Mohon tunggu...
Hanif Sofyan
Hanif Sofyan Mohon Tunggu... Full Time Blogger - pegiat literasi
Akun Diblokir

Akun ini diblokir karena melanggar Syarat dan Ketentuan Kompasiana.
Untuk informasi lebih lanjut Anda dapat menghubungi kami melalui fitur bantuan.

Buku De Atjehers series

Selanjutnya

Tutup

Money Pilihan

Demam Ibu Kota Negara Baru, Rencana Ambisius Dalam Krisis

22 Januari 2022   10:15 Diperbarui: 26 Januari 2022   10:00 444
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Sisi paling menarik dari rencana kepindahan IKN dari Jakarta ke "tengah" Indonesia, di Kabupaten Penajam Paser Utara dan Kutai Kartanegara, Kalimantan Timur, adalah perpindahan proporsi-keseimbangan fokus pembangunan kita ke wilayah Indonesia Timur. Ini adalah sebuah gagasan yang sangat menggembirakan dan ditunggu sejak lama.

Meskipun sebenarnya kita tak perlu menunggu harus pindah IKN, baru memberikan perhatian yang lebih intensif bagi pembangunan wilayah Indonesia Bagian timur.

Pemerintah Indonesia selama lebih dari 20 tahun telah mencoba mendorong pembangunan di wilayah Timur Indonesia dengan berbagai kebijakan. Kebijakan itu juga disertai transfer fiskal untuk berbagai program pengembangan wilayah. Namun sayangnya sejak tahun 2000 hingga kini kesenjangan ekonomi antara Wilayah Timur dan Barat Indonesia hampir tidak mengalami perbaikan yang signifikan.

Kebijakan Salfok;Kebijakan yang salah fokus, seperti diutarakan ekonom pemenang Nobel Paul Krugman, pendekatan pengembangan ekonomi wilayah yang hanya fokus pada sisi strategis, namun mengabaikan pasar potensial, juga menjadi penanda titik lemah. Karena pasar harus menjadi orientasi utama, sekalipun kita memiliki titik strategis pembangunan.

Ini juga menjadi salah satu faktor, mengapa selama ini wilayah Indonesia Timur selalu seperti di anak tirikan dalam pemerataan pembangunan, dalam banyak debat dan wacana yang muncul ke permukaan, faktor salfok harus menjadi perhatian yang intens.

Salah satunya kelemahan ketika mendorong pembentukan Kawasan Pengembangan Ekonomi Terpadu (KAPET) dan pembentukan Kawasan Andalan sebagai kawasan budi daya strategis nasional. 

Kini jumlahnya kurang lebih 13 Kawasan Ekonomi Khusus, di kota Palu, Sulawesi Tengah, kota Morotai, Maluku Utara, dan kota Sorong, Papua Barat, sebagai implementasi pengembangan otonomi daerah dan pemerintah.  

Dukungan pemerintah berupa penyediaan infrastruktur, fasilitas, dan insentif serta kemudahan berinvestasi di kawasan-kawasan tersebut. Namun belum berimplikasi signifikan mendongkrak pertumbuhan ekonomi kelas menengah bawah.

Faktor luasnya geografi menjadi alasan substansial lainnya, ketika kita bicara tentang pemerataan. Faktanya, pembangunan memang cenderung  Jakarta-sentris, karena memang pusat pemerintahan disana, sehingga jangkauan perspektif pembangunannya juga di "sekitaran" itu.

Tokoh-tokoh penting yang menjadi trensetter juga dominan dari wilayah tersebut. Sedikit yang dapat menjadi penyeimbang, salah satunya kehadiran seperti tokoh B.J. Habibie, Jusuf Kalla yang "mewakili" kehadiran Indonesia Timur secara nasional. 

Sedangkan tokoh-tokoh sekaliber mereka lainnya, juga eksis di perpolitikan nasional, namun pemikirannya belum menjadi penyumbang tren secara nasional. Sehingga bargaining powernya juga masih terasa kurang dalam mempengaruhi kebijakan di tingkat nasional.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
Mohon tunggu...

Lihat Konten Money Selengkapnya
Lihat Money Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun