Menonton “Sosialisasi Tax Amnesty” di acara ILC TvOne 30 Agustus 2016, dengan judul “Yang Untung dan Yang Resah” tampaknya kurang greget, karena kajiannya masih setengah-setengah. Jadinya yang jelas untung siapa ? Pemerintah, rakyat, pembayar pajak, atau siapa ? Kalau ada yang untung, tentu ada yang yang rugi juga. Siapa yang dirugikan ? Ini sama sekali tidak diungkapkan, tetapi hanya diganti dengan yang resah saja.
Dalam pembahasan ini, tidak diulas tentang pendapat-pendapat yang menunjukkan dukungan, tetapi hanya pendapat yang menurut saya aneh saja.
Dirjen Pajak
Dirjen Pajak mengatakan bahwa penghasilan yang dikenai pajak itu tidak kenal darimanapun dan dalam bentuk apapun. Jajaran Pajak juga tidak bisa menilai uang apapun. Kalau bisa menilai berarti Dirjen Pajak melindungi “hal yang tidak benar”.
Mendengar pemaparan Pak Dirjen seperti itu, saya terkejut. Benarkah selama ini demikian ? Lalu kalau begitu, kenapa rakyat kalau menabung/setor uang di bank lebih seratus juta harus menjelaskan asal-usul uangnya, sementara jajaran pajak, gara-gara Tax Amnesty maka mereka tidak perlu mempermasalahkan darimana harta tersebut berasal ? Artinya kalau harta tersebut diperoleh dari hasil merampok, menjual narkoba, membakar hutan, perdagangan manusia , berarti jajaran Pajak tidak peduli dengan itu, yang penting pemasukan pajaknya meningkat. Kebijakan apa macam ini ? Apakah ini bukan berarti pemerintah (jajaran perpajakan) melegalkan pencucian uang namanya ?
Darusalam
Pak Darusalam mengatakan saat ini ada 37 negara yang telah melakukan Tax Amnesty, 13 negara sedang TA, 2 negara sedang diskusi TA. Kalau hal ini telah dilakukan oleh banyak negara, apakah kita tetap mengatakan bahwa TA itu jelek dan tidak adil ?
Pernyataan tersebut juga aneh, karena sepertinya hanya dilihat dari judulnya saja. Tanpa melihat dahulu isi UU-nya. Apakah mereka, terutama negara yang sudah maju itu, juga melakukan TA seperti di Indonesia saat ini ? Dimana TA ini bisa disusupi oleh para terduga koruptor atau penjahat lainnya, karena dalam program TA 2016 tidak akan dipertanyakan asal-usul hartanya. Atau, mereka benar-benar menerapkan murni pengampunan pajak ? Itupun harus dikaji lebih dalam lagi. Apakah harta tersebut diperoleh dari luar negaranya, atau seperti orang Indonesia, yang “menggarong” kekayaan di dalam negeri, tetapi kemudian hasilnya disimpan di negara lain, lalu dinvestasikan kembali ke Indonesia, atau dana tersebut masuk lagi dengan pura-pura hutang. Sama tidak ? Dari situ, nanti kita bisa mengatakan bahwa TA kita sebaik yang mereka lakukan, jadi tidak perlu dipermasalahkan !
Hotman Paris
Pak Hotman Paris mengatakan bahwa dalam program Tax Amnesty itu, masyarakat boleh memilih. Dia mau ikut sukarela atau ikut biasa. Kalau orang yang mengikuti TA itu sudah mau menundukkan diri. Jadi dimana letak tidak adilnya, dimana melanggar kosntitusinya ? Dengan TA yang berjalan ini, negara sudah dapat 5 T, bandingkan kalau diproses hukum yang dapat 100 M. Lebih bermanfaat mana ?
Dalam hal ini, Pak Hotman ada betulnya juga. Peserta TA-nya memang tidak bisa disalahkan. Karena mereka hanya memanfaatkan peraturan yang sedang berjalan. Sedang yang membuat peraturan itu adalah pemerintah dan DPR. Tetapi, bagaimana kalau ternyata di antara mereka ada yang bermain di belakang layar ?