Mohon tunggu...
Hanif Sofyan
Hanif Sofyan Mohon Tunggu... Full Time Blogger - pegiat literasi
Akun Diblokir

Akun ini diblokir karena melanggar Syarat dan Ketentuan Kompasiana.
Untuk informasi lebih lanjut Anda dapat menghubungi kami melalui fitur bantuan.

Buku De Atjehers series

Selanjutnya

Tutup

Pulih Bersama Artikel Utama

Kebijakan "Es Campur" Ala Pemerintah Kala Pandemi dan Mudik

9 April 2022   07:36 Diperbarui: 9 April 2022   21:02 1228
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Publik menanggapi keluarnya kebijakan penghapusan syarat tes antigen dan PCR perjalanan domestik dengan dua persepsi. Kekuatiran karena badai pandemi belum sepenuhnya pulih. Namun disisi lain, juga ada kelegaan, terutama bagi para pemudik, karena ada pengurangan persyaratan.

Berbeda dengan kebijakan yang super ketat pada dua tahun sebelumnya, kebijakan pemerintah terkait pandemi kali ini justru ada yang "melemahkan" kebijakan mendorong percepatan mengatasi pandemi. 

Surat Edaran bernomor 11 Tahun 2022, menjadi surat resmi penghapusan beberapa persyaratan bagi pemudik. Poin di dalamnya menjelaskan bahwa  pelaku perjalanan dalam negeri yang telah mendapatkan vaksin dosis kedua atau penguat tidak diwajibkan menunjukkan hasil tes negatif-tes covid-19.

Sebagian orang berpendapat, pilihan model kebijakan pemerintah seperti berspekulasi dengan situasi dan kondisi, sebagaimana kekuatiran 20 persen responden dalam Jajak Pendapat yang dirilis Litbang Kompas pada akhir Maret 2022  lalu.  Mereka merasa kuatir penyebaran virus masih tinggi, dan pemudik dapat terinfeksi selama dalam perjalanan 

Demikian juga dengan kebijakan penentuan waktu libur dan cuti panjang, yang masih menjadi perdebatan di kalangan dunia usaha. Terutama kekuatiran terhadap kondisi perlambatan ekonomi. Kebijakan ini juga dianggap sepihak, karena tidak melibatkan kalangan dunia usaha saat memutuskannya.

Campuran beberapa kebijakan itu menjadi seperti "Es Campur", jika semua komponen kebijakan-penghapusan PCR, libur dan cuti panjang, berdampak positif, pasti akan manis. Tapi bagaimana jika diluar ekspektasi?.

Kebijakan penghapusan syarat tes antigen dan PCR perjalanan domestik, secara langsung berdampak pada penurunan capaian tes kasus covid-19 secara Nasional. 

Saat ini, rata-rata tes harian mencapai 100.000 orang saja, padahal sebelum kebijakan penghapusan diberlakukan, tes harian mencapai angka 200.000 , hingga 300.000, artinya ada penurunan hingga 50 persen.

Padahal untuk pelacakan kasus covid-19, WHO menetapkan  standar 15 orang per setiap kasus yang terjadi. Tapi hingga dua tahun ini. capaiannya baru 12 orang per satu kasus.

Syarat tes tersebut tidak bisa dipandang sebelah mata, karena ada celah penularan pandemi yang bisa mengkuatirkan. 

kontan.co.id
kontan.co.id

Namun ditengah pelonggaran syarat mudik dan penyebaran infeksi yang masih mengancam setiap orang, publik justru merespon positif kebijakan mobilitas tersebut. 

Setidaknya sebanyak 42,3 persen responden, setuju dengan kebijakan penghapusan PCR, dan 41,3 persen menganggap vaksin sebagai alasan utama persetujuan mereka atas kebijakan mobilitas yang baru. 

Pertimbangan lain, kebijakan itu mendorong kemudahan perjalanan, dan berkurangnya beban ongkos karena tidak lagi "diganggu" dengan biaya tambahan tes PCR. 

Kebijakan Di tengah Rekombinasi Corona

Rekombinasi virus corona yang masih terus terjadi, menjadi salah satu alasan kekuatiran para responden. Meskipun kasus rekombinasi adalah sesuatu yang umum terjadi pada jenis varian virus. 

Varian Virus Corona XE yang paling mutakhir dan dianggap lebih menular dari Omicron BA.2, juga merupakan generasi kesekian dari pandemi virus corona yang telah merebak sejak 2,5 tahun lalu.

antaranews
antaranews

Varian baru Covid Deltacron-varian virus corona kombinasi Delta dan Omicron  baru terdeteksi di Eropa dan Amerika Serikat. Varian Omicron XE merupakan gabungan atau rekombinan (hibrida) dari dua varian (dua strain omicron) yang telah ada, yaitu BA.1 dan BA.2.

Publik selalu merespon pemberitaan tentang rekombinasi virus baru dengan pro-kontra. Apalagi munculnya varian baru tersebut dalam situasi negara-negara di dunia yang sedang mempersiapkan diri menuju status endemi, sebelum new normal. Sehingga selalu terlihat seperti rekayasa kepentingan.

Persoalan penting yang harus digarisbawahi, bahwa kekuatiran yang berlebihan terhadap kehadiran varian baru corona justru dapat menjadi penyebab turunnya imunitas tubuh kita. 

Apalagi pihak WHO masih membutuhkan konfirmasi lebih lanjut tentang informasi medis rekombinasi varian corona baru tersebut. Informasi awal menyebutkan bahwa kemampuan penularan Omicron XE sekitar 10 persen lebih tinggi dari Omicron BA.2.

Setiap negara memiliki kebijakan dalam menyesuaikan dengan perkembangan terbaru dari varian corona, memantau dan menggunakan data terkini dengan tetap mengedepankan prinsip kehati-hatian. 

cnnindonesia
cnnindonesia

Dalam perkembangan termutakhir, kondisi masing-masing negara juga berpengaruh pada kemunculan jenis varian baru corona dan cara penyebarannya. 

Beberapa pihak menganggap kehadiran informasi baru itu justru bisa memicu kekuatiran publik, menimbulkan kesalahpahaman, seperti terlihat dalam pemberitaan yang masif di media sosial, sebagai bentuk kritik secara langsung atas kemunculan informasi tersebut.

Pemerintah Indonesia merespon isu perkembangan pandemi melalui indikator keberhasilan pencapaian target vaksinasi yang telah dilakukan. 

Pertimbangkan kasus pandemi yang eskalasinya semakin menurun, dan semakin banyaknya orang yang mengikuti program vaksinasi, menjadi salah satu alasan pemerintah berani mengambil keputusan memberlakukan kebijakan penghapusan syarat tes antigen dan PCR, dan menerapkannya dalam implementasi kebijakan mudik tahun 2022 ini.

Artinya pemerintah sudah mengantisipasi konsentrasi kerumunan orang, terjadinya akumulasi yang akan semakin meningkat intensitasnya pada saat Ramadhan mendekati hari H lebaran, hingga paska lebaran H minus 7 yang ditandai dengan tradisi mudik.

bisnis.com
bisnis.com

Kebijakan itu didukung dengan kebijakan kedua, dengan menambah waktu cuti bersama, selain libur resmi nasional Hari Raya Idul Fitri 1443 hijriah tahun  ini. Dengan tujuan mengurai kemungkinan terjadinya kemacetan yang kronis pada saat "arus balik" nantinya.

Hanya saja, pemerintah kurang pertimbangan dari sisi ekonomi. Hingga kebijakan itu digulirkan, masih terjadi pro-kontra, terutama kemungkinan dampaknya terhadap perlambatan ekonomi, dan kemungkinan tidak semua perusahaan akan mengikuti kebijakan pemerintah,karena cuti bersama bukan termasuk dalam libur nasional.  

Kebijakan Dan Jalan Tengah

Berdasarkan data survei termuakhir dari Litbang Kementerian Perhubungan (Kemenhub) pada Maret 2022, perkiraan jumlah pemudik mencapai 79 juta orang. 

Mayoritas besaran jumlah pemudik tersebut menggunakan kendaraan pribadi baik roda dua maupun roda empat diprediksi mencapai 40 juta orang. 

Sedangkan yang menggunakan transportasi umum darat mencapai 26 juta dan udara 8 juta. Selanjutnya, juga terdapat 8 juta orang menggunakan kereta api dan 1,1 juta orang akan menggunakan transportasi laut.

Pengumumkan hari libur nasional Idul Fitri 2022 dan cuti bersama Lebaran lebih awal, yang jatuh pada 2-3 Mei 2022. Sedangkan cuti bersama berlangsung selama 29 April dan 4-6 Mei 2022, dengan tujuan agar persiapan menjadi lebih panjang, sekaligus menjadi bentuk antisipasi gelombang arus mudik yang tidak dapat diprediksi. 

Termasuk penyiapan infrastruktur-perbaikan jalan, jembatan yang sering di kebut menjelang hari H Mudik lebaran, justru sering menjadi penyebab kemacetan, karena menggunakan sistem buka-tutup.

Lantas apa jalan tengah bagi kebijakan mudik, di tengah kasus rekombinasi, dan keinginan pemerintah untuk tetap mengikuti kebijakan Kesehatan Badan Dunia (WHO) tentang target pelacakan kasus, agar dapat mendeteksi 15 orang per kasus yang terjadi?.

Dibutuhkan langkah strategis dalam penanganan pandemi saat ini, agar situasinya makin kondusif dan tenang.

Pertama; capaian tes dan lacak harus ditingkatkan terus, meskipun tumpang tindih kebijakan penghapusan PCR saat mudik yang juga sedang dijalankan. Kondisi kontradiktif harus "disiasati" dengan tes dan pantauan rutin, setiap kemunculan kasus individu yang bergejala.

Kedua; rutin melakukan tes untuk pekerja di area kerumunan atau intens bertemu banyak orang. Sebagai cara pencegahan dan pendeteksian dini melalui model sampling. Sementara untuk lacak, penguatan peran satgas daerah dan puskesmas masih dibutuhkan agar target 15 orang per kasus tercapai.

Ketiga; Bagi individu, strategi antisipasi penanganan kasus covid-19, masih belum berubah. Patuhi protokol kesehatan. Dibutuhkan keseriusan dan peran serta publik, karena kelalaian dalam menjaga prokes akan berdampak pada kemungkinan timbulnya kasus positif baru covid-19.

Pelonggaran kebijakan disatu sisi memang menguntungkan, karena membuat mobilitas mudik tak terkendala, namun disisi lain bisa menjadi jalan baru penularan covid-19 yang lebih masif. 

Sehingga harus diimbangi dengan kewaspadaan tinggi masyarakat, dan dukungan penguatan peran pemerintah untuk menjamin kesehatan publik. 

Pemerintah harus terus memantau dan melakukan pendekatan kebijakan melalui pola komunikasi persuasif untuk mendorong kepatuhan prokes, sebagai jalan tengah paling realistis dalam kondisi tumpang tindih kebijakan saat ini.

Ekonomi Selama Liburan Mudik

Kebijakan lain terkait panjangnya waktu cuti bersama, menjadi salah satu respon pemerintah terhadap banyaknya pembatasan dalam kurun waktu sebelumnya, disamping solusi merespon kemacetan selama musim mudik, dan distribusi kendaraan bisa lebih menyebar.

Namun dampak dari sisi ekonomi, menurut analisa Center of Reform on Economics (CORE), secara keseluruhan,  akan berdampak positif bagi perekonomian daerah, terutama dari sisi konsumsi yang berkontribusi terbesar kepada Pendapatan Domestik Bruto (PDB) daerah. Selama periode mudik, migrasi uang akan mengalir dari daerah perkotaan ke daerah asal pemudik. 

Namun dalam kajian yang lebih kritis, kondisi yang realistis, cuti bersama juga belum tentu bakal meningkatkan belanja seseorang di daerah. Pasalnya, pendapatan yang dimiliki masyarakat selama mudik juga tidak bertambah secara signifikan. Justru semakin panjang masa cuti, akan berdampak pada menurunnya daya beli, karena persediaan tabungan yang semakin menipis.

Selain itu, dari sisi produktivitas dunia usaha, juga akan mengalami penurunan, dan mengurangi waktu pelayanan pemerintah. Walaupun aktifitas ekonomi dengan sendirinya akan menurun selama masa Ramadhan berakhir karena semua orang fokus pada perayaan lebaran, dan baru akan normal kembali setelah lebaran. 

Terutama aktivitas industri dan kegiatan ekspor-impor yang sudah mengalami penurunan sejak Ramadhan.

Problem lainnya yang juga serius adalah, bahwa kebijakan pemerintah ini, ternyata tidak linier dengan kebijakan setiap perusahaan. Ada perusahaan yang tidak bersedia mengimplentasikan cuti tambahan, dan tidak mengikuti aturan cuti pemerintah. 

Hal ini berkaitan dengan penurunan produktivitas akibat tambahan cuti bersama tersebut. 

Cuti bersama dianggap bukan bagian dari libur nasional, sehingga memiliki aturan yang berbeda di setiap perusahaan. Durasi cuti yang panjang, akan mempengaruhi seluruh kegiatan usaha yang bisa saja terganggu, baik produksi maupun distribusi.

Sehingga respon atas kebijakan ini pastilah beragam. Dan akan ada kelompok pekerja yang tidak akan mendapatkan keberuntungan bisa cuti panjang seperti pekerja lainnya. Namun kebijakan itu bersifat internal di masing-masing perusahaan, karena berkaitan juga dengan pembayaran hak-hak pekerja terhadap upahnya selama cuti.

Keputusan ini pun masih direspon negatif oleh dunia usaha. Meskipun dunia usaha juga harus bersikap realistis mengikuti kebijakan pemerintah, yang hanya terjadi setahun sekali ini. 

Namun, pemerintah, juga harus mempertimbangkan industri manufaktur yang membutuhkan banyak pekerja untuk produksi. Serta sentimen negatif bagi pasar modal, khususnya investor asing, yang menganggap tutupnya capital market (pasar modal) terlalu lama akan berdampak negatif. Kebijakan ini juga dinilai sepihak oleh pihak dunia usaha, karena pemerintah tidak mengikut sertakan pelaku dunia usaha sebelum menentukan jumlah libur bersama Lebaran.

Layaknya "es campur" , bercampurnya kebijakan pelonggaran syarat mobilitas, disisi lain memenuhi prasyarat target pelacakan WHO, 15 tes per satu kasus yang muncul, libur dan tambahan cuti bersama yang panjang, membuat pemerintah bisa kalang kabut. Terutama imbasnya apda program penncapaian target mengatasi pandemi dan urusan ekonomi paska transisi. 

referensi; 1,2,3,4

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
Mohon tunggu...

Lihat Konten Pulih Bersama Selengkapnya
Lihat Pulih Bersama Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun