Semuanya bertujuan untuk mengurangi "rasa malu dan rasa bersalah", dalam memahami beda budaya. Terutama untuk menghindari miskomunikasi dan kesalahpahaman.
Seserius apa bahasa bisa menjadi blunder dalam hubungan budaya?. Sebagai alat transmisi dan interaksi budaya, bahasa juga mewakili karakteristik khas dari pemilik budaya itu.Â
Dalam bahasa Aceh, kata "ie" artinya air, namun "ie" disertai tekanan pengucapan pada vokal "e", seperti bunyi "iek", berarti "air seni". Kata penyebutan AC-Air Conditioner, jika disebutkan dengan logat bahasa Aceh, bisa jadi menjadi "Asee" yang artinya "anjing", seperti halnya kata "Asu" di Jawa, yang bisa saja digunakan sebagai kata simbol "makian".Â
Sehingga peristiwa insiden budaya dalam perspektif yang berbeda bisa menimbulkan rasa tersinggung, jengkel, bingung, atau bahkan putus hubungan.
Tidak heran ada sebuah buku semacam "table manner" tapi isinya mengulas tentang interaksi orang dengan orang lain dalam konteks budaya. Di dalamnya memuat tata cara beraktifitas sehari-hari.Â
Menggunakan water-close Jongkok, adab mandi, makan, minum, berkendara. Bahkan seluk beluk lain yang terkadang sangat remeh, seperti bolehkan kita menggunakan tusuk gigi dalam suasana makan di kampung?.
Jamaknya, calon mahasiswa sebelum berangkat studi di negara lain, memang dipersiapkan belajar tentang budaya dalam masa "karantina" mereka. Hanya saja pengalaman dari "dunia Barat" ke "dunia Timur" lebih kompleks karena ada beda tingkat kemajuan pembangunan dan kesenjangan sosial-ekonominya, begitu juga sebaliknya.
Referensi;Â 1,Â
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H