Mohon tunggu...
Akhir Fahruddin
Akhir Fahruddin Mohon Tunggu... Perawat - Occupational Health Nurse

Live in Saudi Arabia πŸ‡ΈπŸ‡¦

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Pilihan

Hari Ulang Tahun Perawat ke-46, Perubahan atau Status Quo

17 Maret 2020   14:47 Diperbarui: 17 Maret 2020   14:56 429
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

"Perubahan adalah keniscayaan" demikian sang bijak berujar. Saya mengawali kata perubahan karena saya meyakini bahwa kehidupan senantiasa berubah dari jalan terjal kemiskinan, kemandegan dan status quo menuju pada peningkatan juga perbaikan.

Padanan kata berubah secara harfiah dapat kita maknai sebagai suatu peningkatan dari kesenjangan menuju kesejahteraan namun juga bisa direduksi dari perbaikan yang terarah atau stagnasi dari tugas mulia yang ada.

Masalah perawat di Indonesia sangat banyak, tidak hanya pada sistem yang belum menempatkan perawat pada tatanan kerja yang ideal namun juga kesejahteraan yang jauh dari makna sejahtera.

Pusat Data dan Informasi Kementrian Kesehatan tahun 2017 menyebutkan ada sekitar 359.339 perawat teregistrasi di seluruh Indonesia. Jumlah tersebut didasarkan pada keanggotaan di organisasi profesi dengan proporsi sebanyak 29 persen atau 103.013 perawat laki-laki dan 71 persen atau 256.326 perawat perempuan.

Dari data tersebut, sebanyak 0,18 persen bekerja di luar negeri dari total sebanyak 652 orang perawat teregistrasi yang terdata (Kemenkes, 2017).

Badan Nasional Penempatan dan Perlindungan Tenaga Kerja Indonesia (BNP2TKI) tahun 2018 menyebutkan ada sekitar 653 bekerja sebagai perawat di Jepang sedangkan perawat yang bekerja di Saudi Arabia berjumlah 556 perawat dengan rincian 200 orang perawat teregistrasi bekerja di Kementrian Kesehatan Saudi Arabia dan 356 perawat bekerja di klinik swasta, homecare dan pusat rehabilitasi (BNP2TKI, 2018).

Data di atas hanya gambaran jumlah lulusan tenaga keperawatan di Indonesia dan sebaran perawat yang bekerja di luar negeri. Ternyata, jumlah kita banyak. namun ada hal yang terlupakan dari itu semua yakni kesejahteraan. Masalah kesejahteraan bukan hal baru dalam semua diskursus yang ada, banyak diantara perawat kita yang masih digaji rendah, bahkan tidak memenuhi aturan upah minimum regional dan provinsi.

Kisah Agus di Jombang yang digaji 350 ribu, Aisyah di Blora dengan gaji Rp 250 ribu perbulan Β atau Joshua di NTB yang digaji 150 ribu dengan masa bakti lebih dari 2 tahun adalah realita yang ada saat ini. Tidak bisa dinafikkan lagi jika perawat Indonesia timur masih dikategorikan pra sejahtera.

Jika dibandingkan dengan provinsi DKI Jakarta, maka perawat Indonesia timur hanya bisa memandang tanpa makna. Betapa tidak, perawat-perawat di DKI Jakarta dapat digaji sesuai upah minimum serta dapat menerima tunjangan lebih dari apa yang diterima perawat pada umumnya.

Gaji 4-10 juta dapat diterima oleh mereka yang berstatus tenaga kontrak daerah dibawah naungan Dinkes DKI Jakarta, belum lagi yang sudah berstatus aparatur sipil negara, bisa dua kali lipat dari apa yang tenaga kontrak terima. Sebuah realita yang begitu bermakna bagi mereka yang ada di Kota, terlepas dari masalah kebutuhan-kebutuhan yang harus mereka beli untuk tinggal dan bekerja.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun