Siapa yang masuk kategori ini ? Tentunya bagi pengusaha/perorangan yang dengan kesadarannya rela mengembalikan semua harta dari hasil tindak kejahatannya. Mengapa boleh diampuni ? Karena harta yang dikembalikan tersebut bisa dimanfaatkan oleh pemerintah untuk memperbaiki berbagai kerusakan yang telah terjadi. Juga, apabila ada tuntutan dari pihak lain, pemerintah bisa melakukan hal yang sama. Dan, mereka sebenarnya masih tetap terhukum dengan “hilangnya sumber kekayaan” tidak halal yang selama ini dimilikinya.
Kalau yang seperti itu, dan rakyat bisa menerima, masih bolehlah dikatakan sebagai upaya rekonsiliasi bangsa di bidang perpajakan. Namun, untuk mereka ini harus ada syaratnya, yaitu memberi kuasa kepada pemerintah untuk bisa mengetahui semua harta yang dia simpan.
6. Tidak melaporkan – bukan harta kekayaan
Para pengusaha/badan usaha yang bergerak dalam bisnis ekspor – impor, tentunya butuh kemudahan dalam berbagai aktivitas yang terkait dengan bisnis tersebut. Karena itu mereka butuh menyimpan dananya di luar negeri untuk kepentingan biaya opasionalnya, bukan sebagai simpanan harta kekayaannya. Karena selama ini tidak ada aturan tentang simpanan di LN, maka mereka kemudian menyimpan sesuai dengan keinginannya.
Namun setelah kita mengetahui adanya dampak simpanan di luar negeri yang bisa memberikan pengaruh negatif terhadap nilai tukar rupiah, maka untuk ke depannya, pemerintah harus membatasi jumlah dana yang boleh disimpan di luar negeri ini. Juga, mereka diharuskan rutin lapor pada lembaga yang berwenang mengurusi hal ini.
7. Tidak melaporkan – diberi insentif “spesial”
Selain pengusaha yang menjalankan usahanya di dalam negeri, ada juga pengusaha Indonesia yang berhasil menjadi pengusaha di luar negeri, namun dengan “tidak membawa uang” dari negeri sendiri, tetapi mereka didanai oleh bank luar negeri. Pengusaha-pengusaha seperti ini mungkin jumlahnya tidak banyak. Mereka inilah yang dalam kategori tidak boleh didenda, bahkan kalau mau menyimpan dananya di Indonesia harus diberi “insentif kehormatan”. Kalau mereka tidak mau, harus terus diupayakan agar mereka mau. Bukankah mereka itu WNI ? Ini sama dengan pengusaha asing yang diharapkan mau menyimpan hasil keuntungannya di Indonesia, kalau ada insentif yang menarik.
Jadi memiliki harta kekayaan yang tidak dilaporkan itu, tidak serta-merta mereka harus dicap sebagai penjahat. Karena kalau dananya tidak diperoleh dari tindak kejahatan, mereka hanya dikategorikan sebagai orang yang tidak jujur. Hal tersebut mereka lakukan, bisa jadi diakibatkan oleh sikap pemerintah sendiri yang seringkali memperlakukan para pengusaha itu hanya sebagai sapi perah, tanpa pernah memahami bahwa para pengusaha ini sebenarnya juga sangat membutuhkan dukungan dari pemerintah, apabila mereka sedang menghadapi permasalahan. Sebagaimana yang telah dilakukan banyak negara terhadap para pengusahanya.
Terkait dengan RUU Tax Amnesty, Pak Jokowi dan DPR janganlah gegabah “mengampuni” para pelaku tindak kejahatan tersebut. Jangan hanya tergiur oleh besarnya dana saja ! Pertimbangkan konsekuensi ke depannya terhadap penegakan hukum di Indonesia. Jangan sampai setiap kali polisi atau KPK bersusah payah untuk menegakkan hukum, ternyata kemudian dijawab ini sudah dapat pengampunan. Jangan sampai kita semua mengatakan ternyata penegakan hukum di era Pak Jokowi dan DPR 2014 - 2019 bisa dibeli oleh orang-orang jahat yang memiliki uang banyak. Jangan sampai di era Pak Jokowi dan DPR 2014 – 2019, kita tidak bisa membedakan mana para pelaku tindak kejahatan dan mana yang bukan pelaku tindak kejahatan, karena sebagian penjahat telah mendapat “perlindungan” dari pemerintah. Jangan sampai di era Pak Jokowi dan DPR 2014 – 2019, para pejabat koruptor menjadi tidak diketahui dan menjadi aman.
Pak Jokowi dan para anggota DPR, pembangunan infrastruktur itu memang penting untuk menyejahterakan bangsa Indonesia, tetapi membangun mental rakyatnya itu jauh lebih penting lagi. Apalah artinya memiliki infrastruktur yang maju, kalau citra penegakan hukumnya menjadi kacau balau. Ini akan menjadi sejarah kelam dalam dunia penegakan hukum di Indonesia. Apalah artinya memiliki infrastruktur yang maju, kalau kemudian mental warga negaranya menjadi rusak karena dipicu oleh sikap pemerintah sendiri yang menghalalkan segala cara demi mendapatkan uang.
Pak Jokowi dan para anggota DPR, negara- negara maju itu awalnya juga berasal dari negara yang miskin. Tetapi karena pimpinan negaranya tidak mau dibeli dengan apapun, kemudian membuat bangsa-bangsa tersebut berjaya. Terbukti mereka akan mundur kalau terindikasi melakukan tindak kejahatan atau hal yang memalukan. Jadi jangan justru "berkomplot" dengan para penjahat walaupun hanya sekali. Karena itu merupakan titik hitam yang akan mencoreng bangsa Indonesia selama-lamanya.