Setiap perkataanku selalu menjadi contoh bagi anak-anak mertuaku. Sementara waktu, aku akan menuruti kemauan mertuaku untuk tinggal seatap dengan mereka. Terus terang bagiku tak pernah ada masalah untuk tinggal bersama mertua beserta keluarganya, aku sudah terbiasa mengalami hal seperti itu, karena sedari kecil aku terbiasa hidup prihatin.
Lagi pula aku berpikir untuk kebaikan bersama ya apa salahnya, apalagi istriku adalah anak satu-satunya yang baru menikah. Jadi sangat wajar mertuaku sangat menginginkan anaknya untuk tinggal bersama.
Namun lambat laun seiring dengan waktu, Seperti kebanyakan orang pada umumnya, cobaan datang menguji kehidupan keluarga kami. meski hidupku tidak sebaik teman-temanku, tapi aku bersyukur Tuhan memberi pilihan untuk membuatku tegar dan senantiasa selalu beriman kepadaNYA.
Rupanya Tuhan berencana lain, “kesetiaan Istriku dalam ujian Tuhan”. aku berkeyakinan dapat mengarungi cobaan ini bersama dan aku percaya Tuhan akan meninggikan derajat kami. “aku percaya, Bukankah Tuhan mempunyai rencana lain, dalam setiap menguji umatnya?”
Sayangnya dia berkhianat, dia tak perduli dengan cerita-cerita manis dahulu, bahkan sumpahnya seperti sampah yang bertumpuk. surat ceraipun terpaksa harus kubayar dengan air mata, ia sangat pandai dengan pengaruh lelaki barunya yang menyandang status beranak 4.
Istriku rela menukar aqidah dengan gelimang uang dan harta, kecantikannya berhasil menipuku. segala tipu muslihatnya menggelapkan pikiran bapak mertuaku. Hari-hariku semakin berat, keimananku benar-benar dalam ujian Tuhan.
Aku mengikhlaskan kepergiannya. Aku tak pernah menyalahkan siapa-siapa, bahkan kepada bapak ibu mertuaku. Kini aku selalu mendo’akan mereka, semoga pilihan mereka menjadi yang terbaik. Toh aku harus belajar lebih ikhlas, karena hidup dan kematian, bahagia dan duka, pagi dan malam, semua Tuhan yang mengatur. Biarlah duka ini menjadi pelajaran yang sangat berharga untuk cermin kehidupanku.
Perpisahan itu menyakitkan, Kedua anakku tinggal bersamanya, bersama kakek dan nenek, kewibawaanku hancur 1000 %. Wiwi memilih lelaki beranak empat itu, sungguh peristiwa ini menampar harga diriku.
Tidak bagi mereka, aku tidak lebih dari lelaki yang lemah, lelaki yang dipandang dengan sebelah mata. Kabarnya lelaki tua tambun itu sangat kaya dan berkecukupan, itulah yang menyebabkan mereka dengan seenaknya menjegal pernikahanku yang syah dihadapan Tuhan.
********
Seiring waktu, “kehilangan itu tidak selamanya mengakhiri Jiwa seseorang anak manusia, dengan susah payah aku beranjak menapaki kehidupan ini dengan sisa cinta yang hampir redup dan mati karena asa.