Mohon tunggu...
Adi Arwan Alimin
Adi Arwan Alimin Mohon Tunggu... Penulis - Penulis Buku

Aktif mengampanyekan urgensi keterampilan menulis bagi anak-anak dan generasi muda. Penggagas Sekolah Menulis Sulawesi Barat. Kini bekerja sebagai editor dan menulis buku.

Selanjutnya

Tutup

Cerpen Pilihan

Mereka Memanggilnya Daeng

7 Juli 2023   13:33 Diperbarui: 7 Juli 2023   13:37 337
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

"Itu seperti hadiah.Cara mereka menghormati pemilik rumah..." ayah terkekeh sendiri ketika aku bertanya sejak kapan kebiasaan orang-orang kapal itu.Tawanya seperti itu.Agak khas dengan jejer giginya yang rata.Raut gagahnya tetap meninggalkan kesan mendalam.

"Itu kebiasaan dari kampung yang mereka bawa.Seharusnya kita juga membalasnya dengan hadiah, tapi begitu, diajak ngobrol pun tak pernah lama.Jadi biasa saja.Mereka senang dapat berlabuh di sini."Kata ayah sambil membaca majalah terbitan bulan lalu.

***

"Mengapa mereka memanggil ayah Daeng?"Pertanyaan itu seperti batu apung.Terombang-ambing sesaat.

Beberapa lama ayah terlihat lebih fokus pada jembatan kayu yang dirajut darurat.Seperti tak mendengar pertanyaanku.Pagi itu kami melewati area perkampungan yang menjorok di tepi sungai Saliki.Di beberapa titik ruas permukiman ini hanya ditaut semeteran jalan yang hanya cukup bagi dua pejalan bersisian.

"Ayah tak pernah meminta dipanggil demikian, orang-orang itu sendiri." Rupanya ayah mendengar hanya saja ia terus memperhatikan setapak papan atau balok yang di sana-sini berlubang. Salah injak sedikit saja, minimal alas kaki yang bakal cemplung ke air berawa-rawa yang menggenangi seputaran kampung ini.

"Tapi kan..." Aku menggugatnya dari balik bahu ayah. Kami tak berjalan bersisian, selain jalur sempit, itu juga cara menghormati beliau.

"Yang nggak boleh itu, jika ayah yang meminta dipanggil Daeng. Meski itu  pantas saja." Beberapa orang yang kami lewati atau melewati terlihat membungkukkan badan.Atau terlihat melambai dari pintu rumah mereka.

"Dengan siapa Daeng..." seorang warga malah menambah daftar pertanyaanku. Pria dewasa yang sedang rehat di terasnya bergegas menyalami ayah.

"Ini dengan adikmu, baru datang dia..."

"Mampirki dulu Daeng..."

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
  7. 7
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun