Refli Harun
Pasal 20 UU Tax Amnesty
Data dan informasi yang bersumber dari Surat Pernyataan dan lampirannya yang diadministrasikan oleh Kementerian Keuangan atau pihak lain yang berkaitan dengan pelaksanaan Undang-Undang initidak dapat dijadikan sebagai dasar penyelidikan, penyidikan, dan/atau penuntutan pidana terhadap Wajib Pajak.
Penjelasan Pasal 20
Tindak pidana yang diatur meliputi Tindak Pidana di Bidang Perpajakan dan tindak pidana lain.
***
Menurut Pak Refli Harun, pasal 20 itu tidak bisa menjadi jalan “melenggang” untuk para koruptor. Sebab di pasal tersebut hanya melarang Penyelenggara Tax Amnesty memberikan informasi ke siapapun, tetapi kalau Kepolisian ternyata menemukan sendiri data peserta TA yang bermasalah, maka akan tetap bisa bertindak.
Artinya apa ? Selama Polisi belum mampu memburu data sendiri, maka peserta TA yang bermasalah masih aman. Pada sisi lain, ada data-data harta yang mencurigakan di Perpajakan diabaikan saja, bahkan justru dikenai pajak. Apa ini namanya tidak menjadi tempat persembunyian yang kasat mata ? Bank saja kalau menerima setoran uang lebih dari 100 juta harus menjelaskan dananya berasal dari mana, supaya nantinya bisa diselidiki kalau ternyata ada permasalahan.
Lalu, kalau selanjutnya Kepolisian, Kejaksaan dan PPATK berhasil mengungkap indikasi adanya tindak kejahatan oleh mereka yang sudah mengikuti program TA; apa yang akan terjadi ? Apakah pajak yang sudah digunakan oleh pemerintah itu akan disita oleh aparat ? Apa pemerintah tidak akan menanggung malu, kalau kasus ini terjadi ?
Atau hal tersebut sudah dibahas dalam koordinasi menyamakan persepsi antara Menkeu, Kepolisian, Kejaksaan dan PPATK ? Sehingga ketika sosialisasi TA di Jakarta yang dihadiri sekitar 10.000 orang itu, Pak Jokowi juga menghadirkan Kapolri, Jaksa Agung, dan Ketua PPATK, yang dikatakannya itu sebagai jaminan supaya calon-calon peserta TA benar-benar percaya kepada pemerintah.
Artinya tidaklah salah, kalau hal ini kemudian dicurigai sebagai agenda tersembunyi atau jalur kompromi pihak-pihak yang berkepentingan untuk bisa aman dalam waktu 3 tahun. Kalau tidak, buat apa pemerintah memaksakan diri pemberlakuan TA menjelang era keterbukaan informasi 2017 ? Bukankah mereka justru akan bisa dikejar hartanya? Apalagi nama, alamat, paspornya sudah berada “di kantongnya” Pak Jokowi. Kenapa mesti diberikan TA ? Pernahkan para pembuat kebijakan atau Pak Refli Harun dkk memikirkan hal ini ?