Saya katakan, sebelum uang itu bisa diambil, sebelumnya harus dikumpulkan dulu, disimpan di suatu tempat, barulah kita bisa mengambil sebesar tabungan yang kita punya.Â
Jadi uang yang keluar dari mesin ATM adalah uang kita sendiri yang sudah lama kita simpan, bukan uang orang lain.
Salah satunya dengan pemahaman seperti itu, mereka tidak gagal paham tentang darimana uang datang dan bagaimana menghabiskannya. Anak-anak saya sekarang menabung dalam  bentuk tabungan emas, di pegadaian. Ini sebuah alternatif yang menarik.
Uang mereka akan dikonversi menjadi emas, dari jumlah setoran yang mereka masukkan, berapapun jumlahnya. Di Aceh, investasi emas banyak dilakukan, sehingga menjadi pilihan yang dianggap biasa dan normal, daripada tabungan biasa.
Masyarakat di kampung mengkonversi uang hasil panen, dengan membeli emas daripada barang-barang komersial lain. Jika dibutuhkan barulah mereka meng-uangkannya ketika harga emas naik, untuk membeli ternak atau mengolah sawah.
Emas di Aceh di hitung dalam ukuran Mayam, 1 (satu) mayam emas, setara 3,3 gram. Ukuran itu digunakan untuk "mahar perkawinan". Jumlahnya biasanya disepakati antar keluarga kedua mempelai, bisa dimulai dari 5, 10, hingga 100 mayam, tergantung kemampuan. Harga per mayam berfluktuasi mengikuti harga emas dunia, misalnya harga Rp. 2.648.500 (catatan harga pasar emas per tanggal 8/5/2022).
Jadi jika mendapatkan calon pasangan mempelai yang mematok 100 mayam emas, itu artinya harus tersedia Rp.264.480.500,'. Jangan kuatir, jika sudah saling cinta, seperangkat alat shalat juga jadi asal, bertanggung jawab terhadap mahar dengan menjaga marwah keluarganya dengan sepenuh hati.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H