Kenapa? Karena kita sebagai orang dewasa sudah memiliki kemampuan untuk membentuk pendapat dan pemikiran sendiri. Dan kita lebih asertif dan defensif dalam memegang opini itu dibandingkan anak-anak.
Karena itu, saya memiliki pekerjaan rumah yang sangat besar di aspek ini. Bila saya sudah menaklukkan mental block satu ini, saya akan bisa menaklukkan yang lain juga.
Mental block ini jugalah yang menghantuinya tatkala dirundung cedera dan musibah dalam keluarga seperti wafatnya sang ayah saat hendak berlaga. Namun, sebagai seorang atlet ia telah dilatih sebagai pejuang dengan mental baja. Hingga bahkan saat cedera belum sembuh, ia tetapkan hati untuk tetap berlaga membela negara dan menuai medali.
Perlahan-lahan saya bisa mengikis penghalang ini. Matras tebal itu pelan-pelan disingkirkan dan digantikan matras yang lebih tipis. Hingga akhirnya saya bisa melontarkan diri saya ke belakang tanpa mendarat di kepala. Tapi di kedua telapak tangan. Lalu berdiri kembali! Ah, senangnya.
Dua tahun berselang, kesibukan Bang Jo makin menggunung. Persiapan untuk PON 2020 di Papua menjadi fokusnya hingga kemudian datanglah Coronavirus di Indonesia. Perhelatan nasional itu pun ikut ditunda. Dan latihan kami pun terhenti sementara. Entah kapan saya bisa kembali berlatih, tetapi saya masih akan terus mengingat inspirasi darinya soal pentingnya berlatih meruntuhkan mental block dengan aksi dan imajeri. Suatu pelajaran yang pastinya bisa membuat saya dan Anda bisa bertahan selama pandemi.  (*/)
Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana
Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI