Mohon tunggu...
Hanif Sofyan
Hanif Sofyan Mohon Tunggu... Full Time Blogger - pegiat literasi
Akun Diblokir

Akun ini diblokir karena melanggar Syarat dan Ketentuan Kompasiana.
Untuk informasi lebih lanjut Anda dapat menghubungi kami melalui fitur bantuan.

Buku De Atjehers series

Selanjutnya

Tutup

Money Pilihan

Demam Ibu Kota Negara Baru, Rencana Ambisius Dalam Krisis

22 Januari 2022   10:15 Diperbarui: 26 Januari 2022   10:00 444
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

goodnewsfromindonsia.id

terkiniid-ibu-kota-baru-negara-696x385-61ec26ff4b660d59d81e2882.jpg
terkiniid-ibu-kota-baru-negara-696x385-61ec26ff4b660d59d81e2882.jpg
terkini.id

siapsiap-pemindahan-ibu-kota-baru-mulai-semester-i-2024-igj-61ec27104b660d65f317bba2.jpeg
siapsiap-pemindahan-ibu-kota-baru-mulai-semester-i-2024-igj-61ec27104b660d65f317bba2.jpeg
alinea.id

canggih-cerdas-intip-desain-ibu-kota-baru-di-kaltim-nud7u1ppdn-61ec28064b660d6a0038f923.jpg
canggih-cerdas-intip-desain-ibu-kota-baru-di-kaltim-nud7u1ppdn-61ec28064b660d6a0038f923.jpg
sindonews

Konon katanya, iklan WIB, yang sering diasosiasikan dengan belanja Harbolnas dan tanggal cantik, akan diganti dengan WIT, karena masa mendatang akan menjadi era WIT, "Waktunya Indonesia Timur", dimulai dari kehadiran wacana Ibu Kota Negara(IKN) Nusantara.

Kepindahan Ibukota itu masih menjadi debat di semua forum. Argumentasi kompleksitas masalah di Ibukota, seperti langganan banjir, kemacetan tanpa solusi, masalah sosial yang rumit adalah sedikit alasan yang dominan menjadi pertimbangan rencana kepindahan itu. 

Pemerintah bahkan melalui Sidang Paripurna DPR RI yang Dipimpin Ketua DPR, Puan Maharani yang disiarkan secara virtual, Selasa (18/01/2022) secara resmi telah menyetujui atau mengesahkan Rancangan Undang-Undang Ibu Kota Negara (IKN) menjadi Undang-Undang (UU) IKN. Berkaca pada kasus UU Omnibus law, Pemerintah mungkin secara sepihak akan "memaksa" kita memilih Nusantara sebagai tambalan baru IbukotaIndonesia.

Namun alasan lain yang menarik juga faktor politis, bahwa pembangunan saat ini terlalu Jakarta-sentris, atau pertimbangan jangka panjang soal kemampuan Jakarta untuk tetap bisa menampung dan mengapung dalam perubahan iklim lingkungan global yang semakin mengkuatirkan. 

Terutama prediksi climate change, yang bisa saja secara dramatis merubah Jakarta menjadi lautan baru hanya dalam bilangan tahun kedepan. Semua kekuatiran itu terangkum di dalam "empang besar bernama Jakarta".

Rencana kepindahan Ibu Kota itu begitu ambisius, terutama karena kiti tengah didera krisis.  

Timur yang Lama Terabaikan

Sisi paling menarik dari rencana kepindahan IKN dari Jakarta ke "tengah" Indonesia, di Kabupaten Penajam Paser Utara dan Kutai Kartanegara, Kalimantan Timur, adalah perpindahan proporsi-keseimbangan fokus pembangunan kita ke wilayah Indonesia Timur. Ini adalah sebuah gagasan yang sangat menggembirakan dan ditunggu sejak lama.

Meskipun sebenarnya kita tak perlu menunggu harus pindah IKN, baru memberikan perhatian yang lebih intensif bagi pembangunan wilayah Indonesia Bagian timur.

Pemerintah Indonesia selama lebih dari 20 tahun telah mencoba mendorong pembangunan di wilayah Timur Indonesia dengan berbagai kebijakan. Kebijakan itu juga disertai transfer fiskal untuk berbagai program pengembangan wilayah. Namun sayangnya sejak tahun 2000 hingga kini kesenjangan ekonomi antara Wilayah Timur dan Barat Indonesia hampir tidak mengalami perbaikan yang signifikan.

Kebijakan Salfok;Kebijakan yang salah fokus, seperti diutarakan ekonom pemenang Nobel Paul Krugman, pendekatan pengembangan ekonomi wilayah yang hanya fokus pada sisi strategis, namun mengabaikan pasar potensial, juga menjadi penanda titik lemah. Karena pasar harus menjadi orientasi utama, sekalipun kita memiliki titik strategis pembangunan.

Ini juga menjadi salah satu faktor, mengapa selama ini wilayah Indonesia Timur selalu seperti di anak tirikan dalam pemerataan pembangunan, dalam banyak debat dan wacana yang muncul ke permukaan, faktor salfok harus menjadi perhatian yang intens.

Salah satunya kelemahan ketika mendorong pembentukan Kawasan Pengembangan Ekonomi Terpadu (KAPET) dan pembentukan Kawasan Andalan sebagai kawasan budi daya strategis nasional. 

Kini jumlahnya kurang lebih 13 Kawasan Ekonomi Khusus, di kota Palu, Sulawesi Tengah, kota Morotai, Maluku Utara, dan kota Sorong, Papua Barat, sebagai implementasi pengembangan otonomi daerah dan pemerintah.  

Dukungan pemerintah berupa penyediaan infrastruktur, fasilitas, dan insentif serta kemudahan berinvestasi di kawasan-kawasan tersebut. Namun belum berimplikasi signifikan mendongkrak pertumbuhan ekonomi kelas menengah bawah.

Faktor luasnya geografi menjadi alasan substansial lainnya, ketika kita bicara tentang pemerataan. Faktanya, pembangunan memang cenderung  Jakarta-sentris, karena memang pusat pemerintahan disana, sehingga jangkauan perspektif pembangunannya juga di "sekitaran" itu.

Tokoh-tokoh penting yang menjadi trensetter juga dominan dari wilayah tersebut. Sedikit yang dapat menjadi penyeimbang, salah satunya kehadiran seperti tokoh B.J. Habibie, Jusuf Kalla yang "mewakili" kehadiran Indonesia Timur secara nasional. 

Sedangkan tokoh-tokoh sekaliber mereka lainnya, juga eksis di perpolitikan nasional, namun pemikirannya belum menjadi penyumbang tren secara nasional. Sehingga bargaining powernya juga masih terasa kurang dalam mempengaruhi kebijakan di tingkat nasional.

Apakah langkah ambisius IKN Baru-Nusantara , sekaligus menjadai jalan baru pembangunan Indonesia Timur?, dengan begitu banyak kelemahannya.

Titik Lemah Kebijakan WIT

Pemerintah mengidentifikasi empat masalah pembangunan yang dihadapi daerah Indonesia Timur, terutama wilayah Sulawesi dan Papua, seperti diungkap Thahjo Kumolo ketika menjabat sebagai Mendagri. Kendala utama pembangunan yang spesifik sesuai karakteristik daerah, masih berada pada titik lemah, infrastruktur, ketersediaan energi listrik, tumpang tindih perizinan, dan perencanaan kota/wilayah dalam jangka panjang.

Dalam kerangka pembangunan transportasi laut saja, gaungnya baru belakangan mulai santer diwacanakan, ketika mulai diintegrasikannya inovasi mergerisasi Badan Usaha Milik Negara (BUMN) Pelindo. 

BUMN operator pelabuhan Pelindo I-IV melakukan sebuah langkah integrasi dengan menggabungkan 4 BUMN pelabuhan tersebut menjadi satu, sebagai bagian dari percepatan pertumbuhan ekonomi Indonesia.

Alasan lain pertumbuhan ekonomi Indonesia Timur masih masih minus, karena pemerintah belum  mengoptimalkan serapan produk komoditas wilayah tersebut di pasar domestik. Ekonom Institute for Development Economics and Finance (Indef) Bhima Yudhistira menilai bahwa faktor lain yang menyebabkan pertumbuhan ekonomi minus adalah rendahnya harga komoditas perkebunan mulai dari karet, kopra, cokelat dan sawit. 

Pertumbuhan ekonomi di beberapa wilayah timur lainnya, juga masih tercatat negatif atau minus karena masih bergantung dengan pertambangan.

Pertumbuhan ekonomi di Kepulauan Maluku dan Papua, misalnya, tercatat minus 10,44 persen year on year (yoy) lantaran melemahnya aktivitas sektor pertambangan. 

Di Papua, pertumbuhan ekonomi yang minus 20,13 persen disebabkan oleh turunnya produksi tembaga dan emas Freeport Indonesia masing-masing sebesar 53 persen dan 72 persen yoy. Sementara di Papua Barat, pertumbuhan ekonomi minus 0,26 persen yoy lantaran turunnya produksi liquefied natural gas (LNG). Tirto.id

Pembangunan juga masih belum terintegrasi dengan baik, seperti pembangunan jalan trans Papua, dibangun tapi industri di sekitar jalan belum support menyebabkan serapan produksi jadi kurang optimal. 

Di samping itu, keberadaan infrastruktur di Indonesia Timur yang tak disertai dengan pertumbuhan industri manufaktur juga menghasilkan pertumbuhan yang rendah.

Transportasi menjadi salah satu kendala utama. Karena kondisi lalu lintas didominasi moda transport intersuler, transportasi antar pulau. Sedangkan mengandalkan transportasi udara masih menjadi barang "mewah' disana. 

Kecuali ada penurunan tarif pesawat sehingga akan berdampak signifikan bagi pertumbuhan ekonomi berbasis pariwisata yang menjadi salah satu andalan WIT sejak dulu.

Indeks Williamson dan Kesenjangan

Jika menggunakan ukuran indeks Wiiliamson, untuk mengukur kesenjangan ekonomi antar wilayah, rata-rata indeks dari 34 provinsi di Indonesia mengalami terhenti pada kisaran 0,79. 

Semakin besar mendekati angka 1, berarti kesenjangan ekonomi wilayahnya tinggi, sebaliknya jika mengecil mendekati 0, menandakan ekonomi wilayah yang sangat merata.

Jakarta sentris yang dominan di Pulau Jawa dan Pulau Sumatera, mendominasi struktur ekonomi Indonesia hingga  59,15% and 21,14% untuk produk domestik bruto (PDB), sementara di bagian timur seperti Maluku dan Papua masing-masing hanya berkontribusi 3,06% dan 2,27% ke PDB.

Jika merujuk pada evaluasi dan berbagai masukan dari Badan Perencanaan Pembangunan Nasional (Bappenas) pada tahun 2010, tentang kebijakan pemerintah dalam mengembangkan kawasan timur, terdapat beberapa alasan mengapa kebijakan pembangunan di WIT menjadi tidak efektif.

Pertama; Implementasi yang tidak efektif; Kapet di WIT, masih belum menjadi "produk" pengungkit ekonomi yang tepat dan efektif. Badan Pengelola KAPET yang terdiri dari unsur Pemerintah Pusat, Pemerintah Daerah Tingkat I dan Pemerintah Daerah Tingkat II tidak memiliki kewenangan yang cukup. Pengembangan industri, perdagangan dan jasa, termasuk pembangunan sarana dan prasarana serta fasilitas penunjang masih sektoral.

Kedua; Insentif  tidak menarik; Investor belum tertarik dengan skema insentif fiskal yang ditawarkan pemerintah di WIT, sebagai solusi masalah sekunder, karena mulai adanya tawaran berinvestasi. Padahal masalah primernya adalah tidak adanya, investor yang meminta insentif kebijakan tersebut di WIT. Sehingga kebijakannya menjadi salah fokus.

Ketiga; Birokrasi; Sekali lagi soal birokrasi, menjadi blunder yang substansial, panjangnya jalur perizinan, berbelit, lambat, mahal, tidak transparan, serta banyaknya Peraturan Daerah yang menghambat pengembangan dunia usaha seperti pungutan liar, pungutan berganda, semakin memperlambat perkembangan dunia usaha. Ini problem klasik di daerah.

Keempat; Strategi tidak tepat sasatan; Titik lemah lainnya adalah strategi pengembangan kawasan andalan belum fokus pada industri apa yang hendak dikembangkan dan belum jelas orientasi sasaran pasar yang akan dituju.

Kelima; Pendekatan yang salah; Pasar belum menjadi fokus dominan dalam penetapan lokasi KAPET, KEK, maupun Kawasan Andalan, tetapi hanya terobsesi oleh posisi strategis wilayah.

Belajar dari banyak titik lemah kebijakan pembangunan secara nasional di Kawasan Indonesia Bagian Timur,kita tak hanya berharap pada keajaiban dan keberuntungan, kepindahan IKN akan menjadi trigger-pemicu pertumbuhan ekonomi yang lebih merata di Indonesia Timur dan Tengah. 

Apalagi posisinya berada di tengah Indonesia. Jadi geliat pembangunan harus bergerak makin kencang dari sekarang, agar ketika IKN terimplementasi masyarakat di WIT tak hanya menjadi penonton.

referensi; 1,2, 3

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
Mohon tunggu...

Lihat Konten Money Selengkapnya
Lihat Money Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun