"Perubahan adalah keniscayaan" demikian sang bijak berujar. Saya mengawali kata perubahan karena saya meyakini bahwa kehidupan senantiasa berubah dari jalan terjal kemiskinan, kemandegan dan status quo menuju pada peningkatan juga perbaikan.
Padanan kata berubah secara harfiah dapat kita maknai sebagai suatu peningkatan dari kesenjangan menuju kesejahteraan namun juga bisa direduksi dari perbaikan yang terarah atau stagnasi dari tugas mulia yang ada.
Masalah perawat di Indonesia sangat banyak, tidak hanya pada sistem yang belum menempatkan perawat pada tatanan kerja yang ideal namun juga kesejahteraan yang jauh dari makna sejahtera.
Pusat Data dan Informasi Kementrian Kesehatan tahun 2017 menyebutkan ada sekitar 359.339 perawat teregistrasi di seluruh Indonesia. Jumlah tersebut didasarkan pada keanggotaan di organisasi profesi dengan proporsi sebanyak 29 persen atau 103.013 perawat laki-laki dan 71 persen atau 256.326 perawat perempuan.
Dari data tersebut, sebanyak 0,18 persen bekerja di luar negeri dari total sebanyak 652 orang perawat teregistrasi yang terdata (Kemenkes, 2017).
Badan Nasional Penempatan dan Perlindungan Tenaga Kerja Indonesia (BNP2TKI) tahun 2018 menyebutkan ada sekitar 653 bekerja sebagai perawat di Jepang sedangkan perawat yang bekerja di Saudi Arabia berjumlah 556 perawat dengan rincian 200 orang perawat teregistrasi bekerja di Kementrian Kesehatan Saudi Arabia dan 356 perawat bekerja di klinik swasta, homecare dan pusat rehabilitasi (BNP2TKI, 2018).
Data di atas hanya gambaran jumlah lulusan tenaga keperawatan di Indonesia dan sebaran perawat yang bekerja di luar negeri. Ternyata, jumlah kita banyak. namun ada hal yang terlupakan dari itu semua yakni kesejahteraan. Masalah kesejahteraan bukan hal baru dalam semua diskursus yang ada, banyak diantara perawat kita yang masih digaji rendah, bahkan tidak memenuhi aturan upah minimum regional dan provinsi.
Kisah Agus di Jombang yang digaji 350 ribu, Aisyah di Blora dengan gaji Rp 250 ribu perbulan Β atau Joshua di NTB yang digaji 150 ribu dengan masa bakti lebih dari 2 tahun adalah realita yang ada saat ini. Tidak bisa dinafikkan lagi jika perawat Indonesia timur masih dikategorikan pra sejahtera.
Jika dibandingkan dengan provinsi DKI Jakarta, maka perawat Indonesia timur hanya bisa memandang tanpa makna. Betapa tidak, perawat-perawat di DKI Jakarta dapat digaji sesuai upah minimum serta dapat menerima tunjangan lebih dari apa yang diterima perawat pada umumnya.
Gaji 4-10 juta dapat diterima oleh mereka yang berstatus tenaga kontrak daerah dibawah naungan Dinkes DKI Jakarta, belum lagi yang sudah berstatus aparatur sipil negara, bisa dua kali lipat dari apa yang tenaga kontrak terima. Sebuah realita yang begitu bermakna bagi mereka yang ada di Kota, terlepas dari masalah kebutuhan-kebutuhan yang harus mereka beli untuk tinggal dan bekerja.
Atau jika dibandingkan dengan mereka yang mampu bekerja di luar negeri, ibarat "hujan batu di negeri sendiri, hujan emas di negeri orang". Perbandingannya sungguh jauh.
Maka salam pra sejahtera penulis gaungkan kepada pemerintah agar mereka melihat dengan mata bathin kerja-kerja senyap yang kami lakukan. Peningkatan derajat kesehatan masyarakat yang menjadi visi dan misi pemerintah tentunya harus berkorelasi dengan peningkatan kesejahteraan perawat Indonesia, khususnya di wilayah timur.
Ada kesenjangan yang terjadi jua kemunduran. Meski pemerintah getol dengan program Indonesia sehat dan peluang bekerja ke luar negeri, namun realita masih jauh panggang dari api. Sulitnya birokrasi, sedikitnya kuota yang diterima juga jauhnya wilayah membuat disparitas kian nyata terlihat.
Lalu apa indikator sejahtera jika memang realitanya seperti itu? Hanya kata syukur yang dapat menjadi penguat. Kata yang apabila dipadukan dengan "sabar" maka tujuan hidup lebih pada makna bukan sejahtera.
Tapi apakah kita akan tetap seperti ini ? usia 46 tahun rasanya masih sama seperti sebelumnya. Ada ketimpangan, status quo juga kemandegan yang terjadi pada perawat terlebih mereka yang bekerja di wilayah timur Indonesia.
Jika seandainya pemerintah mendegar suara hati kami, maka ijinkan saya untuk memberi saran kepada pemangku kepentingan agar membaca saran ini.
Pertama, ijinkan kami sebagai perawat untuk dapat mengisi pos-pos kerja sebagai tenaga kesehatan di perusahaan-perusahaan yang berinvestasi di Indonesia. Bukankah pemerintah punya legacy agar memaksa perusahaan yang ada untuk merekrut kami. Pos ini jarang dilirik namun bisa menjadi solusi akan ketimpangan dan pra sejahtera yang kami rasakan.
Kedua, beri kami waktu untuk belajar yang ideal. 5 tahun masa belajar bukanlah perkara mudah yang bisa kami lewati dengan mulus. Fase pendidikan yang lama dan mengeluarkan banyak biaya namun setelah lulus dan bekerja, gajinya tidak seberapa. Kita memang profesi tapi teman-teman di luar negeri tidak kuliah lama seperti kami, gaji mereka tinggi dan lisensinya diakui. Mengapa kami begitu sulit untuk sama seperti mereka?
Ketiga, cobalah pemerintah menyatukan hati untuk mau membantu perawat lewat dana desa. "Satu desa satu perawat" bukanlah hal mustahil untuk bisa digaji, apalagi pos untuk pemberdayaan tenaga kesehatan cukup punya peluang untuk dimasukkan dalam pagu anggaran dana desa. Kita butuh "good will" dari pemerintah terutama kementrian terkait agar kebijakan ini bisa direalisasikan segera.
Keberhasilan salah satu Kabupaten di Provinsi Sulawesi Tenggara dalam menerapkan aturan ini sejatinya bisa diberlakukan di semua daerah di Indonesia. Kami terlalu baik dan sabar dalam bekerja, bukan karena kami miskin pikiran tapi memperlakukan kami sama dengan profesi lain adalah hak dasar yang harus diperhatikan pemerintah.
Tiga saran ini mudah-mudahan didengar oleh pemerintah. Harapan kami untuk bekerja lebih baik setiap saat akan terus menggema dalam sanubari. Hanya ada dua pilihan saat ini yaitu perubahan atau status quo. Mudah-mudahan bermanfaat.
Selamat ulang tahun Persatuan Perawat Nasional Indonesia (PPNI) ke 46. Perawat hebat rakyat sehat. Β Β
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H