Jadi, ada yang kurang tepat kalau Anda pikir bahwa menulis itu semudah menggenggam pulpen lalu menggoreskannya di kertas atau menekan papan ketik di laptop dan abakadabra, sebuah tulisan tercipta! Memang bisa menulis seinstan itu tapi hasilnya tentu akan berbeda jauh dari tulisan yang dipikirkan secara matang, sistematis, dan penuh pertimbangan.Â
Perlu diketahui bahwa tidak semua tema tulisan memerlukan pemikiran yang rumit sebelum dituangkan. Ada tema-tema yang bisa tertuang dengan alami tanpa banyak usaha intelektual dari penulisnya.Â
Penulis tinggal mengetik saja, tulisan sudah siap dicerna pembaca. Namun, ada juga jenis tema yang lebih berat dan perlu kemampuan riset dan analisis yang lebih mumpuni agar bisa dituangkan secara baik, agar yang rumit itu menjadi lebih mudah dipahami (bukannya merumitkan apa yang sudah simpel! Itu ciri penulis yang payah sebetulnya).
BERMEDIA SOSIAL
Banyak penulis menyalahkan media sosial atas mengendurnya produktivitas menulis mereka. Sederhana saja, karena menulis di media sosial lebih mudah dan tidak butuh banyak proses berpikir, dan begitu unggah, penulis akan langsung mendapatkan kepuasan instan. Ini berbeda dengan proses menulis dahulu kala sebelum era internet yang harus lebih lama dan melewati proses penyuntingan yang berlapis dan segala tahapan hingga akhirnya bisa dicetak dan buku sampai di tangan pembaca.Â
Bagi Gladwel, media sosial bukan musuh bebuyutan yang mesti dimusnahkan agar penerbitan buku  kembali seperti sediakala. Ia merengkuh media sosial dengan keluwesan penulis di era digital. Ia tidak menolak perkembangan zaman dan memilih menyatukan diri dengan arus dan mampu memanfaatkan perubahan zaman dengan agendanya sebagai penulis.Â
Media sosial dipakai Gladwel sebagai cara untuk mendapatkan ide, melaksanakan riset dan banyak hal lain yang bermanfaat sekali bagi karier kepenulisannya. Ia juga tidak menolak untuk membuat kanal podcast sendiri, sesuatu yang jarang dipergunakan secara maksimal oleh penulis kebanyakan.
Satu contoh kasusnya ialah saat Gladwel menemukan tulisan di Facebook dari seorang lansia yang ternyata disukai banyak orang dan dibagikan sampai banyak sekali. Intinya konten itu viral. Gladwel tertarik untuk menulis cerita yang disuguhkan orang tersebut dan ia pun mendapatkan ide tulisan dengan relatif mudah tanpa harus berpusing-pusing ke lapangan. Yang ia cukup lakukan hanya memberikan sedikit konteks dan memungkasi inti cerita dengan profesional agar pesan tulisan lebih kuat.
MERINGKAS YANG PANJANG
Sebelum menulis bukunya, Gladwel banyak melakukan riset yang juga berarti dalam bentuk wawancara. Dan untuk mendapatkan intisari wawancara itu (yang biasanya panjang bukan kepalang), ia mesti berupaya keras meringkas transkripsi percakapan (yang isinya semua kata dalam wawancara) menjadi ekstrak yang padat, ringkas dan mengena. Mirip seperti mengayak tanah sampai menemukan bijih emas. Harus benar-benar tekun dan sabar dan teliti.
Untuk menekankan betapa pentingnya ini, Gladwel bahkan mengatakan besaran bayaran seorang penulis tergantung pada kemampuannya dalam mengekstrak intisari informasi dari lingkungan sekitarnya, baik itu dari pengamatan, wawancara, riset pustaka, survei lapangan, dan sebagainya.Â