Sejurus kemudian, bapak dan ibuku datang, kemudian mendekati Nana, berkenalan, dan memangkunya. Air mata Nana habis, namun sesegukannya masih terdengar. Sebelum kami pulang Pak RT menyerahkan bungkusan plastik. Baju baru rupanya, setelah aku buka, ternyata  seukuran Nana. Tak terasa air mataku menetes, hatiku seperti diterpa angin yang begitu kencang, kakiku terasa lemas. Aku teringat Pak Ponidi yang kala itu sedang terdiam melihat Nana menangis meminta baju untuk lebaran.
Aku raih Nana, aku peluk, dan aku berbisik padanya, "Nduk, Kakekmu orang yang sangat baik, sehingga Tuhan tak sabar ingin menemuinya. Kita doakan kakekmu bahagia di sana nggih Nduk. Jadi Nana jangan sedih lagi, ada Mas Rudi, Bapak dan Ibu yang menemani Nana."
Nana mengangguk, air matanya yang penuh tumpah di pundakku, ia rekatkan pelukannya. Aku merasa menjadi ayah dalam umur yang semuda ini. Aku melihat Bapak dan ibuku, aku tersenyum, pun mereka. "Sembah nuwun nggih pak, buk..." Aku menangis menatap kedua orang tuaku.
_________________
Rumah Jogo Kali, 1442
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H