Mohon tunggu...
Hanif Sofyan
Hanif Sofyan Mohon Tunggu... Full Time Blogger - pegiat literasi
Akun Diblokir

Akun ini diblokir karena melanggar Syarat dan Ketentuan Kompasiana.
Untuk informasi lebih lanjut Anda dapat menghubungi kami melalui fitur bantuan.

Buku De Atjehers series

Selanjutnya

Tutup

Money Pilihan

Demam Ibu Kota Negara Baru, Rencana Ambisius Dalam Krisis

22 Januari 2022   10:15 Diperbarui: 26 Januari 2022   10:00 444
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Apakah langkah ambisius IKN Baru-Nusantara , sekaligus menjadai jalan baru pembangunan Indonesia Timur?, dengan begitu banyak kelemahannya.

Titik Lemah Kebijakan WIT

Pemerintah mengidentifikasi empat masalah pembangunan yang dihadapi daerah Indonesia Timur, terutama wilayah Sulawesi dan Papua, seperti diungkap Thahjo Kumolo ketika menjabat sebagai Mendagri. Kendala utama pembangunan yang spesifik sesuai karakteristik daerah, masih berada pada titik lemah, infrastruktur, ketersediaan energi listrik, tumpang tindih perizinan, dan perencanaan kota/wilayah dalam jangka panjang.

Dalam kerangka pembangunan transportasi laut saja, gaungnya baru belakangan mulai santer diwacanakan, ketika mulai diintegrasikannya inovasi mergerisasi Badan Usaha Milik Negara (BUMN) Pelindo. 

BUMN operator pelabuhan Pelindo I-IV melakukan sebuah langkah integrasi dengan menggabungkan 4 BUMN pelabuhan tersebut menjadi satu, sebagai bagian dari percepatan pertumbuhan ekonomi Indonesia.

Alasan lain pertumbuhan ekonomi Indonesia Timur masih masih minus, karena pemerintah belum  mengoptimalkan serapan produk komoditas wilayah tersebut di pasar domestik. Ekonom Institute for Development Economics and Finance (Indef) Bhima Yudhistira menilai bahwa faktor lain yang menyebabkan pertumbuhan ekonomi minus adalah rendahnya harga komoditas perkebunan mulai dari karet, kopra, cokelat dan sawit. 

Pertumbuhan ekonomi di beberapa wilayah timur lainnya, juga masih tercatat negatif atau minus karena masih bergantung dengan pertambangan.

Pertumbuhan ekonomi di Kepulauan Maluku dan Papua, misalnya, tercatat minus 10,44 persen year on year (yoy) lantaran melemahnya aktivitas sektor pertambangan. 

Di Papua, pertumbuhan ekonomi yang minus 20,13 persen disebabkan oleh turunnya produksi tembaga dan emas Freeport Indonesia masing-masing sebesar 53 persen dan 72 persen yoy. Sementara di Papua Barat, pertumbuhan ekonomi minus 0,26 persen yoy lantaran turunnya produksi liquefied natural gas (LNG). Tirto.id

Pembangunan juga masih belum terintegrasi dengan baik, seperti pembangunan jalan trans Papua, dibangun tapi industri di sekitar jalan belum support menyebabkan serapan produksi jadi kurang optimal. 

Di samping itu, keberadaan infrastruktur di Indonesia Timur yang tak disertai dengan pertumbuhan industri manufaktur juga menghasilkan pertumbuhan yang rendah.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
Mohon tunggu...

Lihat Konten Money Selengkapnya
Lihat Money Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun