Mohon tunggu...
Y ANISTYOWATIE
Y ANISTYOWATIE Mohon Tunggu... ibu rumah tangga -

Berusaha menemukan solusi permasalahan bangsa, blog saya: www.anisjasmerah.blogspot.com

Selanjutnya

Tutup

Money Pilihan

Kenapa Para Ahli Hukum Bungkam terhadap RUU Tax Amnesty?

22 April 2016   13:17 Diperbarui: 22 April 2016   13:40 917
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Sebaliknya barang-barang  dari dalam negeri yang diekspor,  harganya menjadi murah. Karena kita kebanyakan ekspor bahan mentah, maka SDA kita menjadi dieksploitasi besar-besaran agar bisa mendapatkan devisanya. Namun demikian,  jumlah devisa yang diperoleh negara  ternyata masih belum menculupi kebutuhan. Sehingga untuk mencukupinya,  sampai-sampai negara rela mengirim TKW menjadi budak di negara lain. Ini benar-benar sangat memprihatinkan !  Sudah  SDA jatah untuk generasi penerus dikuras  oleh pemerintah, masih pula kehilangan harga diri bangsa. Ironis bukan ?

Tidak melaporkan harta kekayaan: tindak kejahatan atau bukan ?

Tidak melaporkan harta kekayaan kepada negara, ada yang mengatakan itu merupakan tindak kejahatan. Ada juga yang mengatakan itu belum tentu kejahatan. Pro kontra seperti ini tampaknya tidak bisa dihentikan. Pada sisi lain tidak ada larangan bagi warga negara untuk  menyimpan dana di luar negeri , sehingga keadaan ini kemudian banyak dimanfaatkan oleh mereka yang ingin menghindari/ mengurangi beban pajak yang berlebihan atau menyembunyikan dana yang diperoleh dari kegiatan yang tidak legal atau tindak kejahatan. Karena itu penulis coba menganalisanya lebih mendalam, sehingga diperoleh kesimpulan sbb.:

1. Tidak melaporkan  - tindak kejahatan

Kalau dana itu berasal dari tindak kejahatan/usaha yang dilarang, maka uang tersebut disimpan dimanapun juga merupakan bagian dari bentuk kejahatan. Apalagi kalau disimpan di luar negeri, maka kejahatannya menjadi berlipat-lipat, yaitu: mengurangi penerimaan pajak negara, merugikan yang terkena  tindak kejahatannya, menyusahkan  negara yang harus menanggulangi akibat dari tindak kejahatannya, membuat harga-harga barang  impor naik sehingga menyusahkan rakyat kecil, membuat beban utang negara membengkak,  membuat BI harus melakukan intervensi, dll. Karena itu, dana tersebut tidak layak dipajaki untuk dijadikan sumber pendapatan  negara, walaupun dengan dalih untuk pembangunan infrastruktur atau  untuk membayar utang LN.

Kalau pemerintah mau menerima dana haram tersebut, berarti  pemerintah  membuat hukum di negara ini menjadi tidak ada kepastian dan tidak memberikan rasa keadilan kepada semua orang. Nantinya, rakyatpun tidak  boleh disalahkan kalau mau menerima dana dari perbuatan yang tercela: korupsi, jual makanan beracun, menipu, merampok, dll  karena bisa “disucikan” dengan cara menyumbang pembangunan tempat ibadah, membangun jalan, menyumbang panti-panti sosial,  membantu fakir miskin, dan  beramal yang lainnya.

Tidak diberi contoh pemerintah saja, rakyat sudah “pintar”, apalagi kalau diberi contoh, maka negara/pemerintah  menjadi semakin tidak berwibawa.Pemerintah saja boleh menerima dana kotor, kenapa rakyat yang hidupnya susah tidak boleh ? Bagaimana kalau setiap kali ada persidangan, kemudian terdakwanya protes demikian ? Sudahkah ini dipikirkan ?

Oleh karena itu, agar permasalahan bangsa ini tidak semakin runyam, maka  pemerintah tidak boleh “menjual hukum”  kepada para pelaku tindak kejahatan. Karena  dampaknya akan menimbulkan kekacauan hukum dan kecemburuan di masyarakat luas.  Juga, selamanya pemerintah akan mengeluarkan dana sendiri untuk  memperbaiki lingkungan yang  telah rusak atau merehabilitasi korban-korban  akibat  dari perbuatan jahat mereka.

 Ini harganya  jauh lebih mahal, dibanding dengan jumlah pajak dan devisa negara yang bisa diperoleh dari Tax Amnesty. Apalagi sekarang ini pemerintah sudah memaksa  bank dan rakyat untuk jujur menjelaskan asal-usul dananya, kalau mereka menerima/menyimpan uangnya  dalam kisaran  seratus juta ke atas. Kok pemerintah justru mau melakukan hal yang sebaliknya ?  Apa  hukum itu hanya berlaku untuk rakyat  saja, sementara  pemerintah dan DPR-nya  boleh mempermainkan hukum ?

2. Tidak melaporkan  - pengkhianat bangsa

Pejabat  negara itu dibayar oleh negara/rakyat  untuk bisa menemukan berbagai cara bagaimana bisa menyejahterahkan rakyat Indonesia. Bukan  mencari cara untuk bisa meningkatkan kekayaan harta keluarganya. Mereka menyimpan dana halal  (sebagian dari  gaji)  di luar negeri saja, itu sudah tidak pantas,  karena mereka tahu akibat dari perbuatan tersebut bisa membuat nilai tukar rupiah menjadi bergejolak dan efeknya bisa  menyusahkan rakyat. Apalagi kalau yang disimpan itu dana dari hasil korupsi atau hasil penyuapan  atau tindak pidana lainnya ?  Jelas mereka tidak layak untuk diampuni, karena mereka tidak lagi bekerja untuk kepentingan kesejahteraan rakyat,  bahkan membuat rakyat Indonesia hidupnya tambah susah.  Untuk itu, mereka harus mundur dari jabatannya, sebab  sudah tidak bisa lagi diserahi untuk menata negara, bahkan pejabat seperti itu telah menjadi  pengkhianat rakyat. Jadi hartanya harus dirampas (dikembalikan) kepada negara. Kalau mereka terlibat dalam tindak pidana juga harus dihukum sesuai dengan kesalahannya. Bukan justru ingin dibebaskan dengan  Tax Amnesty.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
Mohon tunggu...

Lihat Konten Money Selengkapnya
Lihat Money Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun