Indonesia darurat judi online, demikian sebuah judul berita di media daring yang saya baca pagi ini. Sebagaimana kita ketahui memang judi online telah menjadi masalah serius di Indonesia, bahkan disebut telah memasuki tahap darurat. Praktik ini merajalela tak hanya di kalangan rakyat kecil tapi menjalar ke aparat dan wakil rakyat juga. Fenomena adiksi judi ini menyebabkan berbagai dampak negatif, termasuk meningkatnya kriminalitas dan kekerasan dalam keluarga. Demikian ungkap tempo.co.
Di sini saya tak akan membahas soal faktor yang mendorong maraknya judi online yang sudah banyak kita ketahui bersama misalnya faktor sosial dan ekonomi (anggapan bahwa judi online bisa mendatangkan keuntungan besar dengan cepat), Â faktor situasional (kondisi masyarakat yang konsumtif dan keinginan mendapat uang instan, didukung iklan dan pemasaran agresif), faktor coba-coba (bermula dari rasa penasaran dan keyakinan akan menang suatu saat nanti), persepsi keliru tentang peluang menang (penjudi cenderung yakin akan kemenangan meski peluangnya kecil), dan keyakinan berlebih akan kemampuan teknologi (menganggap kemenangan karena keterampilan, bukan kebetulan).
Saya juga tak akan membahas banyak soal dampak judi online yang sudah menjadi rahasia umum, yang meliputi dampak psikologis (kecanduan, stres, kecemasan, dan depresi), dampak ekonomi (kerugian finansial, terlilit utang, dan ketidakstabilan keuangan keluarga), dampak sosial (meningkatnya tindak kriminal seperti pencurian dan pembunuhan, serta isolasi sosial), dan sebagainya.
Dengan kondisi masyarakat kita yang begitu kecanduan judi online, pemerintah kemudian dituntut untuk segera memberantas judi online sampai ke akar-akarnya karena telah merusak sendi-sendi kehidupan keluarga dan masyarakat. Diperlukan tindakan tegas dan komprehensif untuk mengatasi masalah ini.
Sayangnya, oknum-oknum aparat pemerintah juga terlibat dalam judi online. Temuan PPATK menyatakan ada lebih dari 1000 anggota dewan yang terlibat judi online (sumber: tempo.co). Bahkan anggota TNI dan Polri selaku aparat yang seharusnya memberantas judi online malah ada yang terkena godaan judi online. Kasus-kasus anggota TNI dan Polri yang terbelit masalah judi mendapat sorotan masyarakat sebagaimana dilaporkan tempo.co dan menegaskan level keparahan kondisi negara kita akibat judi online.
Berikut ini adalah 7 fakta ilmiah yang saya himpun dari sejumlah sumber tepercaya mengenai judi patologis yang telah membelit bangsa ini. Selamat menyimak.
Fakta Ilmiah 1: Sama Merusaknya dengan Kecanduan Narkoba
Hasil penelitian yang diterbitkan 3 January 2017 oleh Imperial College London menunjukkan bahwa kecanduan judi mengaktifkan jalur otak yang sama dengan kecanduan obat-obatan dan alkohol.Â
Studi ini melibatkan 19 pasien kecanduan judi dan 19 sukarelawan sehat. Menggunakan pemindaian MRI, para peneliti menemukan bahwa dua area otak - insula dan nucleus accumbens - sangat aktif ketika penjudi bermasalah mengalami keinginan berjudi. Area-area ini terlibat dalam pengambilan keputusan, penghargaan, dan kontrol impuls.
Peneliti juga menemukan koneksi yang lebih lemah antara nucleus accumbens dan lobus frontal pada penjudi bermasalah, yang mungkin berkontribusi pada ketidakmampuan menghentikan perjudian. Temuan ini membuka jalan untuk pengembangan pengobatan yang ditargetkan untuk mencegah keinginan dan kambuh.
Kecanduan judi dapat berdampak buruk pada pasien dan keluarga mereka, termasuk kehilangan pekerjaan dan tunawisma. Kondisi ini dapat diobati dengan terapi bicara atau obat-obatan yang melawan keinginan berjudi.Â
Jadi bisa dikatakan dampak destruktif judi online ini sama dengan narkoba.
Fakta Ilmiah 2: Memicu Merebaknya Tindak Kekerasan
Penelitian oleh University of Lincoln tahun 2016 yang diterbitkan dalam jurnal Addiction menemukan bahwa perjudian, dalam segala tingkatan, berkaitan dengan peningkatan risiko perilaku kekerasan yang signifikan.
Studi ini melibatkan survei terhadap 3.025 pria dari berbagai latar belakang sosial-ekonomi di Inggris. Mereka ditanyai tentang keterlibatan dalam perilaku kekerasan dan kebiasaan berjudi. 80% responden mengaku pernah berjudi dalam hidup mereka.
Hasil penelitian menunjukkan hubungan yang signifikan antara perjudian dan perilaku kekerasan, dengan tingkat keparahan yang meningkat seiring dengan tingkat kecanduan judi. 51% penjudi patologis, 45% penjudi bermasalah, dan 28% penjudi 'kasual' melaporkan terlibat dalam perkelahian fisik dalam lima tahun terakhir, dibandingkan dengan hanya 19% pada non-penjudi.
Perjudian juga dikaitkan dengan peningkatan penggunaan senjata dalam tindak kekerasan dan perkelahian saat mabuk. Penjudi patologis dan bermasalah lebih mungkin memukul anak-anak dan melakukan kekerasan terhadap pasangan.
Temuan ini tetap signifikan secara statistik bahkan setelah memperhitungkan faktor-faktor terkait seperti penyakit mental atau perilaku impulsif.
Fakta Ilmiah 3: Bisa Menjadi Aktivitas Pengisi Waktu yang Positif Jika Terkendali
Sebuah studi oleh Wood dan Griffiths yang bersumber dari Springer Science+Business Media tahun 2014 bahwa judi tak selalu destruktif. Bagi mereka yang mampu mengendalikan diri, mereka bahkan bisa menggunakan judi sebagai aktivitas pengisi waktu yang 'positif'.
Studi tersebut mengeksplorasi strategi, sikap, dan motivasi "pemain positif" yang tidak berisiko menjadi penjudi bermasalah. Penelitian ini menganalisis hasil survei online dari 1.484 pemain positif dan 209 pemain bermasalah. Studi ini menggambarkan seperti apa "permainan positif" yang tidak bermasalah.
Di sini, ilmuwan menemukan bahwa internet adalah media paling populer, dengan 93% pemain positif berjudi secara online. Perjudian juga bisa menjadi bentuk hiburan bagi pemain positif, yang menikmati mimpi memenangkan hadiah besar. Pemain yang 'positif' (tidak larut dalam permainan dna nafsu) Â memiliki strategi kendali diri, seperti menetapkan batas pengeluaran dan waktu bermain sebelum mulai berjudi. Sebaliknya, peneliti menemukan bahwa para pemain bermasalah berjudi untuk meredakan suasana hati tertentu dan lebih cenderung berjudi dalam lingkungan sosial.
Dalam konteks masyarakat Indonesia, fenomena merebaknya judi online seolah menyiratkan ada banyak hal yang merisaukan masyarakat kita saat ini sehingga mereka mencoba meredakan keresahan dan masalah dengan berjudi. Dan saat faktor emosional dan psikologis terlibat, di situlah judi mengambil alih kewarasan manusia.
Fakta Ilmiah 4: Telah Merebak Sejak Pandemi Covid 2020
Sebuah studi tahun 2021 yang dipimpin oleh Universitas Bristol mengungkapkan bahwa perjudian online meningkat pesat selama masa lockdown akibat pandemi COVID-19. Penelitian ini, yang diterbitkan dalam Journal of Gambling Studies, menunjukkan bahwa penjudi laki-laki regular cenderung lebih sering berjudi online selama lockdown.
Meskipun frekuensi perjudian secara keseluruhan menurun, penggunaan perjudian online seperti poker, bingo, dan permainan kasino meningkat enam kali lipat di kalangan penjudi regular. Penjudi sesekali juga dua kali lebih mungkin untuk berjudi online dibandingkan sebelumnya.
Temuan menarik lainnya ialah kaum Adam tiga kali lebih mungkin sering berjudi dibanding perempuan, terdapat hubungan kuat antara minum alkohol berlebihan dan perjudian regular, dan kelompok rentan dan yang mengalami kesulitan finansial lebih cenderung berjudi selama lockdown.
Peneliti menekankan perlunya pendekatan kesehatan masyarakat untuk meminimalkan bahaya perjudian. Mereka juga menyoroti peningkatan popularitas taruhan e-sports dan kekhawatiran tentang paparan iklan perjudian pada anak-anak melalui media sosial.
Fakta Ilmiah 5: Berkaitan Erat dengan Gangguan Kepribadian
Penelitian yang bersumber dari Springer Science+Business Media tahun 2014 menunjukkan bahwa perjudian yang bermasalah sering berkaitan dengan gangguan kepribadian. Sekitar 2,3% populasi global mengalami masalah perjudian, yang menyebabkan berbagai kesulitan pribadi dan sosial.
Tinjauan penelitian oleh Brown dkk. menemukan bahwa penjudi bermasalah memiliki karakteristik serupa dengan orang yang menderita gangguan kepribadian antisosial, borderline, histrionik, dan narsisistik. Gangguan Kepribadian Borderline (BPD) lebih sering ditemukan pada penjudi bermasalah.
Faktor biologis dan sosial yang sama berperan dalam menyebabkan perjudian bermasalah dan gangguan kepribadian, termasuk hubungan orangtua yang buruk, pelecehan, kesulitan mengendalikan emosi, penyalahgunaan zat, depresi, dan gangguan kecemasan.
Brown menyarankan skrining rutin untuk gangguan kepribadian sebagai bagian dari opsi pengobatan penjudi bermasalah. Ini dapat membantu klinisi menyesuaikan ekspektasi pengobatan dan mendorong kepatuhan terhadap perawatan.
Terapi Perilaku Dialektik, yang berhasil mengobati BPD, mungkin juga bermanfaat untuk subkelompok penjudi bermasalah. Terapi ini mengajarkan keterampilan inti seperti kesadaran, toleransi terhadap tekanan, regulasi emosi, dan efektivitas interpersonal.
Fakta Ilmiah 6: Berkaitan dengan Trauma Masa Kecil dan Stres dalam Masyarakat
Studi oleh University of Lincoln tahun 2017 mengungkapkan hubungan antara perjudian bermasalah dan trauma masa kecil serta peristiwa stres pada orang dewasa. Penelitian ini melibatkan survei terhadap lebih dari 3.000 pria.
Temuan utama studi ini ialah 26% penjudi patologis (yakni penjudi yang tak bisa mengendalikan diri meski kena risiko sanksi sosial dan beragam masalah pada dirinya) Â menyaksikan kekerasan dalam rumah semasa kecil, dibandingkan dengan 8% pada penjudi non-bermasalah (penjudi yang masih bisa mengendalikan diri).
Lalu 10% penjudi patologis mengalami kekerasan fisik pada masa kecil, dibandingkan dengan kurang dari 4% pada penjudi non-bermasalah. Penjudi bermasalah juga melaporkan tingkat trauma masa kecil yang lebih tinggi. Tak cuma itu, sebagai orang dewasa, penjudi patologis lebih sering mengalami masalah keuangan serius (35%), dihukum karena tindak pidana (29%), dan mengalami perceraian (20%).
Pola ini tetap konsisten bahkan setelah memperhitungkan faktor risiko lain seperti penyalahgunaan zat dan tunawisma. Maka dari itu, bisa dikatakan bahwa semakin serius masalah perjudian, semakin tinggi persentase trauma masa kecil atau stres kehidupan yang dilaporkan dalam sebuah masyarakat.
Peneliti menyarankan agar layanan pengobatan perjudian melakukan skrining rutin untuk peristiwa traumatis dalam hidup atau penyalahgunaan zat guna menyesuaikan pengobatan dengan lebih baik. Temuan ini menunjukkan bahwa perjudian bermasalah mungkin merupakan gejala dari masalah sosial, perilaku, dan psikologis lainnya.
Fakta Ilmiah 7: Bisa Ditangani dengan Obat-obatan untuk Atasi Adiksi Narkoba
Penelitian tahun 2009 yang bersumber dari American College of Neuropsychopharmacology dan dilaksanakan oleh Dr. Jon Grant dan timnya di Universitas Minnesota menunjukkan bahwa perjudian patologis mungkin dapat diobati dengan obat-obatan untuk kecanduan zat terlarang (narkoba). Studi ini melibatkan pria dan wanita dengan diagnosis utama perjudian patologis dalam tiga studi pengobatan berbeda.
Peneliti mengidentifikasi dua subtipe utama penjudi patologis yakni penjudi dengan dorongan kuat dan penjudi yang sulit mengontrol perilakunya. Para penjudi yang didorong oleh keinginan kuat merespons baik terhadap obat yang memblokir sistem opioid otak (seperti naltrexone) atau reseptor glutamat tertentu (seperti memantine). Mereka dengan riwayat keluarga kecanduan merespons lebih baik terhadap pemblokir opioid.
Sementara itu, para penjudi yang sulit mengendalikan perilaku merespons baik terhadap obat yang bekerja pada enzim catechol-O-methyl-transferase (COMT). Penurunan fungsi COMT dapat meningkatkan kemampuan menghambat keinginan berjudi. (*/)
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H