Mohon tunggu...
Hanif Sofyan
Hanif Sofyan Mohon Tunggu... Full Time Blogger - pegiat literasi
Akun Diblokir

Akun ini diblokir karena melanggar Syarat dan Ketentuan Kompasiana.
Untuk informasi lebih lanjut Anda dapat menghubungi kami melalui fitur bantuan.

Buku De Atjehers series

Selanjutnya

Tutup

Pendidikan

Apakah Radikalisme Jenis Extra Ordinary Crime Seperti Korupsi?

1 Februari 2022   21:34 Diperbarui: 18 Februari 2022   11:19 460
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Mengapa, bisa jadi karena faktor "kekerabatan politik", atau sederhananya, jika kali ini mereka yang ditangkap, bisa jadi besok saya, jadi bersikaplah "bijak" terhadap sesama jenis mahluk se-ekosistem. 

Akibatnya bisa di lihat, koruptor tertawa ketika digelandang KPK, seperti artis mau launching film. Di tahanan di wawancara, seperti sedang acara "unboxing" rumah pribadi. Dan setelah keluar dari lapas, dijepret kamera dari semua sisi seperti selebriti.

Beruntung para koruptor tidak hidup di China, yang langsung di hukum mati, daripada bikin penuh penjara. Di  Jepang saja, begitu ketahuan korupsi dan terbukti, maka ia akan menunduk, menutup wajah dan memutuskan tak akan lagi berada di ruang publik sebagai publik figur, karena sudah mencederai yang namanya "moralitas". 

Di Indonesia, moralitas seperti istilah komoditas, bisa di jual beli, dikondisikan, di atur, diolah, semua cara bisa. Karena begitu mudahnya "diperdagangkan", maka ia juga bisa mengenal inflasi dan fluktuasi.

Padahal lihatlah dampak dari tindak koruptor, anak-anak sekolah di kampung, di gunung, masih bergelantungan di kawat baja, di atas sungai di ketinggian sepuluh sampai lima belas meter, bukan dalam rangka My Trip My Adventure, tapi cuma mau kesekolah. Kenapa?. Jatah bangun jembatan berubah jadi rumah mewah, istri baru, kendaraan baru dan jabatan baru. Sekolah-sekolah dengan atap bolong, dinding tepas, kayu keropos, mengapa?. Jatah bangun sekolah di korupsi satu orang untuk membangun istana baru. Anak-anak di Indonesia Timur prevalensi stunting dan wasting (penurunan berat badan yang drastis) tinggi. Mengapa?. Jatah nutrisi bagi anak-anak, jatah perawatan Posyandu dikorupsi. 

Pemerintah lalai dengan pembangunan di Indonesia lain dan melupakan sisi lainnya. Dampak korupsi itu bisa seluas Indonesia, seperti kasus KTP elektronik, ekspor-impor daging sapi, tapi bisa juga cuma se-departemen, se-kabupaten, bahkan satu dusun, tergantung siapa pelakunya.

Apa dampaknya?, masalah sosial, kesenjangan ekonomi, pembangunan tidak optimal, kerusuhan dan ketidakpuasan masyarakat  pada pemerintah yang justru abai  dengan semua masalah itu. Para elite yang menjadi pelaksana tugas, eksekutif, legislatif, yudikatif, seolah asyik dengan kepentingan sendiri-terutama soal politik, yang dianggap lebih menguntungkan. 

pancaisla-antaranews-com-pembuatan-patung-garuda-pancasila-080819-aaa-2-61f975db8700005a2f18b252.jpg
pancaisla-antaranews-com-pembuatan-patung-garuda-pancasila-080819-aaa-2-61f975db8700005a2f18b252.jpg
antaranews.com 

Pancasila yang dianggap sebagai dasar negara, dengan nilai-nilai dalam 5 sila, dimulai dari Ketuhanan yang Maha Esa tapi cuma slogan dan nilai-nilai dalam teks atau buku. Pancasila ternyata dianggap tidak dapat menyelamatkan negara dari para koruptor yang tidak lain adalah para elite yang mestinya harus menjadi contoh. Jika para elite xxx berdiri, maka rakyat akan xxx berlari!.

Internalisasi nilai yang dibangun dengan Indoktrinasi dari penataran P4, PMP, PPKN, hingga sekolah muda Pancasila, dari elite hingga SD, dan menjadikan pancasila sebagai dasar 'wajib" partai, ternyata sama sekali belum bisa membuktikan bahwa Pancasila adalah pedoman moral yang tepat.

Problem utamanya adalah, orang-orang yang tidak menjalankan nilai-nilai Pancasila dengan benar. Lebih fatal lagi, pemerintah juga seperti berada di belakang mereka menjadi pendukungnya. 

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
Mohon tunggu...

Lihat Konten Pendidikan Selengkapnya
Lihat Pendidikan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun