Mohon tunggu...
Akhir Fahruddin
Akhir Fahruddin Mohon Tunggu... Perawat - Occupational Health Nurse

Live in Saudi Arabia πŸ‡ΈπŸ‡¦

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Pilihan

Hari Ulang Tahun Perawat ke-46, Perubahan atau Status Quo

17 Maret 2020   14:47 Diperbarui: 17 Maret 2020   14:56 429
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Atau jika dibandingkan dengan mereka yang mampu bekerja di luar negeri, ibarat "hujan batu di negeri sendiri, hujan emas di negeri orang". Perbandingannya sungguh jauh.

Maka salam pra sejahtera penulis gaungkan kepada pemerintah agar mereka melihat dengan mata bathin kerja-kerja senyap yang kami lakukan. Peningkatan derajat kesehatan masyarakat yang menjadi visi dan misi pemerintah tentunya harus berkorelasi dengan peningkatan kesejahteraan perawat Indonesia, khususnya di wilayah timur.

Ada kesenjangan yang terjadi jua kemunduran. Meski pemerintah getol dengan program Indonesia sehat dan peluang bekerja ke luar negeri, namun realita masih jauh panggang dari api. Sulitnya birokrasi, sedikitnya kuota yang diterima juga jauhnya wilayah membuat disparitas kian nyata terlihat.

Lalu apa indikator sejahtera jika memang realitanya seperti itu? Hanya kata syukur yang dapat menjadi penguat. Kata yang apabila dipadukan dengan "sabar" maka tujuan hidup lebih pada makna bukan sejahtera.

Tapi apakah kita akan tetap seperti ini ? usia 46 tahun rasanya masih sama seperti sebelumnya. Ada ketimpangan, status quo juga kemandegan yang terjadi pada perawat terlebih mereka yang bekerja di wilayah timur Indonesia.

Jika seandainya pemerintah mendegar suara hati kami, maka ijinkan saya untuk memberi saran kepada pemangku kepentingan agar membaca saran ini.

Pertama, ijinkan kami sebagai perawat untuk dapat mengisi pos-pos kerja sebagai tenaga kesehatan di perusahaan-perusahaan yang berinvestasi di Indonesia. Bukankah pemerintah punya legacy agar memaksa perusahaan yang ada untuk merekrut kami. Pos ini jarang dilirik namun bisa menjadi solusi akan ketimpangan dan pra sejahtera yang kami rasakan.

Kedua, beri kami waktu untuk belajar yang ideal. 5 tahun masa belajar bukanlah perkara mudah yang bisa kami lewati dengan mulus. Fase pendidikan yang lama dan mengeluarkan banyak biaya namun setelah lulus dan bekerja, gajinya tidak seberapa. Kita memang profesi tapi teman-teman di luar negeri tidak kuliah lama seperti kami, gaji mereka tinggi dan lisensinya diakui. Mengapa kami begitu sulit untuk sama seperti mereka?

Ketiga, cobalah pemerintah menyatukan hati untuk mau membantu perawat lewat dana desa. "Satu desa satu perawat" bukanlah hal mustahil untuk bisa digaji, apalagi pos untuk pemberdayaan tenaga kesehatan cukup punya peluang untuk dimasukkan dalam pagu anggaran dana desa. Kita butuh "good will" dari pemerintah terutama kementrian terkait agar kebijakan ini bisa direalisasikan segera.

Keberhasilan salah satu Kabupaten di Provinsi Sulawesi Tenggara dalam menerapkan aturan ini sejatinya bisa diberlakukan di semua daerah di Indonesia. Kami terlalu baik dan sabar dalam bekerja, bukan karena kami miskin pikiran tapi memperlakukan kami sama dengan profesi lain adalah hak dasar yang harus diperhatikan pemerintah.

Tiga saran ini mudah-mudahan didengar oleh pemerintah. Harapan kami untuk bekerja lebih baik setiap saat akan terus menggema dalam sanubari. Hanya ada dua pilihan saat ini yaitu perubahan atau status quo. Mudah-mudahan bermanfaat.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun