Mohon tunggu...
Hanif Sofyan
Hanif Sofyan Mohon Tunggu... Full Time Blogger - pegiat literasi
Akun Diblokir

Akun ini diblokir karena melanggar Syarat dan Ketentuan Kompasiana.
Untuk informasi lebih lanjut Anda dapat menghubungi kami melalui fitur bantuan.

Buku De Atjehers series

Selanjutnya

Tutup

Kurma Pilihan

Dai Sejuta Subscriber, Berdakwah Di Mimbar Digital

8 April 2022   18:00 Diperbarui: 9 April 2022   05:01 833
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Bagaimanapun halusnya politik tetap memiliki pengaruh dalam relasi sosialnya. Politik, berarti sebuah pilihan, jika berbeda "perahu" maka pasti akan punya tujuan berlainan. 

Ketika menyadari kotornya politik, beliau mundur, termasuk dalam urusan politik praktis.

Melihat Sisi Lain Sang Dai

Namun jika kita melihat sepak terjang sang dai, dalam orasi, pendekatan sosial dalam ceramahnya, dari sisi kajian hermeneutika atau analisis kebahasaan dengan tujuan melihat keseluruhan dari inti bahasa itu sendiri, karena bahasa mewakili cara orang berpikir, maka kita bisa melihat bagaimana pemikiran sang dai dari konteks budaya, maupun sosial-politiknya.

Kita bisa terus mencermati, apa muatan orasi yang pernah disampaikan, sekalipun kini beliau telah tidak ada lagi (2011). Pemikirannya masih sangat kontekstual dan relevan dengan kehidupan kita saat ini.

Ceramahnya membawa pesan Islami, lokalitas-budaya lokal, pluralitas, tiga hal sebagai tema khas. Ia menerjemahkan Al Qur'an kedalam nilai sehari-hari, langsung menyentuh contoh paling realistis, selayaknya kita menjadikan agama sebagai pedoman hidup.

Sekarangpun jejak itu masih bisa kita nikmati, tak cuma soal performance art-nya tapi pesan-pesan dakwahnya. 

Bahkan ketika digitalisasi media yang begitu memudahkan seseorang populer, kapasitas, gaya ceramah dan karismatiknya telah membawanya namanya menjadi begitu besar dan popular. 

Jika tidak, mengapa publik se Indonesia, menjulukinya "dai Sejuta Umat"?. 

Julukan itu adalah wujud representasi keberpihakan publik pada kebenaran,pemikirannya, apa yang menjadi muatan ceramah, cara berceramah, konsep dialogisnya. Dan kita masih meng-amini pesan-pesannya hingga saat ini. Karena begitulah realitas sebenarnya yang kita anggap absurd dan harus dikritisi, dan telah disuarakan-diwakili melalui kritik sang dai untuk kita semua. 

Semoga berkah Allah, selalu berlimpah untuknya. Amin

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Kurma Selengkapnya
Lihat Kurma Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun