Kedelapan; Â Hari libur menjadi kebutuhan penting bagi para buruh, namun dalam Pasal 79 ayat (2) huruf (b) mengatur, para pekerja wajib diberikan waktu istirahat mingguan satu hari untuk enam hari kerja dalam satu pekan. Selain itu, Pasal ini juga menghapus kewajiban perusahaan untuk memberikan istirahat panjang dua bulan kepada pekerja yang telah berbakti selama enam tahun berturut-turut dan berlaku tiap kelipatan masa kerja enam tahun.Â
Pasal 79 ayat (3) hanya mengatur pemberian cuti tahunan paling sedikit 12 hari kerja setelah pekerja/buruh bekerja selama 12 bulan penuh. Pasal 79 Ayat (4) menyatakan, pelaksanaan cuti tahunan diatur dalam perjanjian kerja antar pihak yang melakukan kesepakatan kerja, peraturan perusahaan atau perjanjian kerja bersama. Kemudian Pasal 79 ayat (5) menyebut, perusahaan tertentu dapat memberikan istirahat panjang yang diatur dalam perjanjian kerja, peraturan perusahaan, atau perjanjian kerja bersama.
Kontroversi yang belum  berhenti
Sejak disahkan DPR dan Diteken Jokowi Melalui rapat paripurna Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) pada 5 Oktober 2020, UU Cipta Kerja resmi disahkan. Omnibus UU Cipta Kerja resmi diundangkan pada 2 November 2020 dengan jumlah halaman final 1.187 lembar.Â
Hingga kini muatan dalam pasal yang "disengketakan" antara para buruh, pengusaha dan pemerintah itu belum menemukan titik temu yang "berkeadilan".
Contoh yang aktual, dalam penetapan UMP DKI Jakarta terbaru 2022 kemarin, para pengusaha mempertimbangkan kenaikan UMP atas dasar kondisi pandemi, padahal dalam perkembangannya, ekonomi sudah mulai menunjukkan tingkat perubahan terutama setelah terbukanya sekat-sekat dalam pembatasan selama pandemi.
Bagi para pekerja kondisi ini dianggap tidak adil, apalagi kenaikan UMP seperti di DKI Jakarta, sebesar 5 persen kemudian juga diikuti dengan kenaikan harga-harga sembako dan barang lainnya, termasuk gas non subsidi.Â
Kenaikan UMP itu kemudian menjadi seperti tak berarti apa-apa. Karena kenaikan UMP pada akhirnya hanya untuk menambal sulam kenaikan harga barang kebutuhan sehari-hari.
Jadi jika ketidakadilan itu masih memihak pada para pengusaha, dan pemerintah, sekalipun dimaksudkan untuk tujuan-tujuan, melawan tindak koruptif, solusi satu pintu, serta meninggalkan para buruh dibelakang bisa jadi demo-demo itu akan terus berulang.
Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana
Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI