Transportasi menjadi salah satu kendala utama. Karena kondisi lalu lintas didominasi moda transport intersuler, transportasi antar pulau. Sedangkan mengandalkan transportasi udara masih menjadi barang "mewah' disana.Â
Kecuali ada penurunan tarif pesawat sehingga akan berdampak signifikan bagi pertumbuhan ekonomi berbasis pariwisata yang menjadi salah satu andalan WIT sejak dulu.
Indeks Williamson dan Kesenjangan
Jika menggunakan ukuran indeks Wiiliamson, untuk mengukur kesenjangan ekonomi antar wilayah, rata-rata indeks dari 34 provinsi di Indonesia mengalami terhenti pada kisaran 0,79.Â
Semakin besar mendekati angka 1, berarti kesenjangan ekonomi wilayahnya tinggi, sebaliknya jika mengecil mendekati 0, menandakan ekonomi wilayah yang sangat merata.
Jakarta sentris yang dominan di Pulau Jawa dan Pulau Sumatera, mendominasi struktur ekonomi Indonesia hingga  59,15% and 21,14% untuk produk domestik bruto (PDB), sementara di bagian timur seperti Maluku dan Papua masing-masing hanya berkontribusi 3,06% dan 2,27% ke PDB.
Jika merujuk pada evaluasi dan berbagai masukan dari Badan Perencanaan Pembangunan Nasional (Bappenas) pada tahun 2010, tentang kebijakan pemerintah dalam mengembangkan kawasan timur, terdapat beberapa alasan mengapa kebijakan pembangunan di WIT menjadi tidak efektif.
Pertama; Implementasi yang tidak efektif;Â Kapet di WIT, masih belum menjadi "produk" pengungkit ekonomi yang tepat dan efektif. Badan Pengelola KAPET yang terdiri dari unsur Pemerintah Pusat, Pemerintah Daerah Tingkat I dan Pemerintah Daerah Tingkat II tidak memiliki kewenangan yang cukup. Pengembangan industri, perdagangan dan jasa, termasuk pembangunan sarana dan prasarana serta fasilitas penunjang masih sektoral.
Kedua; Insentif  tidak menarik; Investor belum tertarik dengan skema insentif fiskal yang ditawarkan pemerintah di WIT, sebagai solusi masalah sekunder, karena mulai adanya tawaran berinvestasi. Padahal masalah primernya adalah tidak adanya, investor yang meminta insentif kebijakan tersebut di WIT. Sehingga kebijakannya menjadi salah fokus.
Ketiga; Birokrasi;Â Sekali lagi soal birokrasi, menjadi blunder yang substansial, panjangnya jalur perizinan, berbelit, lambat, mahal, tidak transparan, serta banyaknya Peraturan Daerah yang menghambat pengembangan dunia usaha seperti pungutan liar, pungutan berganda, semakin memperlambat perkembangan dunia usaha. Ini problem klasik di daerah.
Keempat; Strategi tidak tepat sasatan;Â Titik lemah lainnya adalah strategi pengembangan kawasan andalan belum fokus pada industri apa yang hendak dikembangkan dan belum jelas orientasi sasaran pasar yang akan dituju.
Beri Komentar
Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!