Mohon tunggu...
Akhlis Purnomo
Akhlis Purnomo Mohon Tunggu... Penulis - Copywriter, editor, guru yoga

Suka kata-kata lebih dari angka, kecuali yang di saldo saya. Twitter: @akhliswrites

Selanjutnya

Tutup

Healthy Artikel Utama

Menguak Kaitan Erat antara Tren Melajang, Gila Olahraga, dan Adopsi Hewan

10 Juli 2024   07:32 Diperbarui: 10 Juli 2024   17:06 288
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Makin banyak anak muda 30-an yang memilih menekuni olahraga dan memelihara hewan di rumah dengan sejumlah alasan. (Sumber gambar: Freepik)

Jika Anda jeli mencermati anak-anak muda usia Gen Z dan Millennials di sekitar Anda saat ini baik melalui pengamatan langsung dan melalui tren di media sosial, Anda akan menemukan makin banyaknya anak muda usia lajang di usia 20-an hingga 30-an yang kini memilih untuk mengisi waktu senggang mereka dengan rajin berolahraga dan memelihara hewan peliharaan terutama kucing.

Hal ini sudah terjadi sebelum pandemi dan makin menjadi-jadi begitu pandemi terjadi. Pasca pandemi Covid-19, fenomena serupa tampaknya masih terus berlanjut.

Di tulisan ini, saya akan mencoba menjelaskan mengapa fenomena tersebut bisa terjadi dan bagaimana ketiga fenomena ini (maraknya pilihan melajang, berolahraga, dan mengadopsi hewan) makin banyak kita saksikan di masyarakat.

Terendah dalam 17 Tahun

Mari kita awali analisis ini dari 17 tahun lalu. Tercatat sejak tahun 2007, Indonesia mengalami peningkatan yang stabil dalam jumlah pernikahan. Namun, tren ini mulai berubah pada tahun 2012, menandai awal dari penurunan angka pernikahan yang berturut-turut. Demikian ungkap laman kompas.com.

Menariknya, meskipun terjadi kenaikan singkat pada tahun 2017 dan 2018, jumlah pernikahan kembali menurun dari 2019 hingga 2023.

Data dari Badan Pusat Statistik (BPS) yang dikumpulkan oleh Kompas.com menggambarkan fluktuasi ini dengan jelas. Pada tahun 2007 hingga 2011, terjadi peningkatan konsisten tertinggi dari 1.944.569 hingga 2.319.821 pernikahan. 

Kemudian terjadi penurunan awal di periode 2012-2016, dari 2.289.648 menjadi 1.837.185. Di periode 2017-2018 tercatat ada kenaikan namun cuma berlangsung singkat dan tipis, yakni 1.936.934 ke 2.016.171.

Di periode 2019-2023, kita temukan tren penurunan yang terus terjadi, dari 1.968.978 di 2019 hingga 1.577.255 pada 2023. Angka pernikahan 2023 disebut sebagai angka terendah dalam 17 tahun terakhir. 

Banyak yang menyebut bahwa keengganan para pemuda dan pemudi kita menikah adalah karena makin susahnya kondisi ekonomi.

Mencari kerja dengan gaji layak makin sulit dan biaya hidup yang membubung tinggi sering dikatakan anak-anak muda sebagai faktor kunci penghalang pernikahan.

Tapi apakah itu benar? Saya mencoba menelisik kondisi ekonomi Indonesia selama 10 tahun belakangan. Apakah memang terjadi penurunan ekonomi? 

Pihak pemerintah melalui Kemenkeu sendiri menyangkal itu. Pada tahun 2021, mereka (Kemenkeu- penulis) mengklaim pertumbuhan ekonomi kita selalu ada di atas rata-rata global, sebagaimana dilansir dari laman kompas.com. 

Hal ini ditambahi dengan data PDB per kapita Indonesia sejak 2010 yang menunjukkan tren peningkatan meski sempat anjlok di 2015. Menurut laman ceicdata.com, PDB per kapita RI bertengger di angka 4,783.269 USD di tahun 2022.

Catatan tersebut lebih tinggi jika dibandingkan dengan raihan di tahun sebelumnya yaitu 4,350.683 USD untuk 2021.

Jika ekonomi terus tumbuh, mengapa anak-anak muda ini mengatakan mereka makin kesulitan dengan biaya hidup dan menikah? 

Ternyata keluhan itu muncul karena kesenjangan ekonomi kita masih belum banyak berubah jika dibandingkan 20 tahun lalu, demikian menurut data yang dihimpun katadata.co.id. 

Dengan mencermati data World Inequality Report 2022, diketahui bahwa sebanyak kurang lebih 50% penduduk Indonesia hanya memiliki kurang dari 5% kekayaan rumah tangga nasional (total household wealth).

Ironisnya, 10% penduduk lainnya menggenggam sekitar 60% kekayaan rumah tangga nasional sepanjang 2 dekade terakhir. Dan fakta ini sudah tercatat sejak 2001.

Dengan kata lain, harus diakui secara ksatria bahwa ekonomi Indonesia memang tumbuh tetapi masih belum merata dan cuma menguntungkan segelintir orang.

Kondisi ekonomi yang timpang ini juga mendorong keluarga-keluarga baru untuk membatasi jumlah anak yang mereka lahirkan. Saat ini tanpa disarankan oleh BKKBN, pasangan-pasangan muda yang sudah menikah pun memilih untuk memiliki 2 anak saja. Bahkan ada yang 1 anak saja sudah merasa cukup. Yang ekstrim, ada pasangan menikah yang memilih dan sepakat tak memiliki anak selamanya (child-free) secara sengaja sejak awal.

Seorang pesohor media sosial Gita Savitri pernah menjelaskan pilihannya ini dan sempat membuat geger masyarakat kita yang masih memiliki cara pandang konservatif.

Olahraga Sebagai Kunci Awet Muda

Tanpa membentuk keluarga baru, anak-anak muda yang melajang pun saat ini memilih untuk mengisi waktu senggang mereka setelah bekerja dengan mengerahkan sebagian besar energi mereka dalam bentuk fisik, finansial, dan waktu untuk mengejar pencapaian lain: performa fisik.

Harus diakui bahwa ada sebagian generasi Z dan Millennials yang abai dengan kesehatan mereka. Mereka mengalami obesitas, diabetes dini, stroke, GERD, bahkan gangguan-gangguan kesehatan mental yang beragam akibat pilihan gaya hidup yang salah. 

Namun, dalam kelompok Gen Z dan Millennials ini juga makin banyak yang sadar untuk merawat dan meningkatkan kesehatan fisik dan mental mereka, terutama Gen Z dan Millennials yang cukup beruntung dalam hal finansial (sudah memiliki pekerjaan atau orang tua yang masih bisa membiayai hidup mereka) dan tinggal di perkotaan yang memiliki sarana dan prasarana olahraga yang lengkap, misalnya fasilitas gym/ pusat kebugaran dengan beragam mesin pembentuk otot, studio yoga dan pilates yang bertarif premium (bisa sekali masuk Rp500 ribu/ orang), dan segala macam makanan tinggi protein dan suplemen kebugaran yang harganya tak bisa dikatakan tak murah.

Selain karena kesadaran menjaga kesehatan, mereka ini juga sadar betul berkat informasi dari pakar-pakar kesehatan dan influencers bahwa olahraga adalah salah satu dari kunci untuk mempertahankan penampilan yang awet muda. 

Tren olahraga demi awet muda ini bisa dipahami karena anak-anak muda lajang ini begitu terobsesi dengan selebritas-selebritas lokal dan internasional yang usianya sudah tak muda lagi tapi terlihat masih bugar, sehat, dengan kulit kencang dan performa fisik bak remaja.

Tiap kali ada selebritas yang senior tampil, banyak orang di media sosial membahas soal rahasia skincare atau gaya hidup yang dilakoni si selebritas.

Ini menunjukkan adanya ketertarikan yang luar biasa hingga level obsesif dalam benak anak-anak muda ini untuk tampil prima bahkan jika nantinya mereka sudah berusia senja.

Ada juga anak-anak muda yang berolahraga demi mengejar kepuasan pencapaian apalagi jika bisa sampai memecahkan rekor pribadi atau rekor orang lain. 

Mereka ini biasanya suka olahraga keras dan ekstrim seperti lari marathon, diving, Iron Man, atau Cross Fit yang memang punya citra 'keras' dan 'macho' serta mahal (karena pakaian, gear atau alat-alatnya sungguh tak murah).

Hewan Peliharaan sebagai Pengusir Sepi

Jika ditanya apakah mereka memilih punya bayi atau kucing, anak-anak muda saat ini mungkin akan memilih untuk memelihara kucing saja. Ini bukan lelucon karena ada alasan kuat di balik jawaban tersebut.

Anak-anak muda lajang makin banyak yang mengadopsi/ memelihara kucing dan beragam hewan peliharaan lain sebagai sebuah coping mechanism (mekanisme untuk mengatasi) untuk masalah hidup mereka yang terbesar saat ini: kesepian. 

Tak hanya anak muda lajang, orang-orang tua atau lansia yang sudah memilik anak-anak usia dewasa yang sudah tinggal terpisah dari mereka pun mengalami kesepian yang mirip dan akhirnya memilih untuk melimpahkan kasih sayang mereka pada hewan peliharaan yang bisa dijadikan pelampiasan sementara jika jauh dari anak-anak mereka yang sudah menjalani hidup masing-masing. 

'Wabah' kesepian ini juga makin parah saat puncak pandemi berlangsung tahun 2020-2021 lalu dan membuat makin banyak orang memelihara hewan peliharaan untuk mengatasi kesepian saat terisolasi dari keluarga dan teman.

Hipotesis saya ini didukung setidaknya oleh temuan Kompas.com yang menyatakan bahwa kepemilikan kucing sebagai hewan peliharaan di Indonesia memang tengah mengalami kenaikan dari tahun ke tahun. 

Menurut Survei Rakuten Insight, perusahaan riset asal Amerika Serikat, yang dilaksanakan secara daring pada Januari 2022 terhadap 10.442 responden, ditemukan kucing menjadi jenis peliharaan nomor wahid (47%) di antara responden di Indonesia, sisanya ikan (22%), burung (18%), anjing (10%). Anda bisa membaca hasil survei lengkapnya di tautan ini.

Kecenderungan memilih memelihara hewan daripada memiliki anak bisa jadi dimaklumi karena semahal apapun biaya memelihara hewan tetap saja tak terkalahkan oleh biaya memiliki anak/ bayi. 

Sebagai catatan , biaya persalinan normal saat ini (2024) berkisar dari Rp4 jutaan hingga Rp20 jutaan. Dan untuk prosedur caesar bisa mencapai Rp30-70 jutaan. 

Sementara itu, biaya sekolah anak TK hingga kuliah yang paling murah saja bisa hampir mencapai Rp200 jutaan. Jika Anda ingin mengirim anak ke sekolah yang lebih bermutu seperti sekolah internasional, bisa jadi biayanya melejit hingga miliaran.

Dan patut diingat bahwa semua biaya tadi belum mencakup pengeluaran untuk makan, pakaian, perlengkapan sekolah, transportasi, main, nongkrong jika ia sudah remaja dan dewasa muda, dan pemeliharaan kesehatan serta pengobatan jika si anak jatuh sakit. 

Untuk memiliki hewan peliharaan, anak-anak muda ini tak perlu merogoh kocek sedalam itu dan mereka masih bisa mengusir rasa sepi. (*/)

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Healthy Selengkapnya
Lihat Healthy Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun