Pacar sewaan ini tidak setara dengan pelacur karena mereka memberikan jasa seperti menemani kliennya makan, berbagi cerita, atau menonton film kesukaan si klien bersama. Semuanya dengan tujuan agar hidup tidak terasa sepi, datar, hampa, dan menyakitkan.
Tarif pacar sewaan begini ternyata cukup terjangkau karena memang target mereka adalah anak-anak mahasiswa dan pekerja muda, bukan mereka yang sudah mapan secara ekonomi.
Tak heran kalau tarif termurah adalah Rp20.000. Layanan yang bisa dinikmati dengan harga semurah ini adalah bisa leluasa chat atau teleponan dalam durasi 1-2 jam bersama si pacar sewaan soal apa saja, tergantung selera si klien.
Lain lagi kalau sudah membutuhkan kehadiran dan sentuhan fisik, tarif bisa melambung hingga angka Rp1,5 juta.
Aktivitas yang menghadirkan pacar sewaan bisa berupa makan bareng, mengobrol di kafe, berbelanja, sampai menemani saat si klien wisuda dan ke undangan pernikahan agar tidak disangka jomlo karena stigma lajang yang sangat dianggap miring di masyarakat kita.
Harga setinggi itu relatif bisa memenuhi nafkah seseorang di Yogyakarta yang UMR-nya saja kerap jadi olok-olok karena saking rendahnya jika dibandingkan kota-kota besar lain di Indonesia.
Apakah pacar sewaan juga melakoni kegiatan berbau seksual setelah itu?
Menurut pengakuan narasumber yang dikutip Froyonion.com, mereka tidak melanjutkan ke tahap seksual jika tidak ada persetujuan di antara kedua belah pihak. Jadi tidak ada yang merasa terpaksa.
Jadi di sini, kemungkinan berlanjut ke tahap yang lebih 'hot' itu memang ada tapi jika tidak pun tidak masalah.
Kehadiran pacar sewaan ini memang bisa menjadi obat instan pengusir sepi tapi jika memang ada masalah psikologis (misalnya menggunakan pacar sewaan ini sebagai alat melarikan diri dari masalah keluarga), maka seharusnya masalah tadi diselesaikan dulu hingga tuntas melalui konseling atau konsultasi ke psikolog.
Bagi Anda orang tua, fenomena ini seharusnya membuat kita terbuka mata dan pikiran kita agar lebih dekat dengan anak-anak yang Anda punya.
Alih-alih menghakimi, cobalah lebih memahami masalah dan posisi mereka. Lalu bangun komunikasi yang positif.Â