga kami. meski hidupku tidak sebaik teman-temanku, tapi aku bersyukur Tuhan memberi pilihan untuk membuatku tegar dan senantiasa selalu beriman kepadaNYA.

Rupanya Tuhan berencana lain, “kesetiaan Istriku dalam ujian Tuhan”. aku berkeyakinan dapat mengarungi cobaan ini bersama dan aku percaya Tuhan akan meninggikan derajat kami. “aku percaya, Bukankah Tuhan mempunyai rencana lain, dalam setiap menguji umatnya?”

Sayangnya dia berkhianat, dia tak perduli dengan cerita-cerita manis dahulu, bahkan sumpahnya seperti sampah yang bertumpuk. surat ceraipun terpaksa harus kubayar dengan air mata, ia sangat pandai dengan pengaruh lelaki barunya yang menyandang status beranak 4.

Istriku rela menukar aqidah dengan gelimang uang dan harta, kecantikannya berhasil menipuku. segala tipu muslihatnya menggelapkan pikiran bapak mertuaku. Hari-hariku semakin berat, keimananku benar-benar dalam ujian Tuhan.

Aku mengikhlaskan kepergiannya. Aku tak pernah menyalahkan siapa-siapa, bahkan kepada bapak ibu mertuaku. Kini aku selalu mendo’akan mereka, semoga pilihan mereka menjadi yang terbaik. Toh aku harus belajar lebih ikhlas, karena hidup dan kematian, bahagia dan duka, pagi dan malam, semua Tuhan yang mengatur. Biarlah duka ini menjadi pelajaran yang sangat berharga untuk cermin kehidupanku.

Perpisahan itu menyakitkan, Kedua anakku tinggal bersamanya, bersama kakek dan nenek, kewibawaanku hancur 1000 %. Wiwi memilih lelaki beranak empat itu, sungguh peristiwa ini menampar harga diriku.

Tidak bagi mereka, aku tidak lebih dari lelaki yang lemah, lelaki yang dipandang dengan sebelah mata. Kabarnya lelaki tua tambun itu sangat kaya dan berkecukupan, itulah yang menyebabkan mereka dengan seenaknya menjegal pernikahanku yang syah dihadapan Tuhan.

********

Seiring waktu, “kehilangan itu tidak selamanya mengakhiri Jiwa seseorang anak manusia, dengan susah payah aku beranjak menapaki kehidupan ini dengan sisa cinta yang hampir redup dan mati karena asa.

Pertemuan kami dengan seorang Wanita muda, bahkan lebih muda 4 tahun dari Wiwi, meski Arini berstatus janda beranak satu, tapi ia sanggup membuka lembaran hidup baru untuk kami. Arini dengan keteguhannya, kini telah memberiku senyuman, kehangatan pagi, keteduhan malam mengantar hari bahagia kami.

Linggar, sosok bayi mungil berusia 2 bulan itu kini dalam pelukan kami, kami merawatnya penuh kasih, seolah memupus bersama kenangan pahit yang menerjang masa lalu kami.

Celoteh dan senyum bayi manis itu seolah memberi ucap selamat datang ayah……….”kamulah Ayahku yang sebenarnya”

 

********

 

8 tahun kemudian, segalanya berubah, kini kehidupanku boleh dikatakan lumayan, sesekali kami menengok keadaan kedua anak kami, rasa haru menyelimuti pertemuan itu, sungguh aku merasakan beban yang diderita kedua anakku, apalagi Wiwi tak sepenuhnya mengurus dan bertemu anak-anakku setiap hari, Wiwi lebih memilih tinggal di sebuah Apartement mewah.

“ Ayah” Risma sibungsu anakku memanggilku lembut

“ Ya sayang?”

“ Ada apa?” jawabku dengan senyum yang masih menggantung.

“ Itu siapa? Jemari lucunya mempermainkan kerah baju yang kupakai

“ Ooooh “

“ Itu tante Arini “ Jawabku dengan hati-hati, Arini tersenyum, ia membelai rambut Risma yang lurus. Setengah malu-malu Risma menyandar dibahu Arini.

Cepat sekali Risma mengenal Arini, atau mungkin kasih sayang Arini yang begitu kuat hingga anak sekecil Risma begitu cepat mengenal sosok Arini yang baru dikenalnya. Mereka bercanda layaknya ibu dan anak, Risma nampak senang dan gembira, tawa kecil dan jeritan Risma membuai suasana pagi itu. Bapak dan ibu mertuaku hanya melihat dengan terpaku.

“ Tante-tante”

“ Iya sayang, Ada apa?”

“ Boleh enggak kalau aku memanggil tante dengan,….”  

Risma menahan kata-katanya, mata yang bulat dan bibir mungil itu seolah memberi isyarat.

“ Maksudmu?” jemari Arini menyentuh hidung bangir Risma.

“ Ayoooo, mau bilang apaaaa?” Arini tersenyum.

Risma malu-malu, ia memeluk Arini dan membisikan sesuatu ketelinga Arini. Sejenak Arini terdiam, keduanya memandangi aku dengan pandangan aneh, kemudian ia tersenyum dan mencium Risma dengan gembira.

“ Maksudmu panggil bunda kan?”

“ iya, inikan bunda kamu, jawab Arini menumpahkan rasa bahagia dan memeluk Risma, mereka larut dalam cinta yang tak terhingga.

 

********

 

Sore itu hujan rintik-rintik, kami berjalan menikmati malam minggu yang indah, seperti biasa diakhir pekan kami menyempatkan diri pergi bersama menonton film yang kami suka, kami bergandengan tangan, seperti masa berpacaran, hanya beberapa langkah berselang mataku tertuju pada pemandangan didepan sana, Wiwi berjalan gontai, lelaki disebelahnya acuh tak acuh, sudah kesekian kalinya secara tak sengaja aku mendapati Wiwi dengan pria yang berbeda-beda, Naudzubillah!

 

 

PondokIlalangBandung 26092014

Untuk membaca karya peserta lain silahkan menuju akun Fiksiana Community

Silahkan bergabung di FB Fiksiana Community

 

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
  7. 7
  8. 8
  9. 9
Mohon tunggu...

Lihat Konten Fiksiana Selengkapnya
Lihat Fiksiana Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun