Tidak adakah kebijakan lain yang bisa dilakukan untuk menyelamatkan APBN 2016 dan meningkatkan investasi di masa depan? Jawabnya: ada. Selain apa yang sudah dilakukan oleh Bu Sri Mulyani dengan potong anggaran, sebenarnya masih ada cara-cara lain yang bisa dilakukan. Tetapi saya tidak mungkin bisa mengungkapkan semuanya di sini. Karena, ibarat “strategi perang”, sejatinya itu harus dirahasiakan bukan ?
Cara yang lain, saya pernah mengusulkan konsep UU Pembuktian Terbalik, dan sudah saya kirimkan kepada presiden, komisi III, dan DPD sebelum UU Tax Amnesty ini disetujui. Sayangnya, tidak direspon ! Padahal kalau yang dipilih itu UU Pembuktian terbalik, maka nantinya negara ini bisa memiliki uang yang banyak. Rakyat, pengusaha, aparat pemerintah serta pejabatnya jadi banyak yang bersih. Dan negara kita bisa cepat bangkit menuju Indonesia yang sejahtera. Tapi, di negeri kita memang penuh misteri, kalau ada solusi yang baik justru diabaikan, sementara kalau solusinya menyesatkan justru dijadikan pilihan. Lihat ini.
Sebenarnya untuk memperjuangkan UU Pembuktian Terbalik ini, saya juga menggalang dukungan masyarakat luas melalui https://www.change.org/p/presiden-ri-perjuangkan-konsep-uu-pembuktian-terbalik-ini-menjadi-ruu . Tetapi hasilnya, sangat memprihatinkan. Responnya minim sekali, hanya 37 orang yang mendukung. Padahal yang tahu, lebih dari 1300 orang.
Ada yang mengatakan bahwa hal itu sulit untuk dilakukan, karena nantinya harus dapat persetujuan dari DPR dahulu ! Kenapa sulit dilakukan ? Bukankah Pak Jokowi banyak didukung rakyat ? Kalau mau “berkomunikasi” dengan mereka, pasti akan didukung. Jadi tak perlu khawatir, sebagian besar anggota DPR itu akan menghadang atau menolaknya. Kalau rakyat mendukung, apa yang akan mereka lakukan ?
Apakah kita tidak tahu adanya kasus Pak Ahok dengan DPRD DKI ? Beliaunya tetap bisa menjalankan pemerintahan yang membuat banyak orang menjadi “angkat topi”, walaupun sama DPRD-nya dihadang sedemikian rupa. Bahkan warga berusaha mencarikan solusinya, ketika beliaunya ini mendapat tekanan dari berbagai penjuru. Kalau masyarakat luas sudah mengetahui, bahwa pemimpinnya benar-benar melakukan yang terbaik buat rakyatnya, maka kebijakan yang seolah tidak menarik, misalnya penggusuran-penggusuran rumah, akhirnya jadi didukung. Demikian juga seandainya Pak Jokowi mau memilih menerapkan UU Pembuktian Terbalik ini. Pak Jokowi harus tampil di depan untuk menjadi panutan rakyatnya. Tetapi syaratnya memang Pak Jokowi harus memiliki kemampuan “lebih”, atau paling tidak ada teman yang bisa diajak tukar pikiran untuk bisa menemukan terobosan-terobosan kebijakan yang mampu menjadi jalan keluar dari berbagai kesulitan yang ada.
Jadi kalau sampai saat ini saya terus memperjuangkan “tolak Tax Amnesty model 2016” ini, bukan berarti saya ingin menggagalkan program pemerintah untuk menyelamatkan APBN 2016. Juga bukan karena saya telah menjadi antek asing. Hal ini terus saya lakukan, karena saya bisa menunjukkan solusi lainnya yang tidak “membahayakan” negara, kalau pemerintah memang mau. Di sini. Dan yang saya lakukan ini, semata karena ingin menyelamatkan Pak Jokowi (aset bangsa) dari permasalahan yang lebih rumit lagi. Ingat "kengototan-kengototan" beliaunya yang sudah berakibat negatif: BBM naik yang kemudian terselamatkan dengan turunnya harga minyak dunia, utang luar negeri yang berbuah terancamnya kedaulatan bangsa, Tol Brebes yang membawa korban, dll. Andaikan saat itu, kita bisa “mencegah” pilihan-pilihan kebijakan yang tidak tepat tersebut, tentu permasalahan bangsa Indonesia bisa terurai lebih cepat, dan kondisi bangsa kita bisa lebih baik lagi. Jadi, agar Indonesia tidak dijuluki sebagai "bangsa keledai" akibat terus terperosok berkali-kali pada lubang yang sama, makanya kita semua perlu memperjuangkan hal ini.
Semoga Kepala BIN yang baru mampu menemukan paradigma baru, dan mau menyampaikan hal ini kepada Pak Jokowi !
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H