Mohon tunggu...
Akhlis Purnomo
Akhlis Purnomo Mohon Tunggu... Penulis - Copywriter, editor, guru yoga

Suka kata-kata lebih dari angka, kecuali yang di saldo saya. Twitter: @akhliswrites

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Artikel Utama

"He's Expecting": Tukar Peran dan Jungkir Balik Tatanan Masyarakat Patriarkis

23 April 2022   14:57 Diperbarui: 27 April 2022   15:45 1316
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Saat pria dan wanita bertukar peran. (Poster serial Jepang He's Expecting/IMDB via kompas.com)

MENONTON drama seri Jepang He's Expecting ini memang sangat membingungkan bagi kita yang terbiasa dengan tatanan patriarki yang merajai setiap lini kehidupan saat ini.

Di sini sang tokoh utama Hiyama digambarkan sebagai seorang eksekutif muda yang berada di masa puncak kariernya di bidang periklanan. Ia gigih bersaing dengan seorang kolega dan rivalnya. Dan ia menang dalam sebuah pitching untuk rebranding sebuah perusahaan.

Tapi keadaan berbalik 180 derajat saat ia merasa mual di pagi hari. Dan di kantor suatu kali ia menemukan kemejanya basah di bagian dada. Begitu ia buka, putingnya tampak lebih lebar dari puting pria seharusnya dan basah dengan air susu. Tentu itu tak wajar bagi seorang pria.

Ia pun berkonsultasi dengan seorang dokter dan dinyatakan hamil.

Saya sendiri masih belum bisa mencerna dengan logika bagaimana bisa seorang pria yang berkumis, bercambang lebat, tinggi gagah seperti Hiyama bisa hamil. 

Tidak ada penjelasan biologis dan ilmiah di sini. Sang penulis naskah dan sutradaranya tampaknya tak begitu tertarik mengeksplor sisi sainsnya.

Mereka lebih ingin mengupas pergulatan batin dan psikologis serta kultur yang dihadapi oleh Hiyama yang berusia 37 tahun dan Aki yang menjadi ibu dari si jabang bayi, seorang wanita pekerja lepas di usia 35 tahun yang sudah dikejar-kejar keluarganya untuk segera menikah. Sangat tipikal dengan apa yang sering kita lihat di masyarakat patriarkis.

Tapi bedanya di sini dikisahkan para pria bisa saja mengandung bayi. Perempuan juga masih bisa mengandung bayi tapi di sini kemungkinannya 50:50. Dan ini yang membuat seri ini unik sih menurut saya.

Di masyarakat yang mengalami anomali dan guncangan karena para prianya bisa mengandung ini masih bercokol juga konsep patriarki. 

Dan karena inilah para pria yang kebetulan mengandung ini merasakan perlakuan diskriminatif di tempat kerja, di lingkungan tempat tinggal, pergaulan, dan sebagainya yang juga biasa dihadapi para perempuan hamil.

Tekanan makin berlipat karena Hiyama seorang laki-laki yang hamil di luar ikatan pernikahan. Ia dicap gay, dianggap feminin, tak macho, karena bisa mengandung, sesuatu yang tak ia harapkan juga untuk terjadi pada dirinya.

Sementara itu, Aki juga bukan tipe wanita yang keibuan dan berpikiran konservatif. Ia mengutamakan karier meski ia terus mengatakan keinginannya untuk menemani Hiyama membesarkan bayi mereka. 

Di sini posisi Aki malah mirip seorang pria yang setia setelah menghamili pacar perempuannya. Ia dibentak Hiyama tatkala menyarankannya untuk mempertahankan bayi itu saat Hiyama masih ingin menggugurkannya, tapi juga saat Hiyama labil kondisi mentalnya akibat fluktuasi hormon dan tekanan hidup akibat kehadiran ayahnya yang penipu dan escapist.

Aki tak tega meninggalkannya sendirian. Ia berusaha untuk bertanggung jawab tapi Hiyama mengatakan konsep mereka membesarkan anak berbeda dan bakal memicu masalah ke depannya.

Rumit memang manusia itu ya.

Dan karena pria tak memiliki vagina, diceritakan proses persalinan dilakukan secara caesar. Perut Hiyama dibedah secara radikal di ruang operasi layaknya ibu yang tak bisa menjalani persalinan normal.

Pergulatan Aki juga lumayan besar dan dalam. Sebagai perempuan, ia malah dianggap kurang keibuan karena yang hamil justru malah si pasangan prianya. Bukan dirinya. Dan dia malah berada dalam posisi seorang pria normal di sini. Ia harus menunda kariernya demi bisa menyaksikan kelahiran anaknya juga.

Seri ini menunjukkan betapa masyarakat Jepang berupaya untuk membuka diri terhadap berbagai kemungkinan untuk bisa bertahan di tengah menurunnya tingkat kelahiran bayi dan pertumbuhan penduduk mereka.

Seakan lewat serial ini masyarakat Jepang yag sangat patriarkis juga didesak untuk melakukan refleksi. Patriarki yang terlalu mencekik membuat banyak generasi muda mereka tak mau memiliki anak. 

Para perempuan Jepang merasa memiliki anak tak bakal menguntungkan mereka. Perusahaan-perusahaan dan budaya korporasinya selalu menguntungkan para pria. Dan karena itulah mereka terus menunda pernikahan dan kehamilan.

Di sini masyarakat seakan diberikan sebuah jalur alternatif. Tak selalu harus sekaku versi zaman dulu kok. Pria harus jantan, menjadi kepala rumah tangga, pencari nafkah utama dan perempuan menjadi keibuan, memelihara anak. 

Di zaman yang makin berubah ini, mestinya ada evaluasi lagi. Karena kalau masyarakat menghadapi perubahan di dunia kerja tapi tidak ada penyesuaian dalam budaya pernikahan dan memelihara anak, maka yang terjadi adalah kondisi yang sama-sama tak menguntungkan bagi semua pihak. Baik pria, wanita, dan amsyarakat itu juga.

Sebab itu mesti ada kompromi dan pemahaman yang lebih tulus terhadap kondisi-kondisi baru yang muncul. Agar semua bisa maju bersama. Tidak ada pihak yang merasa harus berkorban atau dirugikan.

Sebuah adegan yang cukup menggugah adalah saat Aki dan Hiyama duduk makan di restoran dan Aki mengatakan akan menolak tawaran kerja di luar negeri selama 2 tahun demi ikut membesarkan anak mereka yang baru lahir.

Di sini Hiyama mengatakan: "Jangan sampai ada yang merasa berkorban di sini. Semua - aku, kamu, dan anak kita - adalah prioritas. Mari kita hargai semuanya di sini. Jujurlah pada dirimu sendiri."

Di sini juga Hiyama menyinggung soal keharusan para perusahaan dan pemberi kerja dalam memahami para karyawannya yang memiliki keluarga. 

Karena jika tidak, masyarakat bakal kehilangan keseimbangan dan limbung karena mereka yang bekerja di sektor formal merasa diperas dan dieksplitasi sampai kehilangan waktu dan energi untuk membina rumah tangga dan membesarkan anak. (*/)

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun