Sebaliknya barang-barang dari dalam negeri yang diekspor, harganya menjadi murah. Karena kita kebanyakan ekspor bahan mentah, maka SDA kita menjadi dieksploitasi besar-besaran agar bisa mendapatkan devisanya. Namun demikian, jumlah devisa yang diperoleh negara ternyata masih belum menculupi kebutuhan. Sehingga untuk mencukupinya, sampai-sampai negara rela mengirim TKW menjadi budak di negara lain. Ini benar-benar sangat memprihatinkan ! Sudah SDA jatah untuk generasi penerus dikuras oleh pemerintah, masih pula kehilangan harga diri bangsa. Ironis bukan ?
Tidak melaporkan harta kekayaan: tindak kejahatan atau bukan ?
Tidak melaporkan harta kekayaan kepada negara, ada yang mengatakan itu merupakan tindak kejahatan. Ada juga yang mengatakan itu belum tentu kejahatan. Pro kontra seperti ini tampaknya tidak bisa dihentikan. Pada sisi lain tidak ada larangan bagi warga negara untuk menyimpan dana di luar negeri , sehingga keadaan ini kemudian banyak dimanfaatkan oleh mereka yang ingin menghindari/ mengurangi beban pajak yang berlebihan atau menyembunyikan dana yang diperoleh dari kegiatan yang tidak legal atau tindak kejahatan. Karena itu penulis coba menganalisanya lebih mendalam, sehingga diperoleh kesimpulan sbb.:
1. Tidak melaporkan - tindak kejahatan
Kalau dana itu berasal dari tindak kejahatan/usaha yang dilarang, maka uang tersebut disimpan dimanapun juga merupakan bagian dari bentuk kejahatan. Apalagi kalau disimpan di luar negeri, maka kejahatannya menjadi berlipat-lipat, yaitu: mengurangi penerimaan pajak negara, merugikan yang terkena tindak kejahatannya, menyusahkan negara yang harus menanggulangi akibat dari tindak kejahatannya, membuat harga-harga barang impor naik sehingga menyusahkan rakyat kecil, membuat beban utang negara membengkak, membuat BI harus melakukan intervensi, dll. Karena itu, dana tersebut tidak layak dipajaki untuk dijadikan sumber pendapatan negara, walaupun dengan dalih untuk pembangunan infrastruktur atau untuk membayar utang LN.
Kalau pemerintah mau menerima dana haram tersebut, berarti pemerintah membuat hukum di negara ini menjadi tidak ada kepastian dan tidak memberikan rasa keadilan kepada semua orang. Nantinya, rakyatpun tidak boleh disalahkan kalau mau menerima dana dari perbuatan yang tercela: korupsi, jual makanan beracun, menipu, merampok, dll karena bisa “disucikan” dengan cara menyumbang pembangunan tempat ibadah, membangun jalan, menyumbang panti-panti sosial, membantu fakir miskin, dan beramal yang lainnya.
Tidak diberi contoh pemerintah saja, rakyat sudah “pintar”, apalagi kalau diberi contoh, maka negara/pemerintah menjadi semakin tidak berwibawa.Pemerintah saja boleh menerima dana kotor, kenapa rakyat yang hidupnya susah tidak boleh ? Bagaimana kalau setiap kali ada persidangan, kemudian terdakwanya protes demikian ? Sudahkah ini dipikirkan ?
Oleh karena itu, agar permasalahan bangsa ini tidak semakin runyam, maka pemerintah tidak boleh “menjual hukum” kepada para pelaku tindak kejahatan. Karena dampaknya akan menimbulkan kekacauan hukum dan kecemburuan di masyarakat luas. Juga, selamanya pemerintah akan mengeluarkan dana sendiri untuk memperbaiki lingkungan yang telah rusak atau merehabilitasi korban-korban akibat dari perbuatan jahat mereka.
Ini harganya jauh lebih mahal, dibanding dengan jumlah pajak dan devisa negara yang bisa diperoleh dari Tax Amnesty. Apalagi sekarang ini pemerintah sudah memaksa bank dan rakyat untuk jujur menjelaskan asal-usul dananya, kalau mereka menerima/menyimpan uangnya dalam kisaran seratus juta ke atas. Kok pemerintah justru mau melakukan hal yang sebaliknya ? Apa hukum itu hanya berlaku untuk rakyat saja, sementara pemerintah dan DPR-nya boleh mempermainkan hukum ?
2. Tidak melaporkan - pengkhianat bangsa
Pejabat negara itu dibayar oleh negara/rakyat untuk bisa menemukan berbagai cara bagaimana bisa menyejahterahkan rakyat Indonesia. Bukan mencari cara untuk bisa meningkatkan kekayaan harta keluarganya. Mereka menyimpan dana halal (sebagian dari gaji) di luar negeri saja, itu sudah tidak pantas, karena mereka tahu akibat dari perbuatan tersebut bisa membuat nilai tukar rupiah menjadi bergejolak dan efeknya bisa menyusahkan rakyat. Apalagi kalau yang disimpan itu dana dari hasil korupsi atau hasil penyuapan atau tindak pidana lainnya ? Jelas mereka tidak layak untuk diampuni, karena mereka tidak lagi bekerja untuk kepentingan kesejahteraan rakyat, bahkan membuat rakyat Indonesia hidupnya tambah susah. Untuk itu, mereka harus mundur dari jabatannya, sebab sudah tidak bisa lagi diserahi untuk menata negara, bahkan pejabat seperti itu telah menjadi pengkhianat rakyat. Jadi hartanya harus dirampas (dikembalikan) kepada negara. Kalau mereka terlibat dalam tindak pidana juga harus dihukum sesuai dengan kesalahannya. Bukan justru ingin dibebaskan dengan Tax Amnesty.