Mohon tunggu...
Akhlis Purnomo
Akhlis Purnomo Mohon Tunggu... Penulis - Copywriter, editor, guru yoga

Suka kata-kata lebih dari angka, kecuali yang di saldo saya. Twitter: @akhliswrites

Selanjutnya

Tutup

Olahraga Pilihan

Tanpa Politik, Prestasi Olahraga RI Bakal Bisa Berkembang Lebih Baik

5 September 2024   07:01 Diperbarui: 5 September 2024   10:58 169
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Trisna Ramdhany (kanan) bersama dengan pelatihnya yang juga mantan atlet senam artistik era 1990-an Jonathan Sianturi. (Sumber gambar: IG Trisna R.)

Berawal dari ajakan seorang tetangga yang mengajaknya ikut seleksi atlet senam di DKI Jakarta, Trisna Ramdhany tak menyangka bahwa dirinya akan menjadi atlet profesional di cabang olahraga satu ini. Kini, ia sudah termasuk atlet senior di senam artistik dan bertanding di gelaran PON 2024.

Kepada saya, atlet senam artistik Jakarta kelahiran Jakarta tanggal 1 Maret 1995 bernama panggilan Deden ini menceritakan perjalanan kariernya sejak kecil hingga bisa meraih medali emas senam artistik di PON 2024. Sempat hampir putus asa dan dua kali ingin pensiun, Trisna masih terus berlatih dan bertanding berkat dukungan beberapa pihak. 

Apa dan mengapa ia ingin pensiun? Apa harapan Trisna ke depan untuk  para pelaku dunia olahraga, para wasit, hingga pemerintah Indonesia terkait penyediaan fasilitas olahraga? Simak jawabannya di bawah ini.

A: Bagaimana awal mula Deden tertarik dan memulai karir di dunia senam artistik?

TR: Awalnya ada tetangga yang berprofesi sebagai guru olahraga SD. Beliau mengajak saya untuk ikut seleksi dalam pencarian bibit atlet gymnastics yang diadakan Pengprov DKI Jakarta dengan mengundang sekolah-sekolah di sekitar Gedung Senam Buaran, Jaktim. Padahal saat itu, saya masih belum masuk SD.

Niat saya hanya ikut-ikutan, menemani anak guru olahraga tersebut mewakili sekolahnya. Tapi, lambat laun saya melihat para senior yang hebat dan mereka diberi uang bulanan, bahkan ada yang bisa pergi keluar kota dengan naik pesawat secara gratis. Dari situlah saya merasa tertarik ikut latihan senam/ gymnastics ini.

A: Siapa mentor/ coach yang Deden anggap paling berjasa dalam perjalanan karier hingga sekarang?
TR: Dari awal saya latihan coach saya adalah Kak Eva, Kak Yossi dan Bang Mutik. Lalu ada Pak Purba sampai tahun 2012, yang sayangnya pada tahun 2009 terkena penyakit stroke. Walaupun rumahnya jauh di daerah Kebon Jeruk, setelah kondisinya membaik, beliau masih menyempatkan untuk melatih saya. Setelah Pak Purba pensiun sebagai coach, Bang Jon (Jonathan Sianturi - pen) adalah coach yang membimbing saya sampai sekarang. Keduanya paling berkontribusi dalam perjalanan saya hingga saat ini.

A: Bisakah diceritakan momen yang membuat Deden yakin ingin menjadi atlet senam artistik profesional dengan segala plus minusnya?
TR: Yang membuat yakin sebenarnya ketika masuk Pelatnas SEA Games 2015 di Singapura meskipun memang saya tetap mengalami 'pasang surut'.

Momen lain ialah saat tahun 2005, saya berhasil meraih medali perunggu di ajang Popnas Medan. Saat itu saya mulai berpikir kalau nanti sukses menjadi juara, pasti bisa membantu mengangkat derajat keluarga.

Namun, dengan proses latihan yang relatif keras, di usia yang masih anak-anak, rasanya sangat sulit. Ada saja rasa ingin berhenti saat melihat teman-teman sebaya saya bisa bermain cukup.

A: Bisa digambarkan seperti apa rutinitas latihan harian Deden? Bagaimana Deden bisa menyeimbangkan antara latihan fisik, teknik, dan persiapan mental?
TR: Rutinitas latihan saya adalah latihan setiap hari Senin, Selasa, Kamis dan Jumat. Waktu latihannya mencakup sesi pagi dan sore. 

Untuk menyeimbangkan latihan fisik dan teknik, sudah ada program khusus dari pelatih. Jadi saya tinggal melaksanakan program yang diberikan.

Kalau untuk latihan mental, saya lebih banyak berdoa. Lambat laun dengan segala tekanan yang ada, dan dengan proses pendewasaan saya akhirnya bisa menguatkan mental saat bertanding, walaupun masih jauh dari kata sempurna.

A: Bagaimana dengan kesibukan di luar latihan sekarang ini?
TR: Saat ini saya menjadi pelatih di Jonathan Gymnastics Club (klub senam artistik yang didirikan oleh Jonathan Sianturi) dan membantu melatih keterampilan akrobatik di sebuah sekolah balet. 

Saya juga mulai juga kecil-kecilan berjualan sebagai supplier camilan di kantin Gedung Senam Buaran (di Duren Sawit, Jaktim), seperti makaroni dan salad buah. Tapi sejak persiapan PON 2024 ini, saya berhenti dulu jual salad buah karena waktu luang saya lebih baik dipakai untuk istirahat. 

Sempat juga saya buka klub gymnastics bersama sama teman tapi untuk saat ini masih istirahat dulu karena saya masih dalam persiapan PON 2024.  Saat ini saya juga mulai membuat aksesoris/perlengkapan latihan, seperti grips untuk anak-anak, dan sepatu senam ritmik. Dan saya mulai juga belajar membuat matras dan alat-alat senam lainnya.

A: Dari berbagai alat gymnastics yang ada, mana yang menjadi favorit Deden dan mengapa? Apakah ada gerakan spesifik yang menjadi keahlian Deden?
TR: Alat favorit saya itu berubah-ubah dari kecil. Waktu kecil, favorit saya adalah  lantai (floor exercise), karena mungkin hanya itu dulu yang saya bisa. Setelah menjadi juara Popnas Medan, karena saya mendapat medali perunggu di kuda pelana (pommel horse), akhirnya alat favorit saya berubah menjadi kuda pelana.

Tapi begitu dilatih oleh Bang Jonathan, saya lihat kalau meja lompat (vaulting) itu tidak seperti alat lainnya, dan peluang mendapat medali lebih besar jika berhasil melakukannya dengan baik. Jadi meja lompat sampai saat ini bisa dibilang favorit saya.

Lalu begitu sudah agak senior, dan power saya sudah mulai bertambah, mulai bertambah alat favorit saya yaitu gelang-gelang (still rings). Jadi sekarang bisa dibilang meja lompat dan gelang-gelang.

A: Bagaimana cara Deden mengatasi tekanan dan kecemasan sebelum dan selama kompetisi? Adakah ritual atau strategi khusus yang Deden lakukan?
TR: Pihak KONI DKI mempersiapkan tenaga ahli tim psikolog. Di situ kami diajarkan cara-cara mengatasi kecemasan. Tapi PON kemarin itu dengan segala cara yang diberikan tapi tidak berhasil. Satu-satunya cara yang saya lakukan dan berhasil itu shalat, berdoa, dan berserah pada Tuhan. Terakhir sebelum masuk ke area pertandingan, saya berdzikir.

A: Apa yang membuat Deden bisa sampai sejauh ini di dunia senam artistik?
TR: Yang pasti doa dan dukungan dari keluarga. Dan saya yakin bahwa takdir Tuhan yang menentukan. Ada dukungan juga dari pelatih yang bukan hanya soal teknik tapi juga soal mental. Ada dari rekan setim juga yang saling memberikan dukungan.

A: Prestasi apa saja yang sudah Deden raih dari awal hingga tahun ini?
TR: Prestasi tertinggi saya ialah PON 2024. Alhamdulillah saya berhasil meraih medali emas. Dari awal ada medali perunggu Popnas 2005, medali emas Popnas 2007, medali emas Popnas 2009, medali perak Popnas 2011. Saya pernah juga meraih medali perunggu di kejuaraan Singapore Open yang saat itu ada partisipasi dari tim Chinese Taipei yang sedang try out untuk persiapan kejuaraan dunia. Sudah dua kali saya ikut SEA Games tapi masih belum bisa mengangkat bendera merah putih di podium.

A: Sebagai atlet artistic gymnastics, dari deretan prestasi tadi, manakah pencapaian terbesar yang telah Deden raih sejauh ini? Dan apa target atau mimpi yang ingin Deden wujudkan di masa depan dalam karir senam artistik?

TR: Pencapaian paling besar itu buat saya PON saat ini. Untuk mimpi, melihat umur saya yang sudah termasuk senior untuk seorang atlet, kalau masih diizinkan saya masih ingin mengharumkan indonesia di ajang internasional. Dengan dua kali hampir memutuskan pensiun, saya rasa dengan pencapaian saat ini pun sudah merasa sangat bersyukur.

A: Adakah harapan Deden untuk dunia senam artistik Indonesia dan pemerintah?
TR: Harapan saya bagi senam artistik terutama putra adalah para wasit agar bisa bersikap netral dan menjunjung tinggi nilai sportivitas. Karena hasil itu yang akan dibawa untuk ajang internasional. Karena untuk setiap PON saya amati pasti ada wasit yang memihak ke daerah tertentu, bukan cuma di senam artistik. Bahkan banyak cabor lain yang menurut banyak orang juga terdapat kecurangan.

Untuk pemerintah, saya berharap agar bisa memperhatikan fasilitas untuk atlet berlatih, karena untuk fasilitas senam artistik kita itu jauh dari kata "memadai". Dan untuk cabor lain yang memang sudah diberikan fasilitas, mohon menyiapkan orang atau tim yang bertugas untuk merawatnya.

Kita tahu sendiri dari PON ke PON, banyak stadion yang sudah dibangun. Tapi kita mendengar juga beberapa tahun setelahnya stadion tersebut terbengkalai. Semoga prestasi olahraga Indonesia bisa berkembang lagi tanpa politik olahraga. (*/)

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Olahraga Selengkapnya
Lihat Olahraga Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun