“Hak untuk dilupakan yang ada di Pasal 26 itu diutamakan untuk situs pemberitaan non pers, karena mereka yang biasanya membuat berita yang tidak bertanggungjawab dan secara identitas tidak jelas"serta ia mengatakan dengan anonimitas tersebut, situs pemberitaan nonpers merasa bebas memberitakan tanpa proses verifikasi mendalam.
Akibatnya, berita yang secara faktual di masa ini sudah tak relevan, bisa dimunculkan kembali oleh mereka untuk mendiskreditkan pihak tertentu. "Itu seperti kasus di Spanyol. Ada pengusaha yang dulu punya utang di bank tapi sudah dilunasi, tapi masih diberitakan kalau masih punya utang. Akhirnya di tahun-tahun berikutnya ia kesulitan saat meminjam uang di bank. Makanya DPR mengusulkan pasal itu muncul ungkap Henry Subiakto
Lalu bagaimana dengan situs yang memampaat kebebasan pers tetapi tidak mematuhi kode etik jurnalistik dalam produksi beritanya ?
Ketegangan Hak untuk dilupakan atau Right to be Forgotten di antara hak privasi dan kebebasan berekspresi nampaknya perlu dilihat lebih cermat, khususnya yang terkait dengan kedudukan Hak untuk dilupakan atau Right to be Forgotten karena Benturan ini bukan hanya terjadi di indonesia tetapi berdasarkan beberapa refrensi terjadi juga di amerika terkait catatan kriminal di Amerika yang saat ini dapat dengan mudah diakses pada laman internet serta menjadi salah satu pemicu lahirnya website yang secara khusus mempublikasikan catatan-catatan kejahatan yang telah dan tengah berlangsung Bagi warga pada umumnya, hal ini merupakan wujud hak atas informasi dan menjadi perlindungan dini terhadap potensi kejahatan yang mungkin akan dihadapinya, namun dari sisi subjek yang dipublikasikan (terdakwa, narapidana, ataupun yang telah selesai menjalani hukuman), pengungkapan tersebut dapat menyulitkannya untuk beralih dari kesalahan yang telah lama terjadi. Hal demikian turut berimbas pada rendahnya kesempatan kerja, persoalan keuangan, kesulitan untuk menetap (tempat tinggal), dan lainnya.
Ada sejumlah persoalan untuk menerapkan Hak untuk dilupakan atau Right to be Forgotten apabila pelaksanaannya tidak dipandu oleh peraturan yang rinci dan jelas salah satunya adalah gesekan dengan hak warga negara untuk mendapatkan informasi karena Bagaimana hendak menegakkan hak untuk mendapatkan informasi jika ada hak lain untuk menghapus informasi?
Informasi dan dokumen elektronik yang dimaksud pun perlu diperjelas secara rinci karena Tanpa ada penjelasan dan pendefinisian yang jernih, karya jurnalistik dan karya ilmiah juga bisa dituntut untuk dihapus ,Kita patut menghormati privasi orang lain. Tetapi sangatlah absurd untuk menugaskan orang lain melupakan peristiwa yang pernah terjadi ,belum lagi Menghalangi orang untuk mengakses informasi saja sudah tergolong melanggar hak asasi, apalagi jika menghapus informasi dan dokumen yang secara legal tidak melanggar hukum?,namun harus kita jujur ditengah kondisi “bebas” seperti ini diperlukan juga pengaturan kewajiban menghapus Informasi Elektronik dan/atau Dokumen Elektronik menyangkut data pribadi yang sudah tidak relevan apabila penggunaan setiap informasi melalui media elektronik yang menyangkut data pribadi dilakukan tidak berdasarkan undang undang seperti yang dilakukan akun atau situs anonim yang menyebarkan data pribadi.
Alfa dera*
Mahasiswa Program Doktor Ilmu hukum Universitas Jayabaya
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H