Rencana penambahan jumlah kementerian dalam struktur pemerintahan kerap menjadi perdebatan di tengah masyarakat Indonesia dari dulu. Termasuk di masa transisi pemerintahan sekarang.
Wacana ini muncul ke permukaan begitu Prabowo yang memenangkan Pilpres 2024 lalu menghembuskannya ke publik baru-baru ini.Â
Tak tanggung-tanggung, ia mengatakan punya rencana membentuk 41 kementerian (sumber: kompas.com).
Penambahan ini bisa dikatakan relatif signifikan karena sekarang saja sudah ada 34 kementerian di pemerintahan Indonesia.
Menilik ke belakang, kita paham bahwa di satu sisi, keberadaannya dibutuhkan untuk menangani berbagai bidang dan kepentingan.Â
Namun di sisi lain, banyaknya jumlah kementerian juga berpotensi menimbulkan permasalahan baru bagi negara ini.Â
Oleh karena itu, dalam tulisan ini saya ingin mengajak Anda untuk menimbang bersama sederet kelebihan dan kekurangan dari memiliki lebih banyak kementerian dalam pemerintahan kita mendatang dan juga alasan mengapa kita jangan sampai terjebak di perdebatan ini hingga berlarut-larut hingga lupa akar masalah yang dihadapi bangsa ini.
Jumlah Kementerian dalam Catatan Sejarah
Jumlah kementerian di Indonesia terus berubah dari satu pemerintahan ke pemerintahan lainnya sejak bangsa ini memproklamirkan kemerdekaannya.
Pada awal kemerdekaan tahun 1945, Indonesia hanya memiliki 12 kementerian di bawah Kabinet Presidensial yang dipimpin Presiden Soekarno.
Di era Orde Baru di bawah kepemimpinan Presiden Soeharto, jumlah kementerian terus bertambah dari waktu ke waktu.Â
Pada tahun 1973, terdapat 26 kementerian. Jumlah ini terus meningkat hingga mencapai puncaknya dengan 35 kementerian pada tahun 1998.
Memasuki era Reformasi, jumlah kementerian mengalami pengurangan. Pada Kabinet Persatuan Nasional 1999-2004 di bawah Presiden Abdurrahman Wahid, jumlah kementerian dikurangi menjadi 22. Kemudian di era Presiden Megawati (2001-2004), jumlah kementerian diturunkan lagi menjadi 21.
Di era kepemimpinan Presiden Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) pada 2004-2009, jumlah kementerian ditetapkan 35. Namun pada periode keduanya (2009-2014), jumlah itu dikurangi menjadi 34 kementerian.
Pada era Presiden Joko Widodo, jumlah kementerian kembali diturunkan. Pada periode pertamanya (2014-2019) terdapat 34 kementerian, lalu di periode keduanya (2019-2024) dikurangi menjadi 33 kementerian.
Mencermati fluktuasi jumlah kementerian dalam sejarah Indonesia ini, bisa kita simpulkan bahwa jumlah kementerian di Indonesia pernah mencapai puncaknya sebanyak 35 di era Orde Baru tahun 1998.Â
Namun kemudian mengalami tren penurunan di era Reformasi dengan jumlah sekitar 20-an hingga 30-an kementerian di bawah berbagai kabinet pemerintahan.Â
Penyesuaian jumlah ini dilakukan dengan tujuan utama untuk meningkatkan efisiensi birokrasi pemerintahan.
4 Poin Plus Lebih Banyak Kementerian
Kelebihan utama dari memiliki banyak kementerian adalah spesialisasi bidang yang lebih mendalam.Â
Hal ini harus diakui karena nantinya setiap kementerian dapat fokus pada satu bidang tertentu sehingga pendalaman kebijakan dan program di bidang tersebut dapat dilakukan secara lebih efektif.Â
Misalnya, Kementerian Perhubungan mengurusi pembangunan infrastruktur transportasi, sedangkan Kementerian Komunikasi dan Informatika mengurus perlindungan data pribadi.
Selanjutnya, beban kerja dan tanggung jawab dapat terdistribusi secara lebih merata ke berbagai kementerian.Â
Hal ini dapat meningkatkan efisiensi kerja dan mempercepat pengambilan keputusan karena tidak terpusat pada satu kementerian saja.Â
Dengan pembagian tugas yang proporsional, diharapkan tidak ada kementerian yang kelebihan atau kekurangan beban kerja.
Terakhir, banyaknya kementerian memungkinkan berbagai kepentingan dan sektor dalam masyarakat dapat terwakili secara lebih baik di tingkat pemerintahan.Â
Hal ini penting bagi negara besar dan beragam seperti Indonesia agar tidak ada satu pun kepentingan yang terabaikan.
Lebih Banyak, Lebih Boros
Sekarang kita coba meraba potensi masalah dari penambahan jumlah kementerian. Dengan makin banyaknya jumlah kementerian, negara juga berpotensi mengalami lebih banyak masalah.Â
Pertama, biaya operasional menjadi lebih tinggi karena harus menyediakan anggaran untuk gaji pegawai, fasilitas kantor, dan kebutuhan operasional di setiap kementerian.Â
Konsekuensinya, pengeluaran negara pun akan lebih besar. Kedua, semakin banyak kementerian akan semakin mempersulit koordinasi antar-kementerian.Â
Diperlukan upaya yang lebih rumit untuk memastikan tidak ada tumpang tindih atau bahkan pertentangan kepentingan dalam pelaksanaan kebijakan dan program masing-masing kementerian.
Ketiga, fragmentasi kebijakan dapat terjadi karena setiap kementerian memiliki prioritas dan kepentingan yang berbeda-beda.Â
Akibatnya, kebijakan pemerintah secara keseluruhan bisa menjadi tidak utuh dan terpecah-pecah karena disusun berdasarkan kepentingan masing-masing kementerian.
Terakhir, dengan banyaknya kementerian berarti lini birokrasi juga akan semakin rumit dan ruwet bagi masyarakat dan pihak asing.Â
Anda bisa bayangkan betapa berlapisnya birokrasi yang bakal dihadapi masyarakat dan investor jika akan ada lebih banyak kementerian yang urusannya mirip satu sama lain dan bertumpang tindih.
Ini tentu akan bertentangan dengan semangat pemerintahan baru yang ingin menyambut lebih banyak investor asing ke Indonesia.Â
Siapa yang mau menanamkan modal di negara dengan birokrasi yang membuat kepala pusing tujuh keliling dan biaya pengurusannya berkali-kali lipat dari negara lain?
Bercermin dari kasus Apple yang menanamkan investasi besar di Vietnam, kita tahu Indonesia kalah telak karena kebijakan investasi dan perdagangan kita masih kurang ramah investor dibandingkan Vietnam.
Pemerintah Vietnam telah menerapkan kebijakan-kebijakan yang mendukung investasi asing, seperti pemotongan pajak dan mempermudah perizinan. Hal ini menarik minat Apple dan perusahaan lain untuk berinvestasi di Vietnam (sumber: VnExpress).
Dengan kata lain, kementerian yang lebih banyak berpotensi memunculkan pemborosan, ketidakefisienan proses, serta lambannya pengambilan keputusan karena terlalu banyak rantai yang harus dilalui.Â
Kuantitas Bukan Inti Masalah
Bagi saya sendiri, jumlah kementerian bukan esensi masalah yang sebenarnya. Inti masalah sebenarnya adalah kemampuan kita menerapkan tata kelola pemerintahan (good governance).
Konsep good governance atau tata kelola pemerintahan yang baik adalah sebuah konsep yang mengacu pada praktik penyelenggaraan manajemen pembangunan yang solid dan bertanggung jawab sesuai dengan prinsip-prinsip demokrasi dan pasar yang efisien, penghindaran salah alokasi dana investasi, dan pencegahan korupsi baik secara politik maupun administratif.
Saya menggarisbawahi "pencegahan korupsi baik secara politik maupun administratif" dalam penjelasan di atas karena inilah masalah besar bangsa kita sekarang.
Jadi marilah jangan terjebak pada debat kusir jumlah kementerian dan fokus pada masalah inti yang belum juga berhasil kita atasi hingga detik ini: korupsi, kolusi dan nepotisme.Â
Saat itu teratasi, mau jumlah kementerian sedikit atau banyak, rasanya sah-sah saja. (*/)
Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana
Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI