Mohon tunggu...
Y ANISTYOWATIE
Y ANISTYOWATIE Mohon Tunggu... ibu rumah tangga -

Berusaha menemukan solusi permasalahan bangsa, blog saya: www.anisjasmerah.blogspot.com

Selanjutnya

Tutup

Politik

Menata Ulang Lembaga Tinggi Negara Indonesia

20 Mei 2014   20:51 Diperbarui: 23 Juni 2015   22:19 944
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Pada sisi lain, penulis melihat selama ini ada “kelompok masyarakat” yang selama ini tidak jelas posisinya dalam kenegaraan, tetapi memiliki peran luar biasa dalam membangun mindset anak bangsa. Bahkan posisi mereka merasa lebih “diatas” dari peran lembaga-lembaga yang ada, namun mereka tidak ada yang menaungi, yaitu golongan penceramah agama dan seniman. Dimana penceramah agama ini ada yang radikal dan banyak yang berubah peran “menjadi artis”. Sementara seniman-seniman/pekerja seni Indonesia lebih banyak mementingkan uang dan tak lagi peduli dengan jatidiri bangsa Indonesia. Akibatnya negara ini seringkali dibuat "permasalahan", tetapi tak bisa melakukan pembinaan kepada mereka.

Jadi kesimpulannya,  kinerja lembaga-lembaga negara ini buruk karena posisi, peran, dan dasar pembentukan masing-masing lembaga ini tidak jelas. Untuk itu kalau mau memperbaikinya berarti kita harus memperjelas konsep posisi, peranan dan dasar pembentukan  lembaga-lembaga negara tersebut.

.

II. Prinsip Pembentukan Lembaga Tinggi Negara yang Ideal

Prinsip yang harus dipegang dalam  penyusunan lembaga-lembaga tinggi negara (pelaksana kedaulatan)  yang  ideal, yaitu:

1) Penataan lembaga tinggi negara harus sesuai dengan kebutuhan negara dan berorientasi pada tujuan negara yaitu kesejahteraan rakyat. Bukan untuk kepentingan balas jasa. Artinya  keberadaan lembaga tinggi negara benar-benar harus   fungsional , efektif dan efisien,  sehingga anggaran negara tidak terkuras untuk menggaji penyelenggara negara yang tidak  diperlukan.

2) Pembentukan lembaga tinggi negara tidak boleh  semaunya sendiri, tetapi harus sesuai dengan konsep bentuk negara NKRI, bukan konsep negara federal, karena masing-masing memiliki konsekuensi yang berbeda dan tidak bisa dipadukan, misalnya: keberadaan DPD ini sebenarnya tidak sesuai dengan konsep NKRI.

3) Penamaan lembaga tinggi negara tidak bias,  atau sesuai dengan fungsi  lembaga negara tersebut sehingga perannya jelas, misal: Dewan Legislatif, Dewan Pengawas  bukan Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) dimana perannya tidak jelas antara wakil rakyat atau wakil partai.

4) Tidak boleh ada lembaga tinggi negara yang berperan ganda, karena bisa menimbulkan konflik kepentingan, kerjanya menjadi tidak fokus, tidak efektif, tidak efisien, tidak optimal, serta pertanggung-jawaban kerjanya menjadi tidak jelas. Contohnya: DPR mempunyai  fungsi legislasi, anggaran, dan pengawasan.  Presiden  juga mempunyai fungsi legislasi, pelaksana, pengawasan,  dan anggaran.

5) Kewenangan lembaga tinggi negara tidak tumpang tindih, misalnya: dewan legislatif menyusun peraturan, eksekutif  juga menyusun peraturan. Akibatnya, siapa yang sesungguhnya memiliki tanggung-jawab terhadap tugas tersebut menjadi tidak jelas.

6) Tugas lembaga negara yang  terlalu luas harus dikurangi . Sebagai contoh tugas lembaga Presiden di Indonesia terlalu luas. Apalagi untuk negara Indonesia yang banyak memiliki kegiatan seremonial, maka perlu pemilahan kerja antara tugas kenegaraan dan tugas pemerintahan. Tugas kenegaraan menjadi tanggung-jawab presiden. Sedangkan tugas pemerintahan/kesejahteraan perlu dibentuk jabatan baru, yaitu Perdana Menteri. Perdana Menteri yang dimaksudkan bukan seperti dalam sistem parlementer, tetapi merupakan jabatan pimpinan negara untuk menyejahterakan seluruh rakyat Indonesia yang dipilih oleh rakyat.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
  7. 7
Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun